Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korea Utara Coba Mengatasi Rokok, Padahal Kim Jong Un Perokok Berat

Kompas.com - 14/11/2020, 21:24 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

PYONGYANG, KOMPAS.com - Bagaimana negara seperti Korea Utara mengatasi masalah kebiasaan merokok warganya, ketika pemimpinnya kerap mengirimkan pesan yang salah dengan terus merokok di depan umum?

Korea Utara adalah satu negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Hampir setengah dari semua pria di sana merokok, tetapi tidak ada perempuan yang merokok, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sebuah undang-undang yang disahkan awal bulan ini menetapkan larangan merokok di tempat umum di Korea Utara dan menetapkan aturan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih berbudaya dan higienis bagi masyarakat.

Namun, media pemerintah sering menunjukkan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un dengan sebatang rokok di tangan, hal yang disebut memberikan contoh yang buruk pada warga.

Jadi, bagaimana implementasi aturan larangan merokok di negara itu?

Baca juga: Korea Utara Dilaporkan Melatih Lumba-lumba untuk Siap Berperang

Apa yang diatur undang-undang itu?

Undang-Undang Larangan Tembakau yang diterapkan pada awal November ini menetapkan aturan yang harus diikuti oleh semua lembaga, organisasi, dan warga negara untuk melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat.

Undang-undang tersebut juga memperketat kontrol hukum dan sosial atas produksi dan penjualan rokok.

Aturan itu menyebutkan tempat-tempat di mana kegiatan merokok dilarang, seperti di area yang dimaksudkan untuk pendidikan politik dan ideologi, teater dan bioskop, unit pendidikan, fasilitas kesehatan umum, dan transportasi umum.

Ada wacana soal hukuman, tetapi media pemerintah belum mengumumkannya.

Beberapa hari setelah mengesahkan undang-undang baru itu, kantor berita negara KCNA melaporkan bahwa perokok berisiko lebih besar tertular virus corona, mengutip dokter dan ahli di seluruh dunia.

Baca juga: Korea Utara Sebut Badan Nuklir PBB adalah Boneka Negara Barat

Kapan kampanye anti-rokok dimulai?

Gerakan anti-rokok Korea Utara dimulai setelah penandatangan Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau, yang diratifikasi pada tahun 2005.

Sebagai bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Pengendalian Tembakau negara itu, label peringatan dipasang pada kemasan rokok dan aktivitas merokok di tempat umum dibatasi.

Sebuah kampanye dilakukan pada tahun 2019 untuk menginformasikan perokok tentang "-bahaya merokok, seperti dilaporkan KCNA.

Media pemerintah juga mengatakan langkah-langkah telah diambil untuk membatasi impor tembakau dari luar negeri.

Televisi Sentral Korea menggambarkan mereka yang merokok di pagi dan sore hari sebagai orang yang tidak berbudi, seperti dilaporkan situs web The Daily NK yang berbasis di Seoul.

Tahun ini diluncurkan situs yang memberikan informasi tentang bahaya rokok.

"Sains dan informasi penting dalam kampanye antirokok," kata outlet berita propaganda Arirang-Meari.

Baca juga: Aktivis Klaim Korea Utara Biarkan Korban Covid-19 Kelaparan sampai Mati Lalu Dibakar

Seorang pemimpin yang perokok berat

Tapi Kim Jong Un adalah seorang perokok berat.

Dia sering terlihat memegang sebatang rokok dalam kegiatannya- baik dalam kunjungan ke kamp anak-anak atau saat mengawasi uji coba rudal.

Pada Februari 2019, dia terekam sedang merokok saat istirahat dalam perjalanan kereta api ke Vietnam untuk pertemuan puncak keduanya dengan Presiden AS Donald Trump.

Saudara perempuannya Kim Yo Jong memegang asbak untuknya.

Istri Kim Jong Un, Ri Sol-ju, dilaporkan telah mendesaknya untuk berhenti. Tetapi dia tidak mendengarkannya, seperti dilaporkan beberapa media.

Baca juga: Korut Keluarkan Larangan Merokok di Tempat Umum, Padahal Kim Jong Un Perokok Berat

Benarkah perempuan tidak merokok?

Jumlah perokok di Korea Utara tinggi selama bertahun-tahun dan tetap seperti itu meskipun terlihat angka penurunan yang lamban.

Laporan WHO untuk 2019 mengatakan 46,1 persen dari semua pria di atas usia 15 tahun di Korea Utara adalah perokok.

Menurut data itu tidak ada perempuan yang merokok.

Dalam masyarakat Korea Utara, perempuan yang merokok bisa diremehkan.

Perempuan yang merokok di depan umum dianggap tabu secara budaya dan sosial, terlebih jika yang melakukan adalah perempuan muda, bahkan jika dibandingkan dengan di Korea Selatan.

"Di Korea Utara, beberapa perempuan yang sudah menikah atau lansia merokok secara sembunyi-sembunyi," kata James Banfill, direktur CoreanaConnect, LSM berbasis di AS yang bekerja di Korea Utara, kepada BBC Monitoring.

Baca juga: Kim Jong Un Ancam Beri Hukuman bagi Warga Korut yang Sisakan Makanan

"Rokok di Korea Utara dianggap sebagai konsumsi pria. Rokok memiliki peran dalam budaya sosial, pekerjaan, dan militer pria Korea Utara. Konsumsi tembakau yang berlebihan secara budaya dapat diterima jika dilakukan oleh pria," kata Min Chao Choy, seorang jurnalis situs NK News.

Faktanya, perempuan digunakan dalam kampanye negara untuk mencegah pria merokok.

TV pemerintah pernah menayangkan program bertajuk The Extra Quality Favourite Item Threatening Life.

Pada tayangan itu, para perempuan memarahi para perokok pria, menyebut mereka orang bodoh yang mengganggu lingkungannya.

Terlepas dari konteks budaya dan gender, kebiasaan merokok sudah membunuh banyak orang di Korea Utara.

Setiap tahun, lebih dari 71.300 orang meninggal di Korea Utara karena penyakit yang disebabkan oleh konsumsi tembakau, menurut data yang dikumpulkan oleh Tobacco Atlas.

Sebagai perbandingan, Australia - negara dengan populasi serupa, yakni sekitar 25 juta orang - mengalami 22.200 kematian setiap tahun karena konsumsi produk tembakau.

Baca juga: Akankah Korut Semakin Benci Amerika Usai Joe Biden Menang Pilpres?

Jadi, apa yang telah dicapai kampanye ini?

Beberapa ahli kesehatan merasa inisiatif tersebut membawa dampak.

"Kurang dari separuh pria dewasa atau 46,1 persen adalah perokok: angka ini turun dari 52,3% pada 2009. Selama lebih dari 20 kunjungan terakhir saya Korea Utara selama 13 tahun belakangan, saya melihat lebih sedikit perokok di Pyongyang, terutama pada pria yang lebih muda," kata Kee B Park, direktur Proyek Kebijakan Kesehatan Korea di Harvard Medical School kepada BBC Monitoring.

Tetapi tampaknya ada pesan yang beragam karena rokok tersedia dengan harga terjangkau di Korea Utara.

"Seperti banyak negara, Korea Utara berjuang menuju konsep modernitasnya sendiri, yang mencakup beberapa kebijakan kesehatan modern seperti yang meminta warga berhenti merokok," kata Min Chao Choy.

"Perbedaan antara aspirasi rezim dan apa yang terjadi dalam kenyataan seringkali sangat besar dan hal itu dapat dilihat dari aturan larangan merokok versus kebiasaan warga untuk merokok," sambungnya.

Baca juga: Ranjau yang Dipasang untuk Cegah Pembelot Meledak, Puluhan Tentara Korut Terluka

Beberapa analis merasa bahwa pencegah yang lebih kuat diperlukan untuk membuat orang menghentikan kebiasaan merokok itu.

"Kampanye anti-rokok mungkin bertujuan untuk mengurangi jumlah perokok di tempat-tempat tertentu. Selain kemauan keras, tidak banyak mekanisme yang bisa dilakukan untuk membantu seseorang berhenti merokok di Korea Utara," kata Banfill.

Namun, bayangkan betapa kuat pesan kampanye itu jika pemimpinnya memberikan contoh yang lebih baik dan memutuskan untuk berhenti merokok?

Tentu saja tidak ada yang tahu kapan atau apakah itu akan terjadi.

Baca juga: Tangkal Ancaman Korut, Korsel Akan Gelar Latihan Gabungan Berskala Besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

Global
[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

Global
Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Global
Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Global
TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

Global
Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Global
 Paket Bantuan Senjata Besar-besaran AS: Taiwan Senang, China Meradang

Paket Bantuan Senjata Besar-besaran AS: Taiwan Senang, China Meradang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com