BANGKOK, KOMPAS.com - Polisi Thailand menggunakan peluru karet dan gas air mata pada pengunjuk rasa untuk hari kedua berturut-turut pada Rabu (11/8/2021), ketika para demonstran turun ke jalan menentang pemerintah dan penanganannya terhadap krisis virus corona.
Demonstrasi Thailand di ibu kota Bangkok menantang larangan pertemuan publik, ketika "Negeri Gajah Putih" mencoba mengekang wabah virus terburuknya sejauh ini.
Covid-19 Thailand melaporkan lebih dari 21.000 kasus baru diumumkan pada Rabu (11/8/2021).
Peluncuran program vaksinasi kerajaan yang lambat, serta kesulitan keuangan masyarakat akibat pembatasan Covid-19, memicu kemarahan publik terhadap pemerintah Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-O-Cha.
Baca juga: Demo Thailand Pecah Lagi, Polisi Tembakkan Peluru Karet dan Gas Air Mata
Sekitar 150 pengunjuk rasa berkumpul di persimpangan utama Monumen Kemenangan Bangkok pada Rabu (11/8/2021) sore, berniat untuk melakukan aksi pawai ke kediaman Prayut.
Mereka dengan cepat membubarkan diri ketika polisi anti huru hara bergerak dan menangkap setidaknya dua demonstran.
Sebelumnya pengunjuk rasa membakar patung seorang hakim Thailand yang menolak jaminan bagi tahanan politik.
"Polisi bukan musuh kami. Musuh kami yang sebenarnya adalah pemerintah," kata seorang pengunjuk rasa pada rapat umum tersebut melansir AFP.
#Thailand protest now at 545pm. Still going at it #????11????? pic.twitter.com/kHBQjxM15y
— May Wong (@MayWongCNA) August 11, 2021
Pihak berwenang kemudian menggunakan kontainer pengiriman untuk memblokir rute ke kediaman Prayut.
Pergerakan itu memicu bentrokan di tengah hujan lebat, dengan polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke pengunjuk rasa dari jalan tol yang ditinggikan.
Para pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan proyektil dan membakar truk polisi, asap hitam membumbung ke udara.
Baca juga: 2 Geng Monyet Tawuran di Thailand, Sebabkan Kemacetan Lalu Lintas
Bentrokan antara demonstran dengan polisi di Bangkok juga terjadi sehari sebelumnya Selasa (10/8/2021). Setidaknya 48 demonstran ditangkap dan sembilan petugas terluka termasuk satu tertembak di kaki.
Petugas menggunakan gas air mata, meriam air dan peluru karet sementara pengunjuk rasa membalas dengan petasan dan batu.
Polisi Bangkok, menghadapi tuduhan kekerasan. Tapi mereka bersikeras pendekatannya sejalan dengan hukum, dan mendesak orang untuk tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
King of Thailand, said that
“Thailand is the land of compromise”
What ? compromise?#????11?????
— 27 (@sundaeloner) August 11, 2021
Sebuah gerakan pro-demokrasi yang dipimpin oleh pemuda dimulai tahun lalu, dan pada puncaknya menarik puluhan ribu orang berunjuk rasa menuntut pengunduran diri Prayut, mantan panglima militer yang berkuasa dalam kudeta Thailand 2014.
Gerakan itu juga berupaya mematahkan tabu yang telah lama dipegang masyarakat “Negeri Gajah Putih”, yakni dengan menuntut reformasi monarki Thailand.
Sejumlah pengunjuk rasa telah dijatuhi berbagai tuduhan atas pencemaran nama baik kerajaan, yang mengancam mereka hukuman maksimum 15 tahun penjara.
Tetapi gerakan itu kehilangan momentum ketika kasus Covid-19 Thailand melonjak, dan para pemimpinnya ditahan.
Pengadilan pidana Bangkok pada Rabu (11/8/2021) menolak jaminan untuk pemimpin unjuk rasa dan pengacara hak asasi manusia Anon Numpa. Putusan itu berdalih ada kekhawatiran atas kemungkinan pelanggaran lebih lanjut dan pelanggaran persyaratan jaminan.
Baca juga: Covid-19 di Thailand Memburuk, ICU Membeludak, RS Kekurangan Ranjang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.