NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Tanah longsor dan kecelakaan kerja kerap kali terjadi di tambang batu giok Hpakant, Negara Bagian Kachin, Myanmar.
Namun bencana yang terjadi lima tahun belakangan ini merupakan kejadian terburuk selama lima tahun belakangan.
Pada 2015, sekitar 100 orang tewas dalam kejadian tanah longsor. Kejadian tersebut memperkuat seruan untuk mengatur regulasi di tambang ini.
Kejadian longsor terbaru terjadi pada Kamis (2/7/2020). Pada saat kejadian, para penambang tengah bekerja mengumpulkan batu giok.
Baca juga: Tambang Batu Giok di Myanmar Longsor, 113 Orang Tewas
Tiba-tiba saja gelombang lumpur menerjang para penambang setelah sebelumnya hujan deras mengguyur wilayah Kachin.
Sebuah rekaman video yang beredar menunjukkan para penambang lari tunggang-langgang ketika gelombang lumpur hitam menerjang mereka.
Sebanyak 113 jenazah berhasil diangkat dari bekas longsoran. Namun jumlah korban yang masih tertimbun longsor diperkirakan masih banyak lagi.
"Sebagian jenazah masih berada di dalam kubangan lumpur. Jumlah korban [yang terangkat] semakin meningkat," ujar seorang pejabat lokal Kementerian Informasi Tar Lin Maung dilansir dari The South China Morning Post, Kamis.
Seorang penambang sekaligus saksi mata tanah longsor Maung Khaing (38) berujar, dia sedang mengambil gambar gundukan tanah bekas tambang yang seakan-akan mau longsor. Saat itu juga dia mendengar suara "lari! lari!"
Baca juga: Longsor di Battang, Warga Menjauh dari Lokasi, Puluhan Kendaraan Terjebak
"Hanya dalam semenit, semua orang yang berada di bawah [gundukan tanah bekas tambang] hilang. Hatiku hampa. Saya merasa merinding. Ada beberapa orang yang terjebak di dalam lumpur yang sempat berteriak meminta tolong. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan," ujarnya.
Tan Hlaing, seorang anggota kelompok masyarakat sipil setempat sekaligus sukarelawan, mengatakan setidaknya masih ada 100 orang yang masih tertimbun longsor pada Kamis.
Setiap tahun, media selalu melaporkan orang yang tewas di tambang tersebut. Sebagian besar penambang batu giok di lokasi itu merupakan penambang lepas yang mengais sisa-sisa batu yang tidak ditambang oleh kendaraan berat.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, ketika memegang tampuk kekuasaan pada 2016, berjanji untuk menertibkan industri pertambangan giok di wilayah tersebut.
Namun para aktivis mengatakan hanya sedikit yang telah berubah.
Baca juga: Viral Video Detik-detik Rumah Warga Ambles Diterjang Longsor di Palopo
Sementara itu total penjualan penjualan batu giok di Myanmar mencatatkan angka 750 juta dollar AS atau Rp 10 triliun.
Namun para ahli percaya nilai sebenarnya dari industri tersebut, yang sebagian besar diekspor ke China, lebih besar.
Tan Haling mengatakan otoritas lokal telah memeringatkan orang-orang untuk tidak ke tambang pada Kamis karena cuaca sedang buruk.
"Tidak ada harapan kompensasi untuk keluarga korban karena korban adalah pekerja lepas. saya tidak tahu cara keluar dari lingkaran [pekerja lepas tambang] ini. Orang-orang itu tetap mengambil risiko dengan pergi ke tambang karena merak tidak [unya pilihan lain," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.