Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Penolakan Kelapa Sawit Indonesia di Swiss Resmi Dimulai

Kompas.com - 12/01/2021, 14:43 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

ZURICH, KOMPAS.com - Kampanye perlawanan terhadap rencana masuknya produk kelapa sawit asal Indonesia ke Swiss resmi dimulai.

Uniterre, LSM yang memelopori referendum penolakan kelapa sawit memulai kampanyenya di Bundenskanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss, di Bern, Senin (11/1).

Di hadapan wartawan yang ada di Gedung Parlemen Swiss, Uniterre menampilkan tujuh pembicara. Enam orang asli Swiss, dan satu orang asal Indonesia.

Baca juga: Potret Pekerja Anak di Industri Kelapa Sawit, Tak Sekolah hingga Diselundupkan ke Malaysia

Dari Swiss muncul dua petani organik, Willy Cretgeny dan Jelena Filiponic, dua anggota parlemen dari Swiss Barat, Nicolas Walder dan Denis de la Reussille, serta duo anggota partai Juso (Jungsozialist), Ronja Jansen dan Julia Kueng.

Dari Indonesia, Uniterre menampilkan Budi Tjahjono. Budi adalah aktivis gereja dan pegiat HAM. Saat ini, Budi Tjahjono menetap di Jenewa, Swiss Barat.

Jika pembicara dari Swiss fokus dengan topik kelapa sawit, Budi Tjahjono justru lebih banyak bicara tentang pertambangan Freeport di Papua.

Perkebunan kelapa sawit di Papua hanya disinggung singkat. Selebihnya, Budi Tjahjono yang berbicara sekitar delapan menit, lebih berkampanye tentang pertambangan dan Papua.

"Saya baru tiba dari Indonesia dua hari lalu. Di sini saya tidak hanya menyinggung kelapa sawit, tapi juga pertambangan,“ katanya memulai pidatonya.

Kepada Kompas.com, Budi menampik berbicara di luar jalur. Baginya, perdagangan Swiss dan Indonesia tidak hanya kelapa sawit. "Tapi juga emas,“ tepisnya.

Baca juga: Diskriminasi Kelapa Sawit, Pemerintah Gugat Uni Eropa ke WTO Awal 2021

Willy Cretegny, petani organik, mengaku risau dengan rencana masuknya produk kelapa sawit ke Swiss. "Selain merusak hutan tropis dan penghuninya, juga akan mendesak produk lokal, seperti minyak canola dan bunga matahari,“ kata Willy.

Ronja Jansen, Presiden Juso, segendang seirama. Ronja juga menyoroti rusaknya lingkungan hidup, khususnya hutan hujan tropis di Indonesia.

"Petani kecil juga terusir dari kediamannya,“ katanya. Ronja juga tidak percaya ada perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan. "Tidak ada itu,“ tegasnya.

Julia Kueng, rekan Ronja di Juso, menyatakan bahwa pembakaran hutan dan tanah gambut di Indonesia merupakan cara termurah untuk membuka perkebunan kelapa sawit. "Saatnya untuk menghentikan semua ini,“ katanya.

Jelena Pilipovic mengungkap adanya persaingan tidak sehat antara petani gurem dan konglomerasi. "Kalau minyak sawit masuk, maka produk lokal akan tersingkir karena kalah bersaing dalam harga jual,“ katanya.

Baca juga: Meski Indonesia Jadi Produsen Terbesar Dunia, Data Kelapa Sawit Masih Mengacu pada Malaysia

Dia menyebut di Indonesia banyak petani yang tersingkir akibat perkebungan sawit yang besar. "Di Swiss, petani yang sudah makin berkurang jumlahnya, akan makin banyak yang tumbang akibat perjanjian ini nantinya,“ kata Jelena.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com