Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Etnik Myanmar Bersatu Lawan Kudeta, Akankah Tiru Sumpah Pemuda Indonesia?

Kompas.com - 01/04/2021, 22:41 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Berdasarkan percakapannya dengan perwakilan-perwakilan etnik di Myanmar, ia menyimpulkan mereka tidak menghendaki desentralisasi pemerintahan ala Indonesia yang digulirkan sesudah reformasi.

"Karena menurut mereka, desentralisasi itu kekuasaan penuh tetap ada di tingkat nasional dan mereka hanya diberi kekuasaan yang sifatnya sedikit."

Baca juga: Korban Tewas dari Kudeta Myanmar telah Lampaui 500 Orang, Para Pejabat di Dunia Marah

Seorang insinyur dan aktivis muda dari etnik mayoritas Bamar, mengaku kini sudah waktunya mengakomodir gagasan kelompok minoritas untuk membentuk federalisme dalam negara kesatuan Myanmar.

"Mereka selalu dinafikkan hak-hak dasar manusia mereka dan saya juga merasa bahwa mereka tidak diakui oleh kami, termasuk oleh orang-orang Bamar. Fakta bahwa kami tinggal diam karena tidak berdampak pada kami, itu membuat kami sangat sedih sekarang," June Khine membeberkan pemikirannya dalam wawancara dengan wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir.

Namun dengan adanya kudeta, perjanjian damai antara pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata dibatalkan oleh junta militer.

Bahkan militer melancarkan serangan terhadap posisi gerilyawan Persatuan Nasional Karen yang beroperasi di wilayah timur, berbatasan dengan Thailand. Sekitar 3.000 penduduk Karen dilaporkan mencari perlindungan ke wilayah Thailand.

Hingga kini Tatmadaw belum memberikan keterangan terkait dengan serangan tersebut, tetapi sebelumnya selalu menegaskan bahwa Angkatan Bersenjata merupakan satu-satunya lembaga yang mampu menjamin persatuan nasional.

Bagaimana dengan Rohingya?

Dr Sasa, utusan parlemen Myanmar yang digulingkan untuk PBB baru-baru ini berusaha merangkul komunitas Rohingya.

Selama ini sebutan 'Rohingya' tak diakui dalam daftar etnik di Myanmar dan asal-usulnya dianggap sebagai pendatang dari Bangladesh. Milisi Buddha bersama aparat keamanan menyerang desa-desa Rohingya di Negara Bagian Rakhine.

Ketika mengomentari kebakaran dahsyat di kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh, yang menewaskan banyak orang pada Senin (22/3/2021), dr Sasa segera mencuit.

"Saya menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga-keluarga dari saudara dan saudari Rohingya yang telah kehilangan orang-orang tercinta. Saya tak sabar menunggu kepulangan Anda dan hidup berdampingan secara damai," tulisnya.

Baca juga: Pimpinan Junta Militer Myanmar Gelar Pesta Mewah pada Hari Paling Berdarah sejak Kudeta

Bagi seorang pengungsi Rohingya di Indonesia, pengalaman pahit yang dialaminya tak terlupakan sehingga ia tidak tahu apakah akan pernah bisa pulang.

"Di Myanmar, Buddhis membakar semua kampung kita. Selain itu, kita tidak boleh tinggal di sana. Kata mereka kita bukan Rohingya, tidak ada Rohingya di Myanmar. Kata mereka, kita orang Bangla," tutur Muhammad Ismail.

Padahal, masih menurutnya, nenek moyang dan keluarganya turun temurun hidup di Myanmar dan baru meninggalkan negara itu untuk lantas mengarungi samudra setelah keselamatannya terancam.

Isu Rohingya telah mencoreng nama Myanmar di mata internasional, tak terkecuali Aung San Suu Kyi dan para petinggi militer. Bahkan sebelum kudeta, Min Aung Hlaing sendiri telah diganjar dengan sanksi oleh Amerika Serikat.

Sementara Muhammad Ismail masih menjadi pengungsi dan pembangunan kebangsaan Myanmar belum terwujud, korban meninggal dunia akibat ditembak aparat keamanan terus berjatuhan dalam skala mengkhawatirkan.

Hingga Rabu (31/3/2021) jumlah korban meninggal melewati 520 orang, termasuk anak-anak, menurut organisasi pemantau Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP).

Dalam pidato peringatan Hari Angkatan Bersenjata atau Tatmadaw pada tanggal 27 Maret, Panglima Jenderal Senior Min Aung Hlaing, membela keputusannya menggulingkan pemerintahan sah hasil pemilu pimpinan NLD.

"Tatmadaw tak punya pilihan lain kecuali memikul tanggung jawab negara dengan cara-cara sah karena pemrerintahan pimpinan NLD melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dalam pemilu tahun 2020.

"Setelah masa keadaan darurat berakhir, pemilu yang jurdil akan digelar dan akan dilanjutkan dengan penyerahan tanggungjawab negara."

Sebagian besar rakyat Myanmar tidak percaya dengan janji-janji penguasa militer itu, apalagi ia tidak pernah menetapkan tanggal pemilu sejauh ini.

Namun satu hal yang setidaknya membuat Khin dan June Khine senang, mereka merasa bersaudara dan sama-sama menjadi bagian dari bangsa Myanmar.

Baca juga: Kelompok Pemberontak Rebut Bukit Strategis dari Militer Myanmar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

Global
[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

Global
Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Global
Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Global
TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

Global
Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com