Meskipun kepresidenan Islandia sebagian besar merupakan posisi seremonial, dia mengambil peran aktif dalam mempromosikan negara sebagai duta budaya.
Finnbogadottir kemudian menjabat sebagai presiden Komisi Dunia untuk Etika Pengetahuan dan Teknologi Ilmiah (1997–2001) dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Dikenal atas upayanya untuk mempromosikan keragaman linguistik, ia menjadi duta besar UNESCO untuk bahasa pada 1998.
Vigdis pertama kali dikenal oleh orang Islandia melalui televisi saat memberikan pertunjukan pengajaran bahasa Perancis pada 1968.
Saat menjabt sebagai pemimpin negara, ia menekankan pentingnya bahasa, baik bahasa Islandia maupun asing.
"Kata-kata adalah istana kita di Islandia," katanya dalam pidato pengukuhannya pada 1980.
Sebagai pendukung Uni Eropa, Vigdis memperjuangkan masuknya Islandia ke Wilayah Ekonomi Eropa pada 1994.
Meskipun ada penentangan mendalam dari banyak pihak yang memintanya untuk memblokir pemberlakuan Perjanjian Asosiasi Uni Eropa, salah satu dari sedikit kekuatan konstitusional presiden.
“Ini adalah episode tersulit dalam karir saya,” akunya.
Ia juga menekankan perlunya menanam pohon, karena pulau vulkanik di tengah Atlantik Utara tetap menjadi salah satu negara paling sedikit hutan di Eropa.
"Jika Anda memikirkannya, ini adalah dua elemen yang paling penting bagi setiap orang Islandia saat ini, alam dan bahasa," kata Pall Valsson, penulis biografi Vigdis, kepada AFP.
Sehingga, ia menambahkan, "Dia berpikir jauh di depan pada masanya."
Baca juga: Perempuan Berdaya: Isabel Myers dan Katherine Cook Brigg, Ibu dan Anak Pencipta Tes MBTI
Setelah 4 dekade berlalu ini tetap menjadi panutan bagi orang Islandia.
Ia memegang rekor sebagai kepala negara dan pemerintahan wanita terlama yang dipilih nasional. Angela Merkel dari Jerman hampir menyamainya pada tahun depan.
"Dia membuka jalan bagi kita semua," kata Katrin Jakobsdottir, perdana menteri Katrin Jakobsdottir.