Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/08/2020, 19:05 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Helen Gwynne-Vaughan yang lahir dengan nama Helen Charlotte Isabella Fraser, adalah wanita pertama yang mendapatkan penghargaan Komandan Wanita dari Ordo Imperium Britania (Dame Commander of the Order of the British Empire/DBE).

Peran wanita kelahiran 1879 ini di dunia militer tidak dapat diremehkan dengan para pemimpin pria lainnya di zaman Perang Dunia I.

Mengutip laporan dari Rafmuseum, pada 1917 saat Perang Dunia I masih berlangsung, Helen Gwynne-Vaughan diundang oleh Kantor Perang (War Office), bersama dengan Chalmers Watson, seorang dokter Skotlandia, untuk membantu membentuk Korps Tentara Pembantu Wanita (Women's Army Auxiliary Corps/WAAC).

Chalmers saat itu diangkat sebagai kepala korps. Sedangkan Helen sebagai kepala pengawas (luar negeri) yang ditempatkan di Perancis, dia berperan penting dalam menciptakan kekuatan yang dihormati dan disiplin.

Sebagai kepala pengawas, Helen harus bertanggung jawab atas organisasi dan menjalankan operasi korps di Perancis dan Belgia.

Menurut web akademik London, Hubungan keluarga Helen dengan militer, serta hubungannya dengan Louisa Garrett Anderson, yang mendirikan Korps Rumah Sakit Wanita, membawanya untuk ditunjuk sebagai kepala pengawas WAAC yang baru dibentuk.

Baca juga: Dukung ISIS, Seorang Wanita dari AS Dijatuhi Hukuman 7 Tahun Penjara

Ia memimpin sebuah korps sekitar 10.000 wanita di Perancis dan dia berangkat ke Perancis menuju garis depan perang pada 19 Maret 1917.

Mengutip informasi dari Science Focus pada Maret 2020, awal Perang Dunia I, perempuan dianggap tidak cocok untuk aksi di depan atau di luar negeri, peran mereka adalah mengurus rumah, sedangkan laki-laki menangani aksi perang.

Namun, pada 1917, War Office mengakui nilai potensial wanita, dan mulai merekrut untuk WAAC dengan slogan yang menarik, "Setiap wanita yang bugar dapat melahirkan pria yang bugar."

Sementara tentara pria melakukan pekerjaan penting, wanita dapat mengambil alih tugas kasar dari Perang Dunia I di antaranya, memasak, bersih-bersih, dan administrasi.

Menyeberangi kanal pada hari yang berkabut pada Maret, dia merasa melewati "keputusan untuk masuk ke dunia baru dan berbeda. Betapa berbedanya yang saya tidak sadari sejak awal," menurut Patricia Fara dalam tulisannya di Science Focus.

Langkah pertama Helen dalam WAAC adalah merancang seragam sopan yang sesuai untuk wanita di barisan pembantu militer, yaitu tanpa saku dada, panjang rok yang ujungnya 12 inci di atas tanah, dan topi dengan sedikit kerudung di bagian belakang.

Baca juga: Wanita Indonesia Disebut Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Selatan yang Tewaskan 14 Orang

Seorang yang sangat peduli terhadap detail ini, berhasil menanamkana kode etik militer yang ketat untuk pasukannya.

Tidak semua berjalan mudah, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencoba meyakinkan para perwira yang memiliki pemikiran berseberangan, bahwa pasukan wanitanya mampu bekerja keras, dan harus diizinkan memberi hormat.

Ia menentang penilaian bahwa keberadaan mereka di sana untuk menikmati seks dengan penduduk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com