BEIJING, KOMPAS.com – Bankir top China, Lai Xiaomin, yang dijatuhi hukuman mati karena dinyatakan bersalah telah melakukan korupsi dikritik oleh aktivis hak asasi manusia (HAM).
Lai Xiaomin ditangkap pada 2018 atas tuduhan menerima 1,8 miliar yuan (Rp 3,8 triliun) sebagai suap selama periode 10 tahun.
Penjatuhan hukuman mati tersebut merupakan salah satu hukuman paling berat yang berasal dari dorongan anti-korupsi oleh Presiden China Xi Jinping.
Human Rights Watch mencatat bahwa China mengambil langkah mundur sebagaimana dilansir dari BBC, Rabu (6/1/2021).
Pejabat China mengatakan, kejahatan yang dilakukan oleh Lai terjadi selama dia menjabat sebagai Kepala Huarong Asset Management.
Perusahaan keuangan itu didirikan pada 1999 untuk menghapus kredit macet dari bank-bank besar milik negara di China.
Pada Selasa (5/1/2021), Pengadilan Tianjin mengatakan kejahatan yang dilakukan Lai telah menyebabkan kerugian serius bagi kepentingan negara.
Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch Phil Robertson kepada BBC mengatakan bahwa penjatuhan hukuman mati kepada Lai Xiaomin karena menerima suap adalah keterlaluan dan tidak dapat diterima.
“Dan jelas melanggar komitmen China untuk menghormati standar hak asasi manusia internasional," tutur Robertson.
Baca juga: Xi Jinping Perintahkan Tentara China agar Siap Berperang Setiap Saat
Robertson menambahkan, hukuman mati harus segera diubah menjadi hukuman penjara.
"Dengan menjatuhkan hukuman ini, China jelas mengambil langkah besar mundur pada hak-hak dalam apa yang tampak sebagai upaya untuk menciptakan ketakutan di antara para pengusaha," imbuh Robertson.
Human Rights Watch menyebut taktik tersebut adalah membunuh ayam untuk ditunjukkan kepada monyet.
Seorang peneliti China di Human Rights Watch, Yaqiu Wang, menambahkan bahwa Xi memiliki sedikit niat untuk mengakhiri atau memperlambat kampanye pemberantasan korupsi.
Baca juga: Tim WHO yang Dikirim untuk Selidiki Asal-usul Covid-19 Ditolak Masuk China
Human Rights Watch dengan tegas menentang hukuman mati dalam segala keadaan karena dianggap kejam.
Kelompok itu menambahkan, bahwa mereka percaya hukuman mati melanggar hak untuk hidup dan martabat fundamental yang dimiliki semua manusia.
Human Rights Watch telah meminta pemerintah China untuk segera memberlakukan moratorium atas penjatuhan hukuman mati.
Baca juga: Sebelum Jack Ma Diwartakan Menghilang, China Dikabarkan Meminta Data Konsumen Ant Group
Di bawah kepemimpinan Lai, Huarong Asset Management mengumpulkan sejumlah besar modal dan secara agresif berekspansi ke layanan perbankan investasi.
Perusahaan manajemen aset yang terdaftar di bursa saham Hong Kong itu juga mengembangkan perusahaan pialang, asuransi, dan peminjamannya sendiri.
Caixin, sebuah majalah keuangan di Tiongkok, melaporkan bahwa 100 properti yang dikembangkan oleh anak perusahaan Huarong Asset Management di China selatan telah didistribusikan kepada mantan istri dan gundik Lai.
Partai Komunis China telah mengambil sikap yang semakin keras terhadap korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan eksekutif perusahaan. Lebih lebih dari 1 juta orang telah dihukum.
Pada 2016, China menaikkan ambang batas hukuman mati terkait korupsi menjadi 3 juta yuan (Rp 6,4 miliar) dari 100.000 yuan (Rp 214 juta), tetapi hukuman tersebut jarang digunakan.
Baca juga: Jack Ma Tak Kelihatan Selama 2 Bulan, Media China Sudah Prediksi Kejatuhannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.