Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Thailand Kembali Tindak Keras Demonstran, Tembakkan Peluru Karet dan Gas Air Mata

Kompas.com - 11/08/2021, 21:33 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

BANGKOK, KOMPAS.com - Polisi Thailand menggunakan peluru karet dan gas air mata pada pengunjuk rasa untuk hari kedua berturut-turut pada Rabu (11/8/2021), ketika para demonstran turun ke jalan menentang pemerintah dan penanganannya terhadap krisis virus corona.

Demonstrasi Thailand di ibu kota Bangkok menantang larangan pertemuan publik, ketika "Negeri Gajah Putih" mencoba mengekang wabah virus terburuknya sejauh ini.

Covid-19 Thailand melaporkan lebih dari 21.000 kasus baru diumumkan pada Rabu (11/8/2021).

Peluncuran program vaksinasi kerajaan yang lambat, serta kesulitan keuangan masyarakat akibat pembatasan Covid-19, memicu kemarahan publik terhadap pemerintah Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-O-Cha.

Baca juga: Demo Thailand Pecah Lagi, Polisi Tembakkan Peluru Karet dan Gas Air Mata

Sekitar 150 pengunjuk rasa berkumpul di persimpangan utama Monumen Kemenangan Bangkok pada Rabu (11/8/2021) sore, berniat untuk melakukan aksi pawai ke kediaman Prayut.

Mereka dengan cepat membubarkan diri ketika polisi anti huru hara bergerak dan menangkap setidaknya dua demonstran.

Sebelumnya pengunjuk rasa membakar patung seorang hakim Thailand yang menolak jaminan bagi tahanan politik.

"Polisi bukan musuh kami. Musuh kami yang sebenarnya adalah pemerintah," kata seorang pengunjuk rasa pada rapat umum tersebut melansir AFP.

Pihak berwenang kemudian menggunakan kontainer pengiriman untuk memblokir rute ke kediaman Prayut.

Pergerakan itu memicu bentrokan di tengah hujan lebat, dengan polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke pengunjuk rasa dari jalan tol yang ditinggikan.

Para pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan proyektil dan membakar truk polisi, asap hitam membumbung ke udara.

Baca juga: 2 Geng Monyet Tawuran di Thailand, Sebabkan Kemacetan Lalu Lintas

Bentrokan antara demonstran dengan polisi di Bangkok juga terjadi sehari sebelumnya Selasa (10/8/2021). Setidaknya 48 demonstran ditangkap dan sembilan petugas terluka termasuk satu tertembak di kaki.

Petugas menggunakan gas air mata, meriam air dan peluru karet sementara pengunjuk rasa membalas dengan petasan dan batu.

Polisi Bangkok, menghadapi tuduhan kekerasan. Tapi mereka bersikeras pendekatannya sejalan dengan hukum, dan mendesak orang untuk tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Sebuah gerakan pro-demokrasi yang dipimpin oleh pemuda dimulai tahun lalu, dan pada puncaknya menarik puluhan ribu orang berunjuk rasa menuntut pengunduran diri Prayut, mantan panglima militer yang berkuasa dalam kudeta Thailand 2014.

Gerakan itu juga berupaya mematahkan tabu yang telah lama dipegang masyarakat “Negeri Gajah Putih”, yakni dengan menuntut reformasi monarki Thailand.

Sejumlah pengunjuk rasa telah dijatuhi berbagai tuduhan atas pencemaran nama baik kerajaan, yang mengancam mereka hukuman maksimum 15 tahun penjara.

Tetapi gerakan itu kehilangan momentum ketika kasus Covid-19 Thailand melonjak, dan para pemimpinnya ditahan.

Pengadilan pidana Bangkok pada Rabu (11/8/2021) menolak jaminan untuk pemimpin unjuk rasa dan pengacara hak asasi manusia Anon Numpa. Putusan itu berdalih ada kekhawatiran atas kemungkinan pelanggaran lebih lanjut dan pelanggaran persyaratan jaminan.

Baca juga: Covid-19 di Thailand Memburuk, ICU Membeludak, RS Kekurangan Ranjang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Global
OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com