TEHERAN, KOMPAS.com - Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengatakan Iran hanya akan menerima dan bereaksi terhadap tindakan positif pihak lain terkait kesepakatan nuklir 2015, yang pernah dilanggar.
Khamenei mengatakan selama pidato televisi pada Rabu (17/2/2021) bahwa Iran telah banyak mendengar "pembicaraan dan janji manis" yang dilanggar, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (17/2/2021).
"Kali ini hanya aksi. Jika kita melihat aksi dari pihak lain, kita juga akan bertindak. Republik Islam tidak akan puas dengan janji aksi," ujar Khamenei kepada masyarakat Tabriz dalam peringatan terjadinya protes pada 1978, yang dianggap sebagai salah satu peristiwa yang menyebabkan revolusi setahun kemudian.
Baca juga: Kesepakatan Nuklir, Menlu AS: Jalan Diplomasi Terbuka untuk Iran
Pada 2018, mantan presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir antara Iran dan kekuatan dunia, kemudian menerapkan kembali sanksi keras terhadap negara yang masih berlaku hingga saat ini.
Dalam kesepakatan nuklir itu, semula menawarkan keringanan sanksi sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir Iran, yang diikuti oleh AS dan sejumlah negara lainnya.
Pemerintahan Presiden AS saat ini Joe Biden mengatakan ingin memulihkan kesepakatan bersejarah tersebut, tetapi bersikeras Iran harus kembali ke semua komitmen yang mulai dibatalkan pada 2019 sebelum sanksi dapat dicabut.
Pada awal Februari, Khamenei mengatakan "kebijakan definitif" Iran tentang Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), yang sebagaimana disepakati dan diketahui secara resmi, adalah bahwa AS harus mencabut sanksi terlebih dahulu karena secara sepihak melanggar kesepakatan.
Baca juga: Tiga Kekuatan Eropa Mengutuk Produksi Uranium Iran, Berharap Kesepakatan Nuklir Direvitalisasi
Iran, bagaimanapun, juga telah mengusulkan agar kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) dan kepala "koreograf" Komisi Gabungan JCPOA, Josep Borrell secara simultan kembali ke kepatuhan penuh di bawah kesepakatan oleh kedua belah pihak.
Pernyataan Khamenei datang ketika Iran berada di jalur yang tepat untuk menghentikan implementasi sukarela dari Protokol Tambahan, yang memberikan otoritas inspeksi luas kepada pengawas nuklir PBB.
Langkah pembatasan pengawas nuklir PBB yang dilakukan Iran mengacu pada undang-undang yang disetujui parlemen pada Desember, setelah terjadi pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir terkemuka Mohsen Fakhrizadeh.
Iran akan membatasi, tidak menghentikan inspeksi PBB, mulai 23 Februari.
Baca juga: Korea Utara Dituduh Curi Rp 4 Triliun lewat Uang Kripto untuk Danai Senjata Nuklir
Kazem Gharib Abadi, perwakilan Iran untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA), telah memberitahu PBB tentang langkah pembatasan inspeksi program nuklir di negaranya.
Dia mengatakan pada Selasa (16/2/2021) bahwa Iran akan menghentikan beberapa "langkah-langkah transparansi" yang berhubungan dengan produksi nuklir dan pengayaan uranium, di samping konstruksi bagian sentrifugal serta inspeksi mendadak.
Direktur IAEA Rafael Grossi akan mengunjungi Iran pada Sabtu (20/2/2021) untuk mencari solusi.
Presiden Iran Hassan Rouhani pada Rabu (17/2/2021) mengkonfirmasi pembatasan inspeksi yang akan datang, tetapi menekankan Iran telah dan tidak akan pernah mengejar senjata nuklir.
"Seperti yang telah kami katakan berkali-kali, belum ada dan tidak akan pernah ada ruang untuk senjata pemusnah massal, termasuk senjata nuklir, dalam program pertahanan negara kami," katanya dalam pidato kabinet yang disiarkan televisi.
Baca juga: Laporan PBB: Tentara Peretas Korea Utara Curi Rp 4,4 Triliun untuk Danai Program Nuklir
"Ini selalu menjadi pendapat terpadu kami bahwa kami tidak akan pernah mengejar senjata nuklir, tetapi kami akan mengejar teknologi nuklir damai karena itu adalah hak kami," terangnya.
Rouhani mengatakan Iran tidak ingin memiliki program nuklir rahasia apa pun, dan fatwa Khamenei yang melarang keras senjata pemusnah massal akan selalu ada.
Sementara, kekuatan Barat selalu mengatakan mereka percaya Iran memiliki program senjata nuklir rahasia yang dibubarkan pada 2003.
Pekan lalu, Menteri Intelijen Iran Mahmoud Alavi mengatakan "kucing yang terpojok" akan melakukan hal-hal yang tidak terduga dan jika kekuatan Barat mendorong Iran ke arah bom nuklir, itu adalah kesalahan mereka.
Pernyataan Alavi mengundang kecaman baik dari dalam maupun luar Iran dan beberapa pejabat menegaskan kembali bahwa fatwa Khamenei tetap tidak berubah.
Baca juga: Iran Tak Akan Patuhi Perjanjian Nuklir Sebelum AS Cabut Sanksi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.