Keluarga menambahkan ''tubuhnya gemetar tak terkendali dan suaranya lemah dan bergetar,'' ketika muncul di pengadilan. Dia telah melakukan mogok makan selama dua minggu awal bulan ini.
Al Hathloul dan aktivis perempuan Saudi lainnya ditahan pada tahun 2018. Sebagian dari mereka mengaku mengalami pelecehan fisik dan seksual selama dalam tahanan yang dilakukan interogator yang wajahnya tertutup.
Para perempuan itu mengatakan bahwa mereka dicambuk di punggung dan paha, disetrum dan disiram air. Beberapa perempuan bercerita mereka disentuh dan diraba secara paksa, dibuat untuk berbuka saat bulan puasa di bawah ancaman pemerkosaan dan kematian.
Seorang perempuan mencoba bunuh diri di penjara. Sementara sebagian besar perempuan telah dibebaskan sambil menunggu persidangan, Al Hathloul dan tiga aktivis perempuan lainnya masih dipenjara. Demikian dikutip dari Associated Press.
Baca juga: Setelah Netanyahu Dikabarkan Bertemu MBS, Arab Saudi Masuk Daftar Hijau Covid-19 Israel
Kelompok yang melacak persidangannya mengatakan, hanya kasus Al Hathloul yang dirujuk ke Pengadilan Kriminal Khusus. Pengadilan mengatakan akan membuka penyelidikan soal klaim penyiksaannya, demikian kata keluarganya.
Tahun lalu, otoritas Saudi memberi tahu Al Hathloul bahwa dia bisa dibebaskan jika mau menandatangani pernyataan yang menyangkal klaim pelecehan, ujar pihak keluarga. Jika menolak, akan dikurung di sel atau penahanan sendirian.
Al Hathloul telah lama menjadi pembela hak-hak perempuan di Arab Saudi. Penahanannya menyita banyak perhatian di seluruh dunia yang menyerukan agar ia dibebaskan tanpa syarat.
Pada 2014 dia ditahan selama lebih dari 70 hari setelah mencoba menyiarkan langsung dirinya mengemudi dari Uni Emirat Arab (UEA) ke Arab Saudi.
Saat itu masih ilegal bagi wanita untuk mengemudi di kerajaan tersebut. Dia ditangkap oleh otoritas Saudi saat mencoba melintasi perbatasan dan kemudian dibebaskan tanpa pengadilan.
Baca juga: Sebelum Dibunuh, Jamal Khashoggi Sempat Diancam oleh Oknum Pejabat Arab Saudi
Keluarga Al Hathloul mengatakan pada 2018, dia diculik pasukan keamanan Uni Emirat Arab di Abu Dhabi, tak lama setelah menghadiri pertemuan PBB di Jenewa yang membahas tentang situasi hak-hak perempuan di Arab Saudi.
Abu Dhabi adalah tempat tinggalnya saat mengejar gelar master. Dia kemudian dipaksa naik pesawat ke Arab Saudi, di mana dia dilarang bepergian ke luar negeri sebelum penangkapannya beberapa bulan kemudian.
Saat ditanya soal kasusnya bulan lalu, Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan bahwa dia dan perempuan lain yang diadili tidak ditahan karena aktivitas hak asasi manusia mereka melainkan ''didakwa dengan kejahatan serius”.
Dia membela pengadilan Saudi sebagai pengadilan yang independen, dan mengatakan pembebasan para aktivis tersebut diserahkan keputusannya pada pengadilan, bukan pemerintah.
Baca juga: Mengenal Sistem Kafala di Arab Saudi: Buruh Migran Kerja 24 Jam, Ada yang Ingin Bunuh Diri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.