Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Armenia-Azerbaijan: Latar Belakang dan Campur Tangan Negara Lain

Kompas.com - 28/09/2020, 07:49 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber BBC,AFP

Secara tradisional, wilayah tersebut dihuni oleh orang-orang Armenia Kristen dan Muslim Turki.

Di era Uni Soviet, Nagorny Karabakh menjadi wilayah otonom di dalam republik Azerbaijan.

Setelah Uni Soviet runtuh, Nagorny Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Tetapi mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia.

Kebuntuan antara Baku dan Yerevan sebagian besar terjadi sejak gencatan senjata tahun 1994.

Rusia secara umum dipandang sebagai sekutu Armenia sedangkan Turki dipandang sebagai sekutu Azerbaijan.

Baca juga: Makin Memanas dengan Azerbaijan, Karabakh dan Armenia Umumkan Pengerahan Militer

Rusia dan Turki

Turki telah memberikan dukungan di belakang Azerbaijan yang kaya minyak. Turki sendiri ingin menjadi negara yang berpengaruh di kawasan Kaukasus.

Aliansi keduanya dipicu oleh saling curiga terhadap Armenia. Bahkan, Turki secara rutin mengeluarkan pernyataan-pernyataan keras untuk mendukung ambisi Azerbaijan merebut kembali Nagorny Karabakh.

Armenia sendiri memiliki dendam terhadap Turki karena telah membantai sekitar 1,5 juta orang Armenia di bawah Kesultanan Turki Ottoman selama Perang Dunia I.

Lebih dari 30 negara mengakui pembunuhan itu sebagai genosida, meskipun Turki dengan keras membantah istilah itu.

Rusia memiliki hubungan dekat dengan Armenia. Rusia juga memimpin aliansi militer Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO) yang beranggotakan enam negara pecahan Uni Soviet termasuk Armenia.

Armenia mengandalkan dukungan Rusia dan jaminan militernya.

Baca juga: Perang Azerbaijan dan Armenia Pecah, Anak-anak dan Perempuan Tewas

Kepemimpinan

Armenia telah diguncang oleh ketidakstabilan politik dan ekonomi sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet.

Kepemimpinan Armenia pasca-Uni Soviet menekan oposisi terhadap pemerintahannya. Pihak oposisi juga dituduh memalsukan hasil pemungutan suara.

Tuduhan tersebut sebagian besar disinyalir bertujuan untuk mengamankan kepentingan Rusia.

Pada 2018, terjadi aksi unjuk rasa dan mengantarkan Nikol Pashinyan menjadi Perdana Menteri hingga sekarang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com