Beberapa pihak mendukung agar pemerintah mengimbau pemakaian masker di dalam ruangan sebagai bagian dari kampanye kesehatan publik, tapi beberapa pihak lain mengatakan ini sepenuhnya terserah kepada masing-masing individu.
Beberapa orang juga mengatakan pemakaian masker adalah tanda kesopanan umum, terutama di transportasi publik atau tempat-tempat ramai.
Saat ini, banyak pemerintahan terjebak dalam dilema antara kejatuhan ekonomi bila perbatasan negara ditutup untuk perjalanan non-esensial dan kebutuhan untuk melindungi populasi dari virus.
Negara berbeda punya aturan berbeda, dan pakar seperti Profesor Heymann mengkritik apa yang ia sebut sebagai koordinasi payah secara global.
"Dengan distribusi vaksin yang tak merata, WHO tidak akan merekomendasikan 'paspor vaksin', namun saya melihat beberapa negara akan menggunakannya," ujarnya.
"Tentu tidak etis mewajibkan sertifikat vaksinasi bila orang-orang tidak bisa melakukan perjalanan, apalagi jika mereka tidak bisa divaksin karena alasan tertentu."
Walau begitu, Uni Eropa telah mulai menerapkan Sertifikat Covid Digital, yang memperbolehkan warga negara dan penduduk melakukan perjalanan antarnegara tanpa pembatasan jika mereka sudah divaksin, memiliki hasil tes negatif, atau baru sembuh dari penyakit ini.
Paspor vaksin diakui oleh ke-27 anggota UE, juga Islandia, Norwegia, dan Swiss.
Namun bagaimana negara-negara lain di dunia menghadapi pergerakan manusia melalui perbatasan mereka, masih belum diketahui.
Perjalanan internasional telah menurun drastis sejak Maret 2020 dan UNCTAD, Badan PBB untuk Perdagangan dan Perkembangan, memperkirakan pandemi mengakibatkan kerugian sebesar US$1,4 triliun di sektor pariwisata selama 2021.
Negara-negara dengan pendapatan rendah mengalami kerugian terbanyak.
Baca juga: Yakin Virus Corona Tak Bisa Lenyap, Singapura Berencana Tangani Covid-19 seperti Endemik
"Dunia telah gagal. Sebagai komunitas global, kita telah gagal," begitu Direktur Jenderal PBB Tedros Adhanom Ghebreyesus berkata dalam sebuah pernyataan pers.
Selain isu kemanusiaan, "demokrasi vaksin" penting untuk mengontrol varian-varian Covid-19.
Dalam sebuah surat terbuka baru-baru ini, pimpinan WHO, Badan Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan ketiadaan vaksin di negara-negara miskin menciptakan kondisi yang mendorong munculnya varian-varian baru.
"Yang sedang terus terjadi, tahap kedua pandemi sedang berlangsung. Distribusi vaksin yang tidak adil tidak hanya membuat jutaan orang rentan terhadap virus, tapi juga membuat varian berbahaya bermunculan dan mengancam seluruh dunia," tulis mereka.
"Bahkan negara-negara dengan program vaksinasi yang bagus dipaksa untuk membuat pembatasan yang lebih ketat. Ini tidak harus terjadi."
Dalam pertemuan G7 baru-baru ini, para pemimpin dunia dari tujuh negara dengan ekonomi terkuat (Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan AS) berjanji menyumbangkan satu miliar dosis vaksin ke negara-negara miskin.
Ini masih jauh di bawah perkiraan kebutuhan vaksin di negara miskin menurut perkiraan WHO, yakni 11 miliar dosis. Dan vaksin yang mencapai semua lapisan masyarakat adalah kunci bagi imunitas, selama virus ini masih terus ada di masa mendatang.
"Ada tanggung jawab kesehatan publik dan kemanusiaan untuk memastikan kita mendapatkan distribusi vaksin yang setara di seluruh dunia," kata Profesor Heymann.
Baca juga: Vaksinasi Lambat, Gelombang Ketiga Covid-19 Menyebar Brutal di Afrika
Berbagai studi memperlihatkan virus ini bisa menginfeksi kucing, kelinci, hamster dan terutama sangat mudah menular di kalangan cerpelai - ilmuwan di Denmark menemukan bukti transmisi dari cerpelai ke manusia.
Para ahli berkata, selama masih ada binatang di alam yang bisa tertular virus ini, maka selalu ada risiko virus ini bisa menulari manusia.
"Penyakit ini ada di luar sana. Jika tersedia kesempatan, mereka bisa saja melompat (ke manusia)," kata Dawn Zimmerman, dokter hewan liar di Program Kesehatan Global Institut Konservasi Biologi Smithsonian kepada BBC.
Baca juga: Ilmuwan Buru Wanita China Berjuluk Pasien Su, Diduga Pasien Nol Covid-19
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.