Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Etnik Myanmar Bersatu Lawan Kudeta, Akankah Tiru Sumpah Pemuda Indonesia?

Kompas.com - 01/04/2021, 22:41 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Berbagai kalangan masyarakat Myanmar dari etnik dan latar belakang agama yang berbeda kini bersatu menentang kudeta militer di Myanmar, termasuk kaum minoritas yang selama ini merasa termarjinalkan di banyak bidang.

Khin, seorang perempuan dari komunitas Muslim di Yangon, kota terbesar Myanmar, menangis ketika menceritakan bagaimana ia bahu-membahu mengumpulkan dan menyalurkan bantuan kepada gerakan pembangkangan sipil (civil disobedience movement, CDM).

Gotong royong ia lakukan dengan sesama warga tanpa memandang etnik maupun agama, sekatan yang selama ini amat kental.

Baca juga: 43 Anak-anak Tewas di Myanmar, Korban Kejahatan Junta Militer

"Dulu mereka membenci Muslim secara sengaja. Kami tidak bisa beramah tamah, kami membenci satu sama lain. Hampir semua masalah yang timbul dikaitkan dengan agama," ungkapnya seraya menambahkan bahwa sebutan "mereka" ini mengacu pada penduduk mayoritas yang beragama Buddha.

"Mereka kini tahu kami semua bersaudara, semuanya satu keluarga," tambah Khin dengan suara tersekat.

Penuturan Khin dikukuhkan oleh June Khine.

Perempuan penganut Buddha itu mengakui meskipun kudeta membawa banyak kemunduran, peristiwa tersebut telah pula menyatukan berbagai etnik dan agama serta memberi ruang untuk saling memahami.

"Sebelumnya etnik-etnik minoritas kesulitan bertahan hidup ketika militer menyasar mereka, ketika terjadi perang saudara terus menerus di daerah mereka.

"Karena sekarang kami mulai memahami bagaimana rasanya hidup setiap hari di bawah penumpasan dengan kekerasan dan pembunuhan. Kami mulai bersimpati dan menyampaikan permintaan maaf yang sudah lama terlambat kepada mereka. Dan mereka menerima kami," kata June.

Baca juga: Myanmar di Ambang Perang Saudara Berskala Besar, Dewan Keamanan PBB Diminta Bertindak

Khin dan warga Muslim lain menerima permintaan maaf antara lain lewat sosial media.

"Sekarang tidak seperti itu lagi. Mereka mendukung kami. Di Facebook, mereka mendukung kami dan menyampaikan pesan 'maafkan kami atas perlakuan di masa lalu, kami tidak tahu apa-apa'. Itu kata mereka," jelasnya seraya buru-buru menambahkan bahwa ia yakin permintaan maaf tersebut adalah ungkapan tulus.

Khin, 52, dan June Khine, 24, berasal dari etnik Bamar, suku terbesar dari total penduduk sekitar 54 juta jiwa.

Jika Khin dilahirkan di keluarga Muslim dan kerap disebut Muslim Bamar, June Khine menganut agama utama di Myanmar, Buddha.

Keduanya tinggal di kota terbesar Yangon, mereka mengaku menyesal sebesar-besarnya atas ketidakakuran dalam hidup berdampingan dalam masyarakat selama ini, bahkan justru condong mengedapankan perbedaan.

BBC INDONESIA Kudeta Myanmar
BBC INDONESIA Kudeta Myanmar
Mereka adalah dua perempuan profesional; Khin seorang bankir dan June Khine seorang insinyur sipil.

Di luar suku Bamar, terdapat etnik-etnik minoritas yang tersebar di seluruh wilayah negara itu, mirip dengan kondisi di Indonesia. Tentu dengan perbedaan-perbedaannya.

Berikut sejumlah hal menarik tentang masyarakat Myanmar, sebagian mirip dengan Indonesia.

Beragam suku bangsa, agama dan bahasa

Myanmar secara alami terdiri dari masyarakat yang majemuk dengan 135 etnik dengan bahasa masing-masing. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding 1.340 suku bangsa di Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang dilansir Badan Pusat Statistik.

Sebagai agama terbesar, Buddha dianut oleh etnik mayoritas Bamar, disusul dengan Shan, Mon, dan etnik Rakhine, suku yang tinggal di negara bagian Rakhine.

Baca juga: Takut Dijatuhi Bom, Warga Myanmar Gali Bunker Perlindungan

Unjuk rasa multi etnik berlangsung di Persimpangan Hledan, Yangon pada 24 Februari 2021.EPA via BBC INDONESIA Unjuk rasa multi etnik berlangsung di Persimpangan Hledan, Yangon pada 24 Februari 2021.
Kelompok minoritas lainnya adalah etnik Chin yang mayoritas beragama Kristen, serta etnik Karen yang sebagian besar menganut Buddha dan animisme.

Adapun Rohingya, pada umumnya tinggal di Negara Bagian Rakhine, secara resmi tidak diakui sebagai warga negara, meskipun keberadaan mereka di Myanmar secara turun-temurun tak dapat dinafikkan.

Pada tahun 2017, Angkatan Bersenjata atau Tatmadaw menggempur warga sipil Rohingya. Dalihnya, menumpas terorisme.

Operasi militer terhadap gerilyawan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) tersebut dilaporkan menewaskan ribuan orang dan menyebabkan lebih dari 700.000 orang melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

Hingga baru-baru ini, sebagian besar orang Bamar mengabaikan atau bahkan menolak dugaan kekejaman yang dilakukan oleh Tatmadaw terhadap Rohingya dan minoritas-minoritas lain yang menuntut persamaan hak dan pengelolaan sumber daya alam, seperti di Negara Bagian Kachin, Shan, dan Karen.

"Pada saat ini musuh bersama kami hanya satu yaitu militer Myanmar itu sendiri. Tak seorang pun ingin hidup di bawah rezim militer, termasuk Bamar dan etnik-etnik serta agama-agama minoritas, sebab mereka akan semakin terpuruk di bawah pemerintahan militer karena akan semakin susah mewujudkan cita-cita mereka," jelas June Khine.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Global
7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

Global
Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Global
China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Global
AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

Global
Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Global
Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Global
Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Global
Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Global
Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Global
Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Global
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

Global
Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com