Terinspirasi oleh rekan-rekannya dari Amerika, pemimpin hak pilih Inggris, Emmeline Pankhurst, menyukai bibir denagn lipstik merah, yang membantu menyebarkan gerakan simbolis di antara sesama aktivisnya.
Baca juga: Perempuan Berdaya: Helen Gwynne-Vaughan menjadi Komandan Wanita Pertama dalam Perang Dunia I
Meski pun, gerakan perjuangan hak pilih mempopulerkan tampilan bibir merah di zaman mereka, Felder mencatat bahwa sudah ada momentum untuk menormalkan lipstik di kalangan wanita secara lebih umum.
Setelah para pejuang hak suara perempuan memakai lipstik merah, para flapper yang gemerlap dari Roaring Twenties pun mengikutinya.
Roaring Twenties mengacu pada dekade 1920-an dalam masyarakat Barat dan budaya Barat. Itu adalah periode kemakmuran ekonomi dengan tepi budaya yang khas di Amerika Serikat dan Eropa, terutama di kota-kota besar seperti Berlin, Chicago, London, Los Angeles, Kota New York, Paris, dan Sydney.
Felder menjelaskan bahwa gerakan hak pilih mungkin tidak sepenuhnya bertanggung jawab untuk mempopulerkan bibir yang diwarnai merah itu, para wanita secara luas yang kemudian membentuk gagasan "wanita modern" di Eropa dan Amerika, dengan bibir merah.
Selama Perang Dunia II, bibir merah menunjukkan sikap menantang yang berani. Adolf Hitler "terkenal sangat membenci lipstik merah," kata Felder.
Di negara-negara sekutu, memakainya menjadi tanda patriotisme dan pernyataan menentang fasisme.
Ketika pajak membuat lipstik merah menjadi sangat mahal di Inggris, wanita tidak kehilangan akal dengan menciptakan warna merah alami di bibir dengan jus bit.
Saat pria pergi berperang dan wanita mengisi peran profesional di rumah, memasuki dunia kerja, mereka menggunakan lipstik merah.
Baca juga: Ayahnya Meninggal karena Covid-19, Perempuan Wuhan Ini Gugat China
Felder menjelaskan, itu menunjukkan ketangguhan mereka dalam menghadapi konflik dan menawarkan perasaan normal di masa-masa sulit.
"Itu memungkinkan wanita untuk mempertahankan rasa identitas diri mereka sendiri sebelum perang," ujar Felder.
Ilustrasi J. Howard Miller tentang Rosie the Riveter, ikon budaya yang digunakan untuk merekrut dan memberdayakan pekerja pabrik wanita Amerika, ditonjolkan dengan memiliki bibir yang diolesi warna ceri.
Pada 1941 dan selama perang, lipstik merah menjadi penampilan wajib bagi wanita yang bergabung dengan Angkatan Darat AS.
Merek kecantikan memanfaatkan tren masa perang itu utnuk merilis produk lipstik merah, seperti Elizabeth Arden merilis "Victory Red" dan Helena Rubenstein memperkenalkan "Regimental Red".
Di sisi lain, Arden diminta pemerintah Amerika untuk membuat regulasi pewarna bibir dan kuku untuk memberikan pelayanan kepada perempuan.