Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membuat Takjub Orang Ekuador dengan Ayam Kremes dan Mi Goreng

Kompas.com - 25/11/2020, 14:13 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

QUITO, KOMPAS.com - Ekuador, negara Amerika Latin yang terletak nun jauhnya dari Indonesia, ternyata memiliki sejumlah kemiripan dengan Tanah Air kita.

Hal tersebut disampaikan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Ekuador, Diennaryati Tjokrosuprihatono, dalam konferensi video Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI, pada Selasa (24/11/2020).

Forum debrefing adalah wadah pertanggungjawaban bagi para perwakilan RI yang telah menyelesaikan masa pengabdiannya di periode itu, dalam bidang ideologi, sosial, politik, dan budaya.

Baca juga: Ekuador Awasi 260 Kapal Penangkap Ikan China di Dekat Perairan Galapagos

Dubes Diennaryati memulai paparannya dengan menerangkan, letak Ekuador dengan Indonesia di peta adalah 180 derajat jika ditarik garis lurus dari Kalimantan.

Namun saking jauhnya jarak kedua negara, perjalanan udara dari Jakarta ke Ekuador bisa memakan waktu 2 hari lamanya.

Meski terpisah jarak yang begitu jauh, ternyata ada sejumlah kemiripan antara Indonesia dengan Ekuador, selain sama-sama negara yang terletak di garis ekuator.

Dijabarkan Dubes Diennaryati, Ekuador memiliki perhiasan yang mirip Indonesia seperti manik-manik, kalung, dan perak. Ada juga binatang purba di sana. Jika Indonesia punya komodo, di Ekuador ada kura-kura raksasa.

Akan tetapi kemiripan sejumlah aspek tidak serta merta membuat nama Indonesia populer di negara yang beribu kota di Quito tersebut.

Baca juga: Armada Kapal Nelayan Berbendera China Masuk Kepulauan Galapagos, Ekuador Waspada

Dalam paparannya Diennaryati menerangkan, di Ekuador negara kita belum dikenal. Sedikit orang hanya tahu tentang Bali, atau mendengar Indonesia dari berita tsunami Aceh 2004.

"Diaspora Indonesia hanya sedikit, jumlahnya cuma 59 orang bersama saya. Kebanyakan adalah missionary yaitu para pendeta, yang datang dari NTT, ada dari Manado, ada juga dari Jawa, yang tersebar di seluruh wilayah Ekuador," lanjutnya.

Sajian spesial Paskah ala Ekuador, fanescaDok. Shutterstock Sajian spesial Paskah ala Ekuador, fanesca
Bahkan KBRI di Ekuador baru dibuka pada 2010, dan Diennaryati adalah dubes kedua. Tidak ada kedubes negara Asia Tenggara saat KBRI Ekuador dibuka. Kedubes negara-negara Asia hanya Jepang, Korsel, China, Turki.

Ketidakpopuleran Indonesia kemudian coba ditangani dengan menjalankan tujuan diplomasi, terutama meningkatkan perdagangan, wisata, dan investasi, demi membangun citra positif Indonesia yang hasilnya adalah mempromosikan Indonesia.

Baca juga: Dinyatakan Meninggal karena Covid-19, Wanita di Ekuador Tiba-tiba Bangun di Rumah Sakit

Salah satu cara yang ditempuh adalah mendalami bagaimana kehidupan dan makanan masyarakat Ekuador. Nantinya, hasil pengamatan itu bakal ditindaklanjuti dengan membawa chef Indonesia yang andal ke sana.

Kebudayaan Indonesia lainnya yang akan dikenalkan adalah seni tari, melalui staf lokal yang penari lulusan S1 atau S2 ISI (Institut Seni Indonesia).

"Karena agak sulit membawa penari-penari dari Indonesia untuk kita minta bantu promosi," imbuh Dubes Diennaryati.

Fesyen juga menjadi senjata andalan untuk mengenalkan budaya Indonesia di Ekuador.

Dalam presentasinya Diennaryati menunjukkan beragam pakaian adat Indonesia yang dipakainya di Ekuador, seperti bahan-bahan tenun, batik, songket, ikat, dan juga lurik.

Baca juga: Beredar Foto Warga Bakar Korban Covid-19, Pemerintah Ekuador: Itu Bakar Ban

"Kita menggunakan fashion diplomacy dengan law of attraction, artinya kalau kita merasa nyaman dan bangga dengan apa yang kita kenakan, pasti aura kita akan diterima dan orang ingin berkenalan dengan kita," ungkapnya.

Tak ketinggalan, masakan Indonesia juga turut dipromosikan agar orang-orang Ekuador bisa merasakan kenikmatan hidangan Nusantara.

Diennaryati mengawalinya dengan menyelisik makanan-makanan pokok atau favorit orang Ekuador, kemudian menyajikannya dengan cara serta cita rasa khas Indonesia.

"Orang Ekuador itu makanannya tidak bervariasi. Jadi makanan Ekuador itu bisa kita temukan di Peru, Uruguay, Paraguay, di negara-negara Amerika Latin dengan variasi yang tidak banyak berbeda."

"Makanan utama mereka adalah pisang, alpukat, dan jagung ya. Tapi itu dianggap sebagai sayur, bukan buah."

Baca juga: Peti Kardus, Plastik, dan Bakar Barang, Cara Warga Ekuador Makamkan Jenazah Covid-19

Dari temuannya itu, dubes masa jabatan 2016-2020 tersebut kemudian menyajikan olahan pisang khas Indonesia seperti pisang goreng, pisang molen, pisang karamel, dan mendapat respons positif dari warga setempat.

"Tapi saya tidak bikin kolak pisang karena mereka tidak biasa makan dessert dalam bentuk kuah, harus yang kering."

Makanan-makanan lain yang membuat orang Ekuador takjub adalah nasi goreng, mi goreng dan ayam kremes.

Diennaryati tidak langsung mengenalkan makanan itu secara sekaligus tapi bertahap. Ia memulainya dengan nasi goreng, dan setelah disukai orang Ekuador lalu dikenalkan ke mi goreng dengan varian rasa serupa. Mereka pun menyukainya.

Baca juga: Duka Warga Kota Guayaquil di Ekuador Mencari Jenazah Keluarga Mereka

Kemudian untuk olahan ayam, Diennaryati menambahkan adding value berupa ayam kremes serta rempah-rempah yang menawarkan pengalaman baru menikmati daging ayam bagi orang-orang Ekuador.

"Jadi hal-hal tersebut memberikan daya tarik tertentu sehingga mereka akhirnya suka."

"Di samping itu ibu negara kalau ada bazar juga sangat mau mencicipi makanan Indonesia, dan kita pakai kebiasaan kita membawa pulang (makanan). Jadi itu yang akhirnya membuat makin menarik," pungkasnya.

Baca juga: Kota di Ekuador Terpaksa Masukkan Jenazah Korban Covid-19 ke Peti Kardus

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com