Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

John Bolton: Trump Tak Tahu Bedanya Finlandia dan Rusia

Kompas.com - 18/06/2020, 18:21 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber The Sun

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - John Bolton dalam bukunya menyebutkan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pernah bertanya apakah Finlandia bagian dari Rusia.

Selain itu, disebutkan pula Trump berkata menginvasi Venezuela akan "keren", di buku berjudul The Room Where It Happened: A White House Memoir tersebut.

Kabinet Trump telah menuntut Bolton membatalkan rilis bukunya, yang sudah masuk ke daftar best-seller Amazon seminggu sebelum rilis, menurut CNBC.

Baca juga: Menlu AS Sebut Trump Penuh dengan Omong Kosong

New York Times melaporkan, buku Bolton mengisahkan pengalamannya sebagai pejabat senior Gedung Putih yang terlibat dalam diskusi-diskusi keamanan nasional.

Rabu malam (17/6/2020) Trump menanggapi tulisan mantan ajudannya itu, dalam wawancara dengan Wall Street Journal.

"Dia pembohong... semua orang di Gedung Putih membenci John Bolton."

Presiden AS tersebut juga menyebut Bolton "seorang lelaki lusuh" yang melanggar hukum, dalam wawancara terpisah dengan Fox.

Buku Bolton mengklaim sang presiden mengatakan, akan "keren" untuk menginvasi Venezuela dan menyatakan bahwa negara di Amerika Latin itu "benar-benar bagian dari Amerika Serikat," menurut beberapa kantor berita yang mendapat salinannya, termasuk The Washington Post.

Diklaim juga di buku tersebut, meski AS tidak mengakui Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebagai pemimpin negara, tapi Trump ragu mendukung pemimpin oposisi Juan Guaiado bahkan setelah Guaiado menyatakan dirinya presiden.

Trump dikabarkan ikut menandatangani proposal Bolton yang mengatakan AS lebih mengakui Guaiado daripada Maduro sebagai presiden Venezuela.

Akan tetapi 30 jam kemudian, Bolton mengklaim presiden mengatakan Guaiado tampak lemah seperti "anak-anak" dibandingkan Maduro yang "tangguh".

Baca juga: Trump Tidak Dapat Dipercaya, Iran Tidak Mau Berdiskusi

The Washington Post juga melaporkan, Trump berkata ke Menteri Pertahanan James Mattis bahwa Rusia harus menangani ISIS.

Laporan-laporan mengklaim, Bolton membenarkan tuduhan bahwa Trump menekan Ukraina untuk menyelidiki saingannya dari Partai Demokrat Joe Biden, yang akan membantunya memenangkan pemilu untuk kali kedua pada November mendatang.

Bolton juga menulis, Trump tidak tertarik membahas denuklirisasi dengan Korea Utara dan melihatnya sebagai "latihan publisitas", dan dia lebih ditekan untuk berteman dengan Kim Jong Un.

Trump, dilaporkan The Washington Post, memberikan hadiah-hadiah ke Kim termasuk salinan album Rock of Man yang ditandatangani Elton John. Pemberian ini jelas melanggar sanksi AS.

Baca juga: Trump Dikabarkan Minta Bantuan Xi Jinping agar Menang Pilpres

Dalam KTT pertamanya dengan Kim Jong Un pada 2018, Trump dikabarkan berulang kali bertanya kepada Pemimpin Tertinggi Korea Utara itu apakah sudah menerima CD-nya saat Menlu AS Mike Pompeo berkunjung ke Korut.

Dilansir dari The Sun Kamis (18/6/2020), Bolton adalah tokoh politik yang kontroversial.

Demokrat menghujatnya karena tidak memberikan kesaksian secara sukarela dalam sidang pemakzulan Trump pada Januari, dan menuduhnya menggunakan pengalamannya untuk mengambil untung dari bukunya.

Pria berusia 71 tahun itu menjabat sebagai penasihat keamanan nasional Trump selama sekitar 17 bulan, sebelum dipecat musim gugur lalu.

Konon, Bolton dan Trump tidak akur gara-gara beda pendapat soal perubahan kebijakan luar negeri di Afghanistan, Irak, dan Korea Utara.

Baca juga: Donald Trump, Membuat Amerika Berjaya Kembali

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com