Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

James Richardson dan Pearl Harbor

Kompas.com - 29/08/2021, 17:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Peristiwa serangan ke Pearl Harbor tercatat sebagai satu peristiwa yang sangat mempermalukan dan merendahkan martabat bangsa Amerika Serikat.

Ketika serangan terjadi, selain tanpa pernyataan perang oleh Jepang juga ketika itu hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan Jepang masih berjalan normal.

Pasukan Amerika Serikat di Pearl Harbor sama sekali tidak siap, tidak menyadari dan mengantisipasi akan ada kemungkinan serangan udara dari pihak Jepang.

Sebuah hal yang sangat masuk akal, karena teknologi penerbangan ketika itu belum memungkinkan adanya kemampuan pesawat terbang yang dapat terbang langsung dari Jepang ke Pearl Harbor.

Kemungkinan adanya serangan Jepang ke Pearl Harbor dinilai sebagai hal yang mustahil. Alarm bahaya tidak berbunyi dan tiba-tiba saja berdatangan pesawat musuh yang terbang rendah menenggelamkan kapal-kapal armada laut Amerika di pangkalannya sendiri.

George and Meridith Friedman dalam bukunya The Future of War menggambarkan secara puitis tentang serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor.

Dikatakannya bahwa: “As the American Fleet sank, an entire way of thinking about war sank with it”. Cara berpikir orang Amerika tentang perang tenggelam bersamaan dengan tenggelamnya kapal-kapal armada perang laut mereka oleh serangan udara Jepang yang datang tiba tiba.

Tidak itu saja, karena perubahan yang lebih fundamental juga terjadi. Perubahan itu adalah berubahnya pemikiran orang Amerika tentang hubungan perang dengan politik, dan kaitan perang dengan akal sehat atau logika dalam menyikapi masalah teknis yang berhubungan dengan teknologi.

Kajian lebih mendalam tentang mengapa peristiwa Pearl Harbor bisa terjadi mengantar para pemikir tentang perang bangsa Amerika sampai kepada satu kesimpulan bahwa ternyata perang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.

Serangan ke Pearl Harbor dikatakan seperti ini: “An attack on Pearl Harbor had been improbable, but it nevertheless happened”. Sebuah serangan ke Pearl Harbor adalah sesuatu yang tidak mungkin, akan tetapi toh terjadi.

Pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah benar para perwira Angkatan Perang Amerika Serikat, atau dalam hal ini Para Perwira Angkatan Lautnya tidak pernah berpikir tentang kerawanan gelar armada laut di remote area yang rawan serangan?

Apakah benar para Perwira Laut Amerika tidak memiliki ide dalam penyusunan strategi gelar kekuatan armada lautnya ? Berikut ini ada sebuah cerita menarik tentang masalah itu.

James Richardson, nama lengkapnya James Otto Richardson adalah seorang Rear Admiral US Navy lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) Amerika Serikat tahun 1902.

Namanya menjadi buah bibir banyak orang ketika ia pada tanggal 1 Februari 1941 diberhentikan dari jabatannya sebagai Panglima Armada Laut US Navy.

Melihat reputasi dalam perjalanan kariernya, dia banyak diramalkan dan diharapkan oleh keluarga besar Angkatan Laut sebagai calon kuat untuk menduduki posisi sebagai Kepala Staf Angkatan Laut Amerika Serikat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com