Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Myanmar: Etnis Minoritas Dipinggirkan, Untungkan Jenderal dan Partai Besar

Kompas.com - 07/11/2020, 20:57 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

YANGON, KOMPAS.com - “Saya memutuskan untuk tidak ikut pemilu. Karena pemerintah tidak mampu meyakinkan saya sebagai pemilih atau warga negara,” kata Ye Wai Phyo Aung, penduduk Myanmar yang merasa dikecewakan oleh Aung San Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) kepada DW.

Padahal pada pemilu sebelumnya, Ye bangun pukul empat pagi agar bisa menjadi yang pertama tiba di tempat pemungutan suara.

NLD yang pada 2015 tampil dengan slogan kampanye “Waktunya bagi Perubahan”, tidak mampu mencatatkan banyak kemajuan selama berkuasa. Pertumbuhan ekonomi merangkak di bawah ekspektasi, sementara kebebasan pers dan berpendapat masih dibatasi.

Baca juga: Pemilu Myanmar Tinggal Menghitung Hari, Aung San Suu Kyi Kemungkinan Menang Lagi

Dalam kasus pengusiran terhadap warga Rohingya, NLD juga memihak militer. Pun perundingan damai dengan kelompok pemberontak di wilayah perbatasan menemui jalan buntu.

Pakar Myanmar asal Polandia, Michal Lubina, yang baru menulis buku tentang Aung San Suu Kyi mengatakan, “Pemenang Nobel perdamaian dari Myanmar itu berjanji membawa perubahan pada pemilu 2015. Tapi kekuasaannya sama sekali tidak menandakan perubahan, melainkan modifikasi dari kekuasaan militer, bukan sebuah transformasi mendasar.”

Peluang kemenangan NLD

Meski demikian, peneliti International Crisis Group (ICG) di Brussels, Richard Horsey, meyakini NLD dan Aung San Suu Kyi tidak akan kesulitan memenangkan pemilu. Untuk itu menurutnya ada beberapa alasan.

Baca juga: Caleg di Myanmar Ini Merayu Pemilih dengan Sembako Murah

Untuk pertama kalinya dalam pemilu di Myanmar, pemilih lebih memperhatikan kinerja dan pencapaian, ketimbang integritas moral seperti yang biasa diutamakan oleh budaya politik lokal yang dipengaruhi Buddhisme.

Ironisnya, kecaman internasional terhadap Aung San Suu Kyi terkait isu Rohingya semakin memperbesar peluangnya dalam pemilu kali ini. Dalam tema ini, sebagian besar penduduk mendukung sikap penerima nobel perdamaian itu.

Saat ini di Myanmar semua keberhasilan pemerintah disematkan kepada Aung San Suu Kyi, sementara setiap kegagalan diklaim bersumbu pada militer, struktur korup, pegawai negeri yang malas atau diakibatkan musuh asing.

Alasan kedua adalah tidak adanya alternatif lain. Kebanyakan warga di Myanmar mengenang era pahit kekuasaan militer dan kendaraan politiknya,

Baca juga: Jelang Pemilu Myanmar, Aung San Suu Kyi Klaim Covid-19 Terkendali di Yangon

Partai Uni Solidaritas dan Perkembangan (USDP), dengan rasa gentar. USDP sejauh ini gagal menanggalkan status sebagai partai militer atau membangun platform demokratis.

Nasib serupa diprediksi akan menimpa sekitar 100 partai lain yang ikut bersaing dalam pemilu legislatif.

UU Pemilu problematis

Alasan ketiga bagi keunggulan NLD adalah UU Pemilu di Myanmar yang cenderung lebih menguntungkan partai-partai besar.

Pada pemilu 2015, NLD merebut 79 kursi di parlemen, meski hanya bermodalkan 57 persen suara. Sementara USDP yang didukung militer mendapat 28 persen suara, namun hanya kebagian delapan persen kursi.

Militer bagaimana pun juga memegang kata terakhir dalam politik Myanmar. Menurut konstitusi, 25 persen kursi di parlemen ditunjuk langsung oleh militer yang memungkinkan mereka menggagalkan proses legislasi.

Baca juga: Jelang Pemilu Myanmar, Aung San Suu Kyi Beri Hak Suara Lebih Awal

Peta wilayah yang dihuni kaum minoritas etnis di Myanmar.DW INDONESIA Peta wilayah yang dihuni kaum minoritas etnis di Myanmar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com