Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Kecantikan Jepang Dikecam atas Komentar Rasis tentang Korea

Kompas.com - 17/12/2020, 19:49 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

Sumber AFP

TOKYO, KOMPAS.com - Sebuah perusahaan kosmetik besar di Jepang menghadapi seruan boikot online, pada hari Rabu (16/12/2020).

Seruan itu datang setelah pucuk pimpinan perusahaan itu menggunakan hinaan rasial untuk orang Korea. Dia juga dianggap sudah membual karena mengeklaim perusahaannya adalah "murni Jepang".

Yoshiaki Yoshida, CEO dari DHC membuat komentar tersebut dalam sebuah pesan di situs web perusahaan.

Ia menyerang saingannya Suntory, produsen minuman besar yang bersaing dengan DHC di sektor suplemen kesehatan.

"Untuk beberapa alasan, model yang disewa untuk iklan Suntory hampir semuanya adalah Korea-Jepang. Jadi itulah mengapa mereka diejek di Internet sebagai “Chontory”," tulisnya melansir AFP pada Rabu (16/12/2020).

"Chon" adalah istilah yang merendahkan bagi orang Korea di Jepang, yang secara luas dianggap diskriminatif.

Baca juga: Sebelum Kematian George Floyd, Rasisme di Minneapolis Sudah Marak Terjadi

Dalam tulisannya, Yoshida juga membandingkan karyawan DHC yang menurutnya semua adalah murni Jepang.

Diskriminasi terhadap orang Korea dan keturunannya di "Negeri Sakura" telah berlangsung selama beberapa dekade.

Hubungan keduanya tegang, karena memiliki latar belakang masalah yang berkaitan dengan sejarah masa perang.

Unggahan itu diterbitkan bulan lalu, tetapi hanya baru perhatian publik minggu ini.

Isu itu menyebabkan kemarahan di antara banyak pengguna Twitter Jepang. Mereka mulai menggunakan tagar "Saya tidak lagi membeli produk dari DHC yang diskriminatif."

Perusahaan, yang beroperasi di Korea Selatan, AS, Taiwan dan Inggris, tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar.

"Saya tidak bisa lagi mempercayai produk perusahaan semacam itu. Saya menentang diskriminasi!" tulis salah satu pengguna Twitter.

Baca juga: Rasis, Remaja Kulit Hitam Di-bully Remaja Kulit Putih untuk Cium Sepatunya

"Mereka tidak dapat melakukan bisnis tanpa mendiskriminasi minoritas, konsumen, dan perusahaan lain? Saya akan menolak perusahaan yang begitu dangkal," tulis yang lain.

Jepang memiliki undang-undang yang melarang ujaran kebencian. Tetapi seorang pejabat kementerian kehakiman yang dihubungi oleh AFP mengatakan, pihaknya hanya akan melakukan intervensi jika pengaduan resmi diajukan.

"Kebijakan utama kementerian tentang masalah ini adalah meluncurkan kampanye menentang ujaran kebencian secara umum," katanya.

Selama pemerintahan kolonial Tokyo 1910-1945 di semenanjung Korea, jutaan orang Korea pindah ke Jepang, baik secara sukarela atau bertentangan dengan keinginan mereka.

Ketika Jepang menyerah, ratusan ribu etnis Korea tetap tinggal. Mereka banyak yang mengalami diskriminasi dan kesulitan.

Reaksi media sosial terhadap DHC muncul setelah iklan Nike baru-baru ini juga menyoroti rasisme dan perundungan di Jepang. Apalagi di situ ada seorang anak yang mengenakan pakaian tradisional Korea.

Baca juga: Punya Sejarah Rasis, Sirup dan Tepung Pancake Aunt Jemima Bakal Ganti Merek

Iklan itu memunculkan kegemparan di dunia maya.

Sampai kemarin, iklan tersebut telah disukai lebih dari 91.000 kali di saluran YouTube Nike Jepang. Tapi disaat yang sama iklan tersebut juga tidak disukai oleh lebih dari 69.000 pemirsa.

Beberapa menuduh Nike melakukan sentimen anti-Jepang, bahkan menyerukan boikot terhadap produknya.

Jepang tetap menjadi negara yang cukup homogen, dan anak-anak ras campuran seringkali menghadapi prasangka. Walaupun begitu sikap di antara generasi muda saat ini berubah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com