Tigray secara terbuka menolak ajakan Abiy yang ingin menyatukan negara dengan meningkatkan kekuasaan pemerintah pusat, seperti halnya daerah dan kelompok etnis lainnya.
TPLF juga memandang koalisi yang berkuasa itu ilegal dan setelah Abiy membatalkan pemilihan karena Covid-19, mereka membentuk dewan pemilihan sendiri untuk mengawasi pemilihan daerah pada bulan September.
Abiy mengatakan dia tidak mengakui hasil pemilihan tersebut dan melarang jurnalis asing bepergian ke Tigray untuk mendokumentasikan pemilihan.
Pemerintah di Addis Ababa memilih untuk memotong dana ke TPLF pada bulan Oktober, yang kemudian membuat marah para pemimpinnya.
Baca juga: Konflik Etiopia: 3 Roket Ditembakkan dari Tigray ke Ibu Kota Wilayah Amhara
Puluhan ribu warga Etiopia telah meninggalkan Tigray menuju Sudan sejak awal November, dengan PBB memperkirakan 200.000 orang akan melarikan diri dalam enam bulan.
PBB mengatakan 6.000 pengungsi memasuki Sudan setiap hari, dengan lebih dari 31.000 orang telah menyeberang sejak 20 November.
Tigray sendiri menurut badan-badan PBB sudah menjadi rumah bagi sebanyak 200.000 pengungsi dan orang terlantar.
Kelompok bantuan mengatakan mereka dilarang membantu di Tigray dan wartawan juga dilarang masuk untuk melaporkan apa yang terjadi.
LSM telah meminta pemerintah Etiopia untuk mengamankan akses mereka ke Tigray sehingga mereka dapat menyediakan pasokan bagi warga sipil yang terdampar akibat pertempuran.
PM Abiy mengatakan pada 16 November bahwa pemerintahannya "siap untuk menerima dan menyatukan kembali sesama warga Etiopia yang melarikan diri ke negara tetangga."
Tapi, ribuan orang terus melarikan diri dan banyak yang memiliki cerita mengerikan tentang bagaimana mereka melihat teman dan keluarga mereka terbunuh sementara yang lain tidak tahu di mana keluarga mereka karena komunikasi terputus di Tigray.
Kamp Um Raquba di Sudan telah dibuka kembali untuk menampung pengungsi setelah 20 tahun ditutup, setelah menampung ribuan warga Ethiopia selama kelaparan terburuk di negara itu pada abad ke-20 dari tahun 1983 hingga 1985.
PBB menyerukan gencatan senjata disegerakan pada 20 November sehingga koridor kemanusiaan dapat didirikan untuk memungkinkan warga sipil melarikan diri dengan selamat.
Baca juga: Konflik Etiopia-Tigray: Apa Pemicunya dan Apa yang Sedang Terjadi?
Konflik ini berisiko membuat kawasan itu tidak stabil dan dapat menyebabkan pengungsian massal di negara terpadat kedua di Afrika, dengan 110 juta jiwa.
Sebagai sekutu dekat militer Amerika Serikat (AS), Etiopia dipandang sebagai elemen penting dalam memelihara perdamaian di Tanduk Afrika yang rapuh.
Namun hal itu bisa dihancurkan oleh perang yang meluas ke Eritrea, dan fakta bahwa sekitar 96.000 pengungsi Eritrea yang tinggal di Tigray bisa mengungsi lagi.
Dengan pengungsi Etiopia yang melarikan diri ke Sudan, yang sudah memiliki 1,1 juta pengungsi, ini berisiko mengganggu kestabilan transisi yang sedang dilaluinya, di samping krisis ekonomi yang sudah dialaminya.
Etiopia juga menjalankan misi penjaga perdamaian yang sukses di negara tetangga Somalia, namun kini terancam karena kekacauan di dalam negaranya.
Baca juga: Konflik Etiopia: PM Abiy Ultimatum Pasukan Tigray Menyerah dalam 72 Jam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.