Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

James Richardson dan Pearl Harbor

Peristiwa serangan ke Pearl Harbor tercatat sebagai satu peristiwa yang sangat mempermalukan dan merendahkan martabat bangsa Amerika Serikat.

Ketika serangan terjadi, selain tanpa pernyataan perang oleh Jepang juga ketika itu hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan Jepang masih berjalan normal.

Pasukan Amerika Serikat di Pearl Harbor sama sekali tidak siap, tidak menyadari dan mengantisipasi akan ada kemungkinan serangan udara dari pihak Jepang.

Sebuah hal yang sangat masuk akal, karena teknologi penerbangan ketika itu belum memungkinkan adanya kemampuan pesawat terbang yang dapat terbang langsung dari Jepang ke Pearl Harbor.

Kemungkinan adanya serangan Jepang ke Pearl Harbor dinilai sebagai hal yang mustahil. Alarm bahaya tidak berbunyi dan tiba-tiba saja berdatangan pesawat musuh yang terbang rendah menenggelamkan kapal-kapal armada laut Amerika di pangkalannya sendiri.

George and Meridith Friedman dalam bukunya The Future of War menggambarkan secara puitis tentang serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor.

Dikatakannya bahwa: “As the American Fleet sank, an entire way of thinking about war sank with it”. Cara berpikir orang Amerika tentang perang tenggelam bersamaan dengan tenggelamnya kapal-kapal armada perang laut mereka oleh serangan udara Jepang yang datang tiba tiba.

Tidak itu saja, karena perubahan yang lebih fundamental juga terjadi. Perubahan itu adalah berubahnya pemikiran orang Amerika tentang hubungan perang dengan politik, dan kaitan perang dengan akal sehat atau logika dalam menyikapi masalah teknis yang berhubungan dengan teknologi.

Kajian lebih mendalam tentang mengapa peristiwa Pearl Harbor bisa terjadi mengantar para pemikir tentang perang bangsa Amerika sampai kepada satu kesimpulan bahwa ternyata perang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.

Serangan ke Pearl Harbor dikatakan seperti ini: “An attack on Pearl Harbor had been improbable, but it nevertheless happened”. Sebuah serangan ke Pearl Harbor adalah sesuatu yang tidak mungkin, akan tetapi toh terjadi.

Pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah benar para perwira Angkatan Perang Amerika Serikat, atau dalam hal ini Para Perwira Angkatan Lautnya tidak pernah berpikir tentang kerawanan gelar armada laut di remote area yang rawan serangan?

Apakah benar para Perwira Laut Amerika tidak memiliki ide dalam penyusunan strategi gelar kekuatan armada lautnya ? Berikut ini ada sebuah cerita menarik tentang masalah itu.

James Richardson, nama lengkapnya James Otto Richardson adalah seorang Rear Admiral US Navy lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) Amerika Serikat tahun 1902.

Namanya menjadi buah bibir banyak orang ketika ia pada tanggal 1 Februari 1941 diberhentikan dari jabatannya sebagai Panglima Armada Laut US Navy.

Melihat reputasi dalam perjalanan kariernya, dia banyak diramalkan dan diharapkan oleh keluarga besar Angkatan Laut sebagai calon kuat untuk menduduki posisi sebagai Kepala Staf Angkatan Laut Amerika Serikat.

Kenyataannya Rear Admiral James Richardson justru diberhentikan dari jabatan panglima armada karena ia memprotes keras gelar armada laut US Navy yang akan dipindahkan dari pangkalan induknya di San Diego ke Hawai (Pearl Harbor).

Alasan yang sangat mengemuka disampaikan oleh Panglima James Richardson adalah deployment armada laut ke pangkalan depan yang posisinya di remote area (Pearl Harbor) akan sangat rawan terhadap serangan udara dan serangan torpedo musuh.

Gelar armada laut di remote area tanpa perangkat sistem pertahanan udara yang memadai akan mengandung risiko besar.

Combat readiness dari kekuatan laut harus mencakup paket perlindungan udara yang mumpuni. Untuk diketahui pada saat itu teknologi sistem pertahanan udara belum berkembang seperti sekarang.

Di sisi lain, teknologi penerbangan pun memang belum begitu maju. Demikianlah maka saran dan rekomendasi James Richardson tidak hanya diabaikan, akan tetapi dia juga sekaligus diberhentikan dari jabatannya.

Pada 7 Desember 1941, hanya 10 bulan saja dari peringatan yang disampaikan oleh Rear Admiral Richardson, panglima armada laut Amerika lulusan AAL 1902, Pangkalan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor luluh lantak oleh serangan mendadak Divisi Udara Angkatan Laut Kerajaan Jepang.

Surprise Military Strike oleh Angkatan Laut Jepang menggunakan 353 pesawat terbang dan ternyata berangkat dari 6 kapal induk yang telah bertengger di perairan Samudera Pasifik.

Serangan mendadak itu memakan korban 188 pesawat terbang Amerika Serikat hancur. Sebanyak 5 kapal laut armada US Navy tenggelam dan 16 lainnya rusak berat. Sebanyak 2400 orang terbunuh dan 1100 lainnya terluka.

Buku Future of War mencatat tragedi Pearl Harbor sebagai The Origin of American Military Failure. Presiden Amerika Serikat Franklin D Roosevelt menyebutnya sebagai The “Day of Infamy”.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/29/173220070/james-richardson-dan-pearl-harbor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke