Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pemimpin Suku Asli Amazon Tuntut Presiden Brasil Jair Bolsonaro

Kompas.com - 23/01/2021, 22:15 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber AFP

BRASILIA, KOMPAS.com - Dua orang pemimpin suku asli Amazon di Brasil telah mengajukan permintaan mereka kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda untuk menyelidiki Presiden Brasil Jair Bolsonaro.

Melansir kantor berita AFP, Sabtu (23/1/2021), 2 orang pemimpin adat telah menuduh Presiden Brasil Bolsonaro melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Bolsonaro dituduh telah melakukan perusakan lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, melakukan pembunuhan dan juga penganiayaan.

Baca juga: Presiden Jair Bolsonaro: Brasil Sudah Rusak, Bos

Pemimpin Suku Kayapo, Raoni Metuktire dan Pemimpin Suku Paiter Surui, Almir Narayamoga Surui mengajukan gugatan mereka ke ICC pada Jumat (22/1/2021).

Sejak Bolsonaro menjadi presiden pada Januari 2019, "perusakan hutan Amazon semakin cepat tak terkendali," ungkap pengaduan tersebut kepada ICC, yang dilaporkan oleh surat kabar Le Monde Perancis hari ini.

Dikatakan dalam surat gugatan itu bahwa penggundulan hutan telah meroket sebesar 34,5 persen dalam setahun, pembunuhan para pemimpin adat mencapai angka tertinggi dalam 11 tahun dan lembaga-lembaga lingkungan telah runtuh atau menghadapi ancaman.

Baca juga: Celoteh Presiden Bolsonaro: Vaksin Covid-19 Pfizer Bisa Ubah Manusia Jadi Buaya

Kedua pemimpin itu mengatakan pembunuhan, pemindahan paksa masyarakat lokal dan penganiayaan merupakan "kejahatan terhadap kemanusiaan."

Pemerintah Bolsonaro telah mengusulkan Undang-Undang yang akan melonggarkan pembatasan di wilayah Amazon pada penambangan komersial, ekstraksi minyak dan gas, dan pertanian skala besar.

Aktivis sebelumnya telah mendorong tindakan perusakan alam yang disengaja oleh manusia untuk ditambahkan ke kejahatan yang dituntut oleh ICC, di samping genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

Baca juga: 38 Suku Amazon di Brasil Terinfeksi Virus Corona

Masalah tersebut diangkat oleh Republik Maladewa dan Vanuatu pada sidang umum ICC pada Desember 2019.

Situasi tersebut disebut paling dramatis dalam 10 tahun terakhir, dan merupakan akibat langsung dari kebijakan Jair Bolsonaro yang ingin mencabut semua penghalang untuk menjarah kekayaan Amazon, ungkap gugatan itu, yang juga menyebut pertambangan.

Gugatan itu juga mengatakan bahwa perusakan terhadap hutan Amazon merupakan bahaya langsung yang tak hanya berdampak pada orang Brasil tetapi juga bagi seluruh umat manusia.

Baca juga: Varian Baru Virus Corona Brasil Ditemukan di Kota Amazon

Pada Juli tahun lalu, petugas kesehatan di Brasil juga mendesak ICC untuk menyelidiki Bolsonaro atas kejahatan terhadap kemanusiaan yakni soal penanganan pandemi Covid-19.

Sebulan sebelumnya, Kepala Suku Raoni mengatakan kepada AFP dalam sebuah wawancara bahwa Bolsonaro mencoba menggunakan pandemi untuk memusnahkan penduduk asli suku Amazon.

Sementara itu, program vaksinasi Brasil telah banyak dikritik karena terlambat dan kacau, termasuk juga karena Bolsonaro sendiri menentangnya.

Baca juga: Presiden Bolsonaro Tidak Akan Lakukan Vaksinasi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Menhan Rusia Ingin Negara Sekutunya di Asia Tingkatkan Latihan Militer

Menhan Rusia Ingin Negara Sekutunya di Asia Tingkatkan Latihan Militer

Global
Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Global
Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Global
 Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Global
Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Global
Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Global
Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Global
[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit 'Otak Cinta'

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit "Otak Cinta"

Global
Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Global
Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Global
Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com