Andreas menambahkan, Biden berjanji di awal pemerintahannya akan fokus pada empat isu utama, yaitu perubahan iklim, kesetaraan rasial, pemulihan ekonomi, dan penanganan Covid-19.
Andreas menambahkan fokus tersebut tidak hanya akan berdampak bagi domestik AS, namun juga dunia.
Baca juga: Joe Biden Menang Pilpres AS, Indonesia, China, dan Australia Beda Reaksi
"Untuk di Indonesia, saya prediksi akan berpengaruh pada RUU KUHP di Indonesia yang banyak pasal-pasal baru rasial dan sektarian. Pasal penodaan agama yang naik dari 1 menjadi 6 pasal, kriminalisasi hubungan di luar nikah laki- perempuan, maupun homoseksual. Itu akan ada dalam radar pemerintahan Biden," kata Andreas.
"Lalu pada perlindungan dan penanganan pelanggaran HAM di Papua juga. Tapi dengan syarat, isu-isu tersebut dinaikan dan menjadi perhatian internasional sehingga semua sadar dan peduli," katanya.
Senada dengan itu, peneliti Kontras, Rivanlee Anandar, menyebut dalam beberapa waktu terakhir, pengabaian HAM di Indonesia semakin jelas.
"Kebebasan sipil dipertentangkan dengan obsesi pemerintah untuk menggenjot pembangunan infrastruktur dan melanggengkan kepentingan kekuasaan semata. Politik kompromis kerap dilakukan untuk menjaga stabilitas politik dan kekuasaan pemerintah," kata Rivanlee.
"HAM kerap menjadi komoditas dalam tiap pidato presiden, namun pada praktiknya jauh panggang dari api. Legitimasi atas pembungkaman kebebasan sipil makin marak terjadi," tambahnya.
Baca juga: Kisah Jill Biden, Seorang Guru yang Akan Menjadi Ibu Negara AS
Namun pengamat hubungan internasional dari Universitas Parahyangan, Sukawarsini Djelantik, menilai berbeda. Penyelesaian pelanggaran HAM tidak akan menunjukkan perubahan.
Alasannya karena, AS melihat Indonesia sebagai salah satu kekuatan besar di Asia Tenggara bahkan Asia Pasifik dari kaca mata pragmatis.
"Kebangkitan China, dari ekonomi dan militer, ketegangan di laut China Selatan, membuat kepentingan AS terbelah dan menjadi pragmatis ke Indonesia, sehingga akan mengesampingkan isu pelanggaran HAM demi kerja sama ekonomi dan keamanan di kawasan," kata Sukawarsini.
"Ini sudah dibuka (visa dan kerja sama dengan Prabowo) saya rasa mustahil AS tiba-tiba berbalik, pasti tidak akan segampang itu. Jadi saya melihat AS tidak akan menerapkan sanksi tegas lagi ke Indonesia melihat perkembangan dan kepentingan AS di kawasan," katanya.
Senada dengan itu, pegiat HAM dari hakasasi.id, Yati Andriyani, memandang, meskipun Partai Demokrati dikenal progresif memperjuangkan isu HAM namun tidak akan berdampak langsung secara positif dan progresif pada ke Indonesia.
"Karena isu HAM terganjal dengan alasan politik dan ekonomi. Sehingga kebijakan Biden atas situasi penegakan HAM di Indonesia mungkin tidak akan terlalu progresif," kata Yati.
Baca juga: Joe Biden Kunjungi Makam Putranya Sehari setelah Menang Pilpres AS
Kementerian Luar Negeri Indonesia belum mau berkomentar terkait hal ini.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Effendi Simbolon, menyebut kemenangan Joe Biden tidak berdampak pada perlindungan dan penuntasan pelanggaran HAM di Indonesia.