Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Otoritas Iran Memaksa Perempuan untuk Berkerudung?

Kompas.com - 24/12/2020, 17:17 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Perempuan Iran diwajibkan memakai kerudung di depan umum, juga dalam iklan.

Sebuah iklan baru-baru ini yang menampilkan perempuan tanpa kerudung/hijab berbuntut sanksi. Mengapa hijab memainkan peran sentral di Iran?

Bagi Shahram Karami, jaksa penuntut di Kota Kermanshah, Iran barat, seorang perempuan yang menunjukkan rambutnya dalam sebuah iklan mode adalah tindakan "tidak bermoral".

Akibatnya, dia memerintahkan otoritas keamanan dan peradilan untuk mengejar semua individu yang terlibat dalam produksi dan distribusi video iklan yang menampilkan perempuan tanpa hijab.

Lembaga penyiaran berbahasa Persia di AS, Radio Farda, melaporkan bahwa empat orang telah ditahan sehubungan dengan video klip itu.

Aksi penangkapan tersebut memperjelas tekad rezim di Iran untuk menegakkan aturan berpakaian konservatif yang ketat bagi perempuan.

Dari perspektif pemerintah, menegakkan seperangkat aturan ini sama saja dengan kepentingan nasional Iran.

Semenjak revolusi Islam 1979, peran perempuan dalam masyarakat merupakan pilar inti dari ideologi negara Iran.

Baca juga: Perempuan Iran Buat Podcast untuk Lawan Anggapan Suami Pukul Istri Itu Biasa

Gagasan Khomeini tentang perempuan Iran

Pemimpin revolusioner Ayatollah Ruhollah Khomeini bersikeras agar perempuan berpakaian modest, menutup semua bagain tubuh.

Ia mengatakan kepada wartawan Italia, Oriana Fallaci dalam sebuah wawancara pada Februari 1979 bahwa "perempuan yang berkontribusi pada revolusi adalah perempuan yang mengenakan pakaian modest."

Khomeini mengatakan kepada reporter "perempuan genit, yang memakai riasan wajah dan memamerkan leher, rambut, dan tubuh mereka di jalanan, tidak melawan Syah Iran (Mohammad Reza Pahlavi). Mereka tidak melakukan apa pun yang benar. Mereka tidak tahu bagaimana menjadi berguna, juga bagi atau pekerjaan. Dan alasannya adalah karena mereka mengusik dan membuat marah orang dengan mengekspos diri mereka sendiri."

Segera menjadi jelas bahwa kaum revolusioner Iran ingin mendirikan tatanan sosial yang sangat konservatif.

Oleh karena itu, mereka membatalkan langkah Syah Reza Pahlavi untuk menempatkan pengadilan sekuler atas masalah keluarga, alih-alih menjadikannya sebagai hak prerogatif para pemimpin spiritual Iran.

Baca juga: Karantina Abadi Bagi Penyanyi Perempuan Iran

Hak-hak perempuan dan revolusi Iran

"Banyak perempuan menolak kebijakan ini," kata ilmuwan politik Negar Mottahedeh kepada DW.

Buku terbarunya, Whisper Tapes, didasarkan pada pengamatan jurnalis dan feminis AS, Kate Millet, yang melakukan perjalanan di Iran, tak lama setelah revolusi 1979.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com