Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perempuan Berdaya: Lipstik Merah Warisan Sejarah yang Simbolkan Keberanian Wanita

KOMPAS.com - Sebelum lipstik memiliki banyak warna, lipstik merah menjadi andalan para wanita. Selain sebagai alat merias diri, lipstik merah juga sebagai simbol keberanian perempuan menyuarakan haknya.

Pada 1912, ribuan pendukung gerakan hak pilih berbaris melewati salon Elizabeth Arden di New York, pendiri merek kosmetik yang mendukung hak-hak perempuan.

Sebagai bentuk dukungannya, Arden membagikan lipstik merah cerah kepada para wanita yang sedang pawai.

Elizabeth Cady Stanton dan Charlotte Perkins Gilman, merupakan pemimpin gerakan hak perempuan kala itu, menurut laporan yang dilansir dari CNN pada 12 Maret lalu.

Kedua wanita ini dikabarkan menyukai lipstik warna merah karena citranya mampu menarik perhatian dan menunjukkan keberanian, sehingga digunakan sebagai simbol pemberontakan dan pembebasan oleh para pengunjuk rasa.

"Tidak ada simbol hak pilih yang lebih sempurna daripada lipstik merah, karena tidak hanya kuat, tapi juga kewanitaan," kata Rachel Felder, penulis Red Lipstick: An Ode to a Beauty Icon pada tahun lalu, dalam sebuah wawancara telepon.

"Perjuangan hak suara perempuan adalah tentang kekuatan dalam diri wanita, bukan sekedar kekuatan," terang Felder.

Selama berabad-abad lipstik merah telah mengisyaratkan banyak hal, mulai dari penggunaan awal oleh kaum elit di Mesir kuno dan oleh pelacur di Yunani kuno, hingga statusnya di awal kemunculan Hollywood sebagai simbol kemewahan.

Dalam banyak rona, warna pada bibir ini telah menjadi senjata budaya yang kuat, yang mengandung makna dari ribuan abad.

"Lipstik merah benar-benar cara untuk melacak sejarah budaya dan semangat sosial," kata Felder.

Sampai lipstik dipopulerkan pada awal abad ke-20, bibir merah sering dikaitkan dengan wanita yang secara moral meragukan, yaitu ke arah tidak sopan, amoral secara seksual, bahkan sesat.

Di Abad Kegelapan, bibir merah dipandang sebagai tanda percampuran dengan iblis. Riasan "dikaitkan dengan feminitas misterius dan menakutkan," kata Felder.

Kemudian, buku Felder menjelaskan, ketika gerakan hak pilih Amerika mengadopsi bibir merah, rekan-rekan internasional mereka juga melakukannya.

Ketika gerakan hak-hak perempuan menyebar ke seluruh Eropa, Selandia Baru dan Australia, dengan Inggris dan Amerika sebagai penyelenggara yang sering berbagi taktik, mulai dari mengatur pawai, mogok makan, hingga strategi militan yang lebih agresif.

Lalu, solidaritas mereka pun meluas ke aspek riasan.

Terinspirasi oleh rekan-rekannya dari Amerika, pemimpin hak pilih Inggris, Emmeline Pankhurst, menyukai bibir denagn lipstik merah, yang membantu menyebarkan gerakan simbolis di antara sesama aktivisnya.

Meski pun, gerakan perjuangan hak pilih mempopulerkan tampilan bibir merah di zaman mereka, Felder mencatat bahwa sudah ada momentum untuk menormalkan lipstik di kalangan wanita secara lebih umum.

Setelah para pejuang hak suara perempuan memakai lipstik merah, para flapper yang gemerlap dari Roaring Twenties pun mengikutinya.

Roaring Twenties mengacu pada dekade 1920-an dalam masyarakat Barat dan budaya Barat. Itu adalah periode kemakmuran ekonomi dengan tepi budaya yang khas di Amerika Serikat dan Eropa, terutama di kota-kota besar seperti Berlin, Chicago, London, Los Angeles, Kota New York, Paris, dan Sydney.

Felder menjelaskan bahwa gerakan hak pilih mungkin tidak sepenuhnya bertanggung jawab untuk mempopulerkan bibir yang diwarnai merah itu, para wanita secara luas yang kemudian membentuk gagasan "wanita modern" di Eropa dan Amerika, dengan bibir merah.

Perang Dunia II

Selama Perang Dunia II, bibir merah menunjukkan sikap menantang yang berani. Adolf Hitler "terkenal sangat membenci lipstik merah," kata Felder.

Di negara-negara sekutu, memakainya menjadi tanda patriotisme dan pernyataan menentang fasisme.

Ketika pajak membuat lipstik merah menjadi sangat mahal di Inggris, wanita tidak kehilangan akal dengan menciptakan warna merah alami di bibir dengan jus bit.

Saat pria pergi berperang dan wanita mengisi peran profesional di rumah, memasuki dunia kerja, mereka menggunakan lipstik merah.

Felder menjelaskan, itu menunjukkan ketangguhan mereka dalam menghadapi konflik dan menawarkan perasaan normal di masa-masa sulit.

"Itu memungkinkan wanita untuk mempertahankan rasa identitas diri mereka sendiri sebelum perang," ujar Felder.

Ilustrasi J. Howard Miller tentang Rosie the Riveter, ikon budaya yang digunakan untuk merekrut dan memberdayakan pekerja pabrik wanita Amerika, ditonjolkan dengan memiliki bibir yang diolesi warna ceri.

Pada 1941 dan selama perang, lipstik merah menjadi penampilan wajib bagi wanita yang bergabung dengan Angkatan Darat AS.

Merek kecantikan memanfaatkan tren masa perang itu utnuk merilis produk lipstik merah, seperti Elizabeth Arden merilis "Victory Red" dan Helena Rubenstein memperkenalkan "Regimental Red".

Di sisi lain, Arden diminta pemerintah Amerika untuk membuat regulasi pewarna bibir dan kuku untuk memberikan pelayanan kepada perempuan.

Ia juga mengeluarkan "Montezuma Red" yang cocok dan menonjolkan pipi menjadi seragam berwarna merah.

"Mengenakan lipstik merah untuk seorang wanita di era itu sangat terkait dengan...rasa harga diri feminin khususnya harga diri wanita yang tangguh dan kuat," kata Felder, yang telah mengenakan kosmetik hampir di setiap hari sejak ia sekolah menengah.

Setelah perang usai, aktris Hollywood klasik seperti Elizabeth Taylor menambahkan lapisan bibir warna merah glamor untuk tampilan lebih percaya diri.

Era modern

Saat ini, simbol protes untuk pemberdayaan perempuan telah luas, terutama pussyhat pink yang mendominasi Pawai Wanita 2017.

Lalu, perilaku kebiasaan dari film The Handmaid's Tale yang telah dipakai secara internasional untuk kepentingan perempuan, termasuk demonstrasi pro-pilihan.

Namun, bibir merah masih terasa kuat.

Dalam gambar viral dari 2015, seorang wanita Makedonia mencium perisai anti huru-hara petugas selama protes anti-pemerintah, meninggalkan tanda ciuman merah dalam momen pemberontakan yang pedih.

Pada 2018, di Nikaragua, perempuan dan laki-laki mengenakan lipstik merah dan mengunggah foto diri mereka ke media sosial untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap pembebasan pengunjuk rasa anti-pemerintah.

Mereka bereaksi terhadap aktivis Marlén Chow, yang menentang interogatornya dengan mengoleskan lipstik merah.

Desember lalu, hampir 10.000 wanita di Chili turun ke jalan dengan penutup mata hitam, syal merah, dan bibir merah untuk mengecam kekerasan seksual di negara itu.

Dengan memakai bibir merah, pengunjuk rasa di seluruh dunia telah memanfaatkan kekuatan yang sama dengan gerakan hak pilih yang pernah terjadi seabad sebelumnya.

Dalam pernyataan kecantikan yang berani dan menantang ini, warisan kaum wanita berabad lalu masih tetap hidup.

https://www.kompas.com/global/read/2020/09/02/180712870/perempuan-berdaya-lipstik-merah-warisan-sejarah-yang-simbolkan-keberanian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke