Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2020, 22:06 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

JENEWA, KOMPAS.com - Diplomat perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu menarik perhatian dalam Sidang Umum PBB saat menggunakan hak jawabnya, terhadap tuduhan Vanuatu tentang pelanggaran HAM di Papua.

Perdana Menteri Republik Vanuatu, Bob Loughman sebelumnya telah mengungkit isu pelanggaran HAM Papua di dalam Sidang Umum PBB.

"Sangat memalukan bahwa satu negara ini terus-menerus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau menjalankan pemerintahannya sendiri," ujar Silvany pada awal pidatonya, yang dilansir dari Youtube PBB pada Sabtu (26/9/2020).

"Terus terang saya bingung bagaimana bisa suatu negara mencoba untuk mengajar negara lain, sementara kehilangan inti dari seluruh prinsip dasar Piagam PBB," lanjutnya. 

Silvany mengatakan bahwa tuduhan pemerintah Vanuatu sudah tidak menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara Indonesia.

Baca juga: Di Sidang Umum PBB, Jokowi Dorong Perdamaian Indo-Pasifik

Di ruang sidang yang dihadiri perwakilan dari berbagai negara di dunia, Silvany menegaskan bahwa Indonesia dengan sadar berusaha mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, di mana setiap individu memiliki hak yang sama di bawah hukum.

Indonesia terdiri lebih dari ratusan suku bangsa yang beragam dan multikultural, dengan ribuan suku, ratusan bahasa daerah yang tersebar di lebih dari 17 ribu dan 400 pulau, berkomitmen terhadap hak asasi manusia.

"Kami menghargai keragaman, kami menghormati toleransi dan setiap orang memiliki hak yang sama di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini," tandasnya.

Ia juga mengutip kata-kata Presiden Indonesia, Joko Widodo saat memberikan pidatonya di Sidang Umum PBB, beberapa hari lalu, untuk melakukan pendekatan "win-win solution" untuk menjalin hubungan antar negara.

Baca juga: Pidato Jokowi di Sidang Umum PBB tentang Palestina: No Country Left Behind

"Memang seruan seperti itu digaungkan oleh para pemimpin dunia sepanjang pekan ini, tetapi negara ini memilih yang sebaliknya," ucapnya.

"Pada saat krisis besar kesehatan dan ekonomi, mereka lebih memilih untuk menanamkan permusuhan serta menabur perpecahan dengan memandu advokasi mereka untuk separatisme dengan perhatian masalah hak asasi manusia yang berlebihan," lanjutnya.

Balas kritik

Silvany balik mengkritik pemerintah Vanuatu, bahwa pemerintah Vanuatu sendiri tidak terlihat komitmennya untuk menghapuskan diskriminasi rasial, dengan belum menandatangani konvensi internasional tentang penghapusan diskriminasi rasial untuk semua orang.

"Jadi, sampai Anda melakukannya (berkomitmen menghapuskan diskriminasi rasial), mohon simpan khotbah untuk diri Anda sendiri," lontar Silvany.

Baca juga: Presiden Xi Jinping Bela Ambisi China di PBB, Peringatkan Benturan Peradaban

Ketika pemerintah Vanuatu bahkan tidak menandatangani kovensi internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, yang menjadi instrumen inti hak asasi manusia, kritikannya terhadap hak asasi manusia di Papua, Indonesia, menjadi dipertanyakan.

"Hal ini justru menimbulkan pertanyaan apakah mereka (pemerintah Vanuatu) benar-benar peduli dengan kepedulian masyarakat adat," sindir Silvany.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com