GENEVA, KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan izin penggunaan darurat Covid-19 dari Pfizer-BioNTech, melansir Al Jazeera pada Jumat (1/1/2021).
Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa itu menilai langkah ini penting untuk membuat vaksin lebih mudah tersedia di negara berkembang.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (31/12/2020), WHO menyatakan validasi vaksinnya, yang pertama sejak dimulainya pandemi. Dengan ini membuka pintu bagi negara-negara untuk mempercepat proses persetujuan peraturan mereka sendiri, untuk mengimpor dan mengelola vaksin.
Menurut WHO, Ini juga akan memungkinkan kelompok, seperti UNICEF dan Organisasi Kesehatan Pan-Amerika, untuk mendapatkan vaksin. Lalu segera mendistribusikannya ke negara-negara yang membutuhkan.
"Ini adalah langkah yang sangat positif untuk memastikan akses global ke vaksin Covid-19," kata Dr Mariangela Simao, asisten direktur jenderal WHO untuk akses ke obat-obatan dan produk kesehatan, dalam pernyataannya.
Baca juga: Inggris Tawarkan Bantuan Vaksin Covid-19 untuk 3 Juta Warga Zimbabwe
“Tapi saya ingin menekankan perlunya upaya global yang lebih besar untuk mencapai pasokan vaksin yang cukup. Jadi produksi vaksin bisa memenuhi kebutuhan populasi prioritas di mana pun.”
WHO mengatakan vaksin Pfizer-BioNTech memenuhi persyaratan keamanan dan manfaatnya melebihi potensi risikonya.
Vaksin, yang harus disimpan pada suhu sangat rendah ini, sudah diberikan di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Qatar, Bahrain, dan Meksiko.
Kelompok hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan tentang negara-negara kaya yang “menimbun” vaksin dengan mengorbankan negara-negara berkembang.
Laporan terbaru oleh Amnesty International menemukan, semua vaksin Covid-19 Moderna Inc dan 96 persen dosis Pfizer-BioNtech telah diamankan oleh negara-negara kaya, termasuk Kanada, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
“Banyak negara telah mendapatkan vaksin, dapat dimaklumi, sebagai jalan keluar dari krisis ini dan ini adalah perlombaan,” Stephen Cockburn, kepala keadilan ekonomi dan sosial di Amnesty, mengatakan kepada Al Jazeera bulan ini.
Baca juga: Dosis Vaksin Covid-19 Pertama Tiba di Perancis, Mulai Vaksinasi pada Minggu
"Daripada bekerja sama, kami memiliki sikap 'saya yang pertama' di banyak negara dan ada kurangnya multilateralisme dan koordinasi global di dunia."
Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika, John Nkengasong juga memperingatkan bahwa Afrika mungkin tidak melihat vaksin sampai setelah kuartal kedua tahun 2021.
Nkengasong menyebutnya sebagai “masalah moral.”
Dia mendesak PBB mengadakan sesi khusus untuk membahas distribusi vaksin yang etis dan adil. Tujuannya untuk menghindari “ketidakpercayaan Utara-Selatan sehubungan dengan vaksin, yang merupakan kebaikan bersama”.
Badan kesehatan PBB, dengan GAVI Vaccine Alliance dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), mempelopori upaya global yang disebut COVAX.
Baca juga: Pekerja Medis di AS Dipecat Setelah Rusak 500 Dosis Vaksin Covid-19
Misinya untuk mengamankan dan mendistribusikan vaksin ke negara-negara miskin. Serta, memastikan suntikan tidak hanya ditujukan ke negara-negara kaya.
Aliansi COVAX yang didukung WHO memiliki perjanjian untuk hampir dua miliar dosis, dengan pengiriman pertama jatuh tempo pada awal 2021.
Aliansi ini telah melakukan pembicaraan dengan Pfizer dan BioNTech untuk mengamankan vaksin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.