Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenangan Joe Biden dan Harapan Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu di Indonesia

Kompas.com - 10/11/2020, 11:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat (AS) memberikan harapan atas perlindungan dan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di dunia, khususnya di Indonesia, kata aktivis HAM di Indonesia.

Beberapa masalah yang menjadi fokus di Indonesia, kata para aktivis, adalah pelanggaran HAM masa lalu yang melibatkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, pelanggaran HAM di Papua, dan isu lainnya.

Senada, keluarga korban hilang berharap AS di bawah kepemimpinan Joe Biden dapat kembali menggaungkan isu penegakan HAM di dunia yang meredup empat tahun di bawah Donald Trump.

Kementerian Luar Negeri RI belum mau berkomentar terkait hal tersebut.

Sementara anggota DPR dari Komisi l mengatakan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tidak ada kaitan dengan AS, karena merupakan masalah dalam negeri Indonesia yang kuncinya ada di keinginan politik.

Joe Biden yang diusung oleh Partai Demokrat - partai yang memiliki perhatian serius terhadap isu HAM- menyebut terdapat empat prioritas kerjanya mulai dari penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi, penegakan masalah HAM seperti kesetaraan rasial dan perubahan iklim.

Baca juga: Transisi Kepemimpinan dari Trump ke Biden Terancam Alot, GSA Tolak Tanda Tangani Dokumen

Harapan antara HAM dan Prabowo

Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), kumpulan para korban dan keluarga korban yang diculik dan hilang antara1997 hingga 1998, menyambut baik terpilihnya Biden sebagai presiden AS karena diharapkan dapat mengembalikan perjuangan dalam menegakkan HAM di dunia, termasuk di Indonesia.

"Demokrat sangat concern dengan isu HAM, sehingga bisa mengingatkan negara-negara seperti Indonesia untuk meratifikasi instrumen HAM dan menyelesaikan masalah HAM masa lalu, seperti penghilangan paksa," kata Sekjen IKOHI, Zaenal Muttaqin, saat dihubungi BBC News Indonesia, Senin (9/11/2020).

Joe Biden, lanjut Zaenal, diharapkan juga bisa mencabut kembali visa yang diberikan AS dalam pemerintahan Donald Trump kepada Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, karena diduga terlibat pelanggaran HAM masa lalu.

Prabowo ditolak masuk AS sejak tahun 2000 dan salah satu di antara jenderal lain yang pernah ditolak masuk AS, seperti Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Syamsudin, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo, Letnan Jenderal TNI (Purn) Zacky Anwar Makarim, dan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo.

Pegiat HAM dari hakasasi.id, Yati Andriyani, berharap dengan terpilihnya Biden maka visa Prabowo dicabut kembali.

"Sebagai bentuk penghormatan HAM, keberpihakan dan perlindungan bagi para korban dan keluarga korban dan penegakan terhadap prinsip prinsip anti impunitas. Memastikan para terduga pelaku kejahatan kemanusiaan di Indonesia dan Timor Leste tidak lagi diberikan visa kunjungan ke AS," kata Yati.

Baca juga: Putin Tak Akan Beri Selamat kepada Joe Biden karena Hal Ini

Hukum Leahy

Akhir Oktober lalu, Prabowo diundang Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, di Pentagon untuk menjalin kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan.

"Saya tidak yakin mereka (Demokrat dan Biden) akan mengundang Menhan Prabowo lagi ke AS karena bertentangan dengan Leahy Law," kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch di Indonesia.

Hukum Leahy mengatur larangan bantuan militer AS kepada pasukan keamanan negara asing yang melakukan pelanggaran HAM berat dengan impunitas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

Global
[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

Global
Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Global
Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Global
TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com