"Perbaikan (produk) bukan prioritas bagi industri elektronik," kata Maarten Depypere, teknisi kebijakan perbaikan untuk iFixit Eropa, sebuah perusahaan swasta yang mengeluarkan skor kemampuan perbaikan untuk produk elektronik.
"Tapi Perancis benar-benar mempertimbangkan konsumen dalam undang-undang ini. Ini adalah solusi berimbang yang saya rasa akan meningkatkan persaingan antar-perusahaan. Saya pikir semua negara harus memiliki aturan serupa."
Studi pendahuluan menunjukkan naiknya jumlah gawai yang direparasi dapat memberikan dampak besar.
Analisis dari Biro Lingkungan Eropa (EEB), sebuah jaringan organisasi warga peduli lingkungan di Eropa, menemukan bahwa memperpanjang masa pakai semua mesin cuci, penyedot debu, dan telepon pintar di Uni Eropa selama setahun akan menekan empat juta ton karbon dioksida setiap tahun pada 2030.
Jumlah ini setara dengan mengurangi dua juta mobil dari jalanan setiap tahun.
Sementara, Australia meluncurkan laporan tentang "Hak untuk mereparasi" yang hasil temuannya akan dibuka pada Februari.
Seluruh perkembangan ini membutuhkan perubahan signifikan pada cara perusahaan memproduksi barang, kata Chloe Mikolajczak, dari kampanye Hak Mereparasi, sebuah koalisi 40 organisasi di 15 negara Eropa.
Banyak gawai, seperti earbud nirkabel, sama sekali tidak bisa diperbaiki atau dibongkar, saat baterai mati, barang ini harus dibuang.
Baca juga: Melihat Sampah Tak Terlihat di Balik Produksi Laptop dan Ponsel
Telepon pintar kini semakin kompleks karena memiliki banyak kamera, yang artinya semakin susah untuk direparasi.
Pembaruan perangkat lunak termasuk dalam tingkat kemampuan reparasi sebuah produk, kata Mikolajczak, dan produsen harus mampu memelihara gawai-gawai keluaran lama.
Ini tidak mudah. Produsen pengeras suara Sonos pada 2019 dikritik karena pembaruan pada perangkat lunak mereka membuat versi lama tidak bisa dipakai.
Apple memicu kontroversi karena dengan sengaja mengurangi kapasitas komputasi iPhone keluaran lama, dalam praktik yang dikenal sebagai "keusangan terencana".
DigitalEurope, badan industri teknologi digital yang mewakili perusahaan-perusahaan teknologi seperti Amazon, Apple, dan Google, menolak berkomentar saat dihubungi BBC Future Planet.
Namun seorang juru bicara merujuk pada dokumen perusahaan, yang mengatakan bahwa "anggotanya telah lama melakukan kemajuan dengan teknologi ramah lingkungan" dan mereka "menekankan kebutuhan untuk memastikan persyaratan yang seimbang" untuk hak mereparasi.
Menurut dokumen tersebut, aturan hak untuk mereparasi harus "proporsional, layak, hemat biaya, dan menghormati kerahasiaan bisnis".
Selain itu, disebutkan bahwa "produsen harus terus memilih layanan profesional yang dapat diganti melalui jaringan mitra teknisi bersertifikat", yang, menurut mereka, lebih baik ketimbang reparasi dari pihak ketiga dalam kualitas, alasan bisnis, keamanan, dan lingkungan.
"Kami meragukan argumen ini," kata Mikolajczak. "Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa reparasi oleh pihak ketiga bisa mengakibatkan hal buruk. Pembatasan ini akan menjadikan reparasi lebih susah dan lebih mahal bagi konsumen."
Bagi mereka yang berada di kafe-kafe reparasi di Paris, kenyataannya berbeda.
Ruangan dipenuhi dengan obrolan meriah, aroma kue-kue baru diangkat, dan suara dentingan peralatan reparasi. Belasan relawan dikelilingi oleh para peserta.
"Mereka bilang ini tidak bisa diperbaiki," ujar Caroline, warga lokal, melambaikan selembar formulir dari perusahaan pembuat mesin jahit keluaran 20 tahun lalu miliknya.
"Tapi kami menemukan masalahnya dalam hitungan menit. Segalanya lebih baik saat kami bisa menangani masalah dengan tangan kami sendiri," imbuhnya.
Baca juga: Selundupkan Muridnya dalam Tempat Sampah, Guru Ini Akui Punya Hubungan Spesial
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.