Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taiwan Tidak Akan Runtuh Seperti Afghanistan jika Diserang, Klaim PM Su Tseng

Kompas.com - 17/08/2021, 19:19 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Reuters

TAIPEI, KOMPAS.com - Taiwan tidak akan runtuh seperti Afghanistan jika terjadi serangan, Perdana Menteri Su Tseng-chang mengatakan pada Selasa (17/8/2021).

Pernyataan itu sekaligus menjadi peringatan tidak langsung kepada tetangga kuat China, untuk tidak "tertipu" dengan berpikir dapat mengambil pulau itu.

Baca juga: Kenapa Amerika Meninggalkan Afghanistan sehingga Taliban Merajalela? Begini Ceritanya...

China mengklaim Taiwan, yang diperintah secara demokratis, sebagai wilayahnya sendiri.

Dalam beberapa minggu terakhir Beijing telah meningkatkan tekanan militer dan diplomatik, untuk memaksa Taipei menerima kedaulatan China. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di Washington dan pemerintah Barat lainnya.

Kekalahan pemerintah Afghanistan setelah penarikan pasukan AS dan pelarian presiden telah memicu diskusi di Taiwan.

Banyak yang menyinggung soal apa yang akan terjadi jika terjadi invasi China, dan apakah Amerika Serikat (AS) akan membantu mempertahankan Taiwan.

Ditanya apakah presiden atau perdana menteri akan melarikan diri jika "musuh berada di gerbang" seperti di Afghanistan, Su mengatakan tidak ada yang takut ditangkap atau mati bahkan saat Taiwan berada di bawah kediktatoran darurat militer.

"Saat ini, ada negara kuat yang ingin menelan Taiwan dengan kekerasan, dan kami juga tidak takut dibunuh atau dipenjara," katanya melansir Reuters.

"Kita harus menjaga negara ini dan tanah ini, dan tidak seperti orang-orang tertentu yang selalu membicarakan gengsi musuh dan merendahkan tekad kita."

Baca juga: Netizen China Klaim Kalahkan AS di Olimpiade, Akui Medali Taiwan dan Hong Kong sebagai Miliknya

Su menambahkan, apa yang terjadi di Afghanistan menunjukkan bahwa jika suatu negara berada dalam kekacauan internal, tidak ada bantuan dari luar yang akan membuat perbedaan.

Jadi menurutnya, orang Taiwan harus percaya pada tanah mereka sendiri, dan bahwa mereka dapat mempertahankannya.

“Semua orang yang bekerja bersama untuk dengan cepat mengendalikan lonjakan domestik baru-baru ini dalam infeksi Covid-19 menunjukkan apa yang dapat dicapai ketika Taiwan bersatu,” katanya.

"Kami juga memberi tahu pasukan asing yang ingin menyerang dan merebut Taiwan - jangan tertipu," tambah Su, merujuk pada China.

Amerika Serikat, seperti kebanyakan negara, tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan. Tetapi, mereka merupakan pendukung internasional dan pemasok senjata terpentingnya.

Namun telah lama ada kekhawatiran di Taiwan bahwa jika terjadi serangan China, Amerika Serikat tidak akan bersedia untuk datang membantu pulau itu.

Presiden Tsai Ing-wen dilaporkan mengawasi program modernisasi militer yang ambisius untuk meningkatkan industri senjata dalam negeri, dan menjadikan Taiwan "landak" yang dilengkapi dengan senjata canggih dan sangat mobile untuk membuat invasi China sesulit mungkin.

Baca juga: AS Berpotensi Jual Senjata Lagi ke Taiwan, Nilainya Capai Rp 10 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Global
Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Global
Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Global
Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Global
Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Global
Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Global
Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Global
Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Global
Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Global
Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Internasional
6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

Global
Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Global
Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Global
[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Global
Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com