Undecided voters adalah pemilih yang belum menentukan capres pilihannya.
Saat ini jumlah undecided voters tinggal sekitar 5 persen. Bahkan jika Trump menyapu seluruh undecided voters, jumlahnya tidak akan cukup untuk mengalahkan Biden.
Cerita berbeda terjadi pada pilpres 2016. Ketika itu menjelang hari-H masih ada 10-15 persen pemilih yang belum memutuskan siapa yang akan dipilih. Mayoritas besar undecided voters ini akhirnya memilih Trump yang memberikannya kemenangan krusial di swing states Rust Belt.
Ketidakpastian pada pilpres 2016 juga jauh lebih tinggi dari pilpres 2020, karena suara signifikan yang diraih calon dari partai kecil khususnya Gary Johnson dari Partai Libertarian.
Mantan Gubernur New Mexico itu meraih dukungan survei sekitar 5 persen, angka yang sangat tinggi untuk capres non-Republik dan Demokrat.
Baca juga: Campuri Pilpres AS, Sejumlah Entitas Iran Kena Sanksi
Johnson akhirnya memenangkan 3,28 persen suara nasional, dukungan yang diperolehnya dari pemilih yang tidak menyukai Clinton dan Trump yang sama-sama sangat tidak populer.
Pada pilpres kali ini calon partai kecil yaitu Jo Jorgensen dari Partai Libertarian dan Howie Hawkins dari Partai Hijau tidak menarik perhatian pemilih. Mereka hanya mendapat dukungan paling tinggi sekitar 1 persen.
Walau kampanyenya diprediksi berkali-kali akan kolaps, Biden berhasil memutarbalikan prediksi pengamat. Sepanjang tahun 2020, dukungan kepadanya stabil.
Faktor utama yang membuat pemilih nyaman dengan Biden adalah sosoknya yang positif di mata pemilih.
Tingkat kesukaan terhadap Biden menurut rataan terbaru Real Clear Politics adalah 49,7 persen. Ini memberikannya angka positif 5,2 persen berbanding dengan 44,5 persen yang tidak menyukainya.
Sosok Biden sebagai negarawan senior konsisten disukai dan semakin meningkat sejak kampanye resmi dimulai September lalu.
Baca juga: Jelang Pilpres AS, Beredar Teror Email Berisi Paksaan Memilih Trump
Sebaliknya Hillary Clinton adalah sosok yang sudah lama dikenal sangat membelah publik AS. Skandal demi skandal yang menerpa 40 tahun karier politiknya membuat politisi berusia 73 tahun ini tidak populer di mata publik.
Kasus surel pribadinya yang mendominasi kampanye pilpres 2016 memberikan impresi mantan ibu negara AS ini adalah politisi yang korup dan tidak transparan.
Mayoritas pemilih yaitu 54,4 persen menyatakan tidak suka terhadap Clinton. Hanya 41,8 persen yang menyukainya. Ini berarti Clinton memiliki angka negatif 12,6 persen untuk tingkat kesukaannya.
Trump berjaya membuyarkan mimpi Clinton menjadi presiden wanita pertama AS, karena taktik kampanyenya yang sukses besar terus menggaungkan Clinton sebagai wanita korup yang tidak dapat dipercaya.