Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eropa Lebih Pilih Reparasi, Menolak Buang Gawai Rusak

Kompas.com - 07/02/2021, 00:17 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

 

PARIS, KOMPAS.com - Kombinasi tukang reparasi amatir yang antusias, kafe-kafe reparasi, dan aturan yang baru di negara ini bisa membantu mengatasi masalah sampah elektronik bekas yang kian menggunung.

Bruno Mottis menyipitkan matanya yang dibingkai kacamata kulit penyu cokelat. "Hmm....Apakah Anda menumpahkan air di atasnya? Kabel di dalamnya tampak gosong, atau entah bagaimana terputus."

Mottis, yang merupakan relawan jasa reparasi, membalik timbangan dapur elektrik berwarna merah yang dihiasi dengan tulisan "Tetap tenang dan buat selai" itu, lalu memeriksa papan sirkuitnya dengan detektor voltase di bawah lampu terang.

"Bisa jadi timbangan itu basah saat saya membersihkannya," jawab Imene, warga Paris seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Sabtu (6/2/2021).

"Saya harap timbangannya bisa diperbaiki, jadi saya tak perlu beli yang baru. Kalau saya beli baru, cepat atau lambat akan ada masalah lain dan saya akan membeli timbangan lagi. Itu adalah lingkaran setan."

Ibu kota Perancis memiliki setidaknya belasan tempat yang dinamai "kafe reparasi".

Mereka adalah inisiatif bulanan gratis tempat warga masyarakat bisa memperbaiki peralatan rumah tangga dan elektronik dengan bantuan para relawan.

Baca juga: Bocah 4 Tahun Tertabrak Truk Sampah 30 Menit Setelah Sangat Bersemangat Jajal Baju Baru untuk Sekolah

Inisiatif ini dipelopori oleh jurnalis Martine Postma di Amsterdam pada 2009. Kini, ratusan lokakarya serupa telah diadakan di seluruh Eropa.

"Kita adalah masyarakat penyuka sampah dan konsumsi berlebihan," ujar Emmanuel Vallée, penyelenggara Kafe Reparasi Paris, yang biasanya dihadiri sekitar 25 orang setiap kali digelar.

Beberapa hadir secara daring sejak diluncurkan pada Mei 2019.

"Kita terbiasa membuang benda-benda yang sebenarnya belum harus dibuang," ucapnya. 

Bagi Vallée dan relawan reparasi lain sepertinya, banyak yang harus dikerjakan.

Dunia menghasilkan nyaris 45 juta ton limbah elektronik pada 2016 karena konsumen dan pelaku bisnis membuang ponsel tua, komputer, dan perangkat rumah tangga mereka, yang secara keseluruhan diperkirakan bernilai 62,5 miliar dollar AS (Rp 875 triliun).

Hanya 20 persen dari barang-barang ini yang didaur ulang dengan benar.

Di Eropa, di mana permasalahan ini sudah sangat akut, para peneliti memperkirakan hanya 12-15 persen ponsel bekas yang didaur ulang dengan benar, meskipun sekitar 90 persen penduduk memiliki telepon seluler.

Limbah elektronik atau e-waste, yang kerap dikirim secara ilegal dari Barat ke tempat pembuangan sampah beracun di negara-negara seperti Filipina, Ghana, Nigeria, dan China, diperkirakan akan bertambah menjadi lebih dari 52 juta ton pada akhir 2021.

Pada 2050, jumlahnya diprediksi akan berlipat ganda, menjadikannya jenis sampah domestik yang bertambah paling cepat di dunia.

Dampak lingkungan dari sampah ini beragam, mulai dari karbon emisi yang besar hingga polusi sumber air dan rantai pasokan makanan.

Namun, jumlah yang signifikan dari limbah tersebut sesungguhnya bisa dihindari melalui reparasi.

Menurut sebuah penelitian dari Badan Manajemen Lingkungan dan Energi Perancis, hanya 40 persen kerusakan alat elektronik di Perancis yang diperbaiki.

Baca juga: Foto Viral Anggota DPR Berlutut Bersihkan Sampah Usai Kerusuhan di Capitol

Namun, berbagai survei menunjukkan nyaris dua per tiga warga Eropa mengaku lebih suka memperbaiki perangkat elektronik mereka yang rusak ketimbang membeli yang baru. Ini menunjukkan, adanya sistem yang rusak dan harus diperbaiki.

Dalam upaya menurunkan angka limbah yang sebenarnya bisa dihindari ini, Majelis Nasional Perancis pada tahun lalu memperkenalkan indeks peringkat peralatan yang "dapat diperbaiki" untuk benda-benda, seperti mesin cuci, pemotong rumput, televisi, dan telepon pintar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com