Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Taiwan Bukan Anggota WHO, Bagaimana Awalnya Terjadi?

Kompas.com - 16/05/2020, 12:54 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

TAIPEI, KOMPAS.com - Taiwan menjadi salah satu yang disorot dalam pandemi virus corona. Bukan hanya karena keberhasilannya menangani pandemi, tapi juga karena bukan anggota WHO.

Beragam dukungan pun diarahkan ke Taiwan, salah satunya oleh Amerika Serikat (AS) yang menyerukan agar negara yang beribu kota di Taipei itu dimasukkan ke WHO dengan status pengamat.

Akan tetapi polemik keanggotaan Taiwan di WHO kemungkinan akan memburuk pekan depan, jika Taiwan tetap tidak diizinkan ikut serta di rapat besar WHO.

Rapat ini mempertemukan pembuat kebijakan tahunan WHO, yang diberi nama Majelis Kesehatan Dunia (WHA).

Baca juga: Taiwan Tolak Syarat Satu China untuk Ikut Rapat Besar WHO

Lantas, bagaimana awalnya Taiwan dipinggirkan dalam upayanya menjadi anggota WHO?

Taiwan - saat bernama Republik China - sebenarnya adalah anggota pendiri WHO, ketika badan kesehatan dunia itu dibentuk pada 1948.

Akan tetapi Taiwan didepak pada 1972, setahun usai kehilangan "kursi China" di PBB yang diambil oleh Republik Rakyat China.

Kedua pihak telah berpisah sejak 1949 setelah kaum Nasionalis kalah perang saudara dengan Komunis dan melarikan diri ke Taiwan, untuk membentuk pemerintahan tandingan.

Namun Beijing memandang Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, dan bersumpah suatu hari akan merebutnya, dengan paksa jika perlu.

China juga menolak keras pengakuan internasional atas Taiwan sebagai negara berdaulat. Dalam beberapa tahun terakhir China telah meningkatkan tekanan ekonomi, diplomatik, dan militer ke Taiwan.

Upaya China termasuk menjauhkan Taiwan dari keanggotaan badan internasional seperti WHO.

Baca juga: China Marahi Selandia Baru, Tak Usah Ikut-ikutan Dukung Taiwan di WHO

Tidak selalu seperti ini

Ketegangan antara China dengan Taiwan tidak selalu seperti ini. Antara 2009-2016 Beijing sempat mengizinkan Taiwan menghadiri WHA sebagai pengamat dengan nama Chinese Taipei.

Saat itu hubungan antara Taipei dengan Beijing sedang hangat-hangatnya, hingga situasi berubah saat Tsai Ing-wen menang pemilihan presiden pada 2016.

Wanita itu berasal dari partai yang memandang Taiwan sebagai negara merdeka secara de facto, dan tidak menganut prinsip "satu China" yang diusung Beijing.

Awalnya hanya ada sedikit dukungan bagi Taiwan untuk dimasukkan sebagai anggota WHO, tetapi pandemi Covid-19 telah mengubah keadaan itu.

Taiwan dipuji sebagai negara teladan untuk menangani wabah ini, dengan hanya 7 kematian dari 433 kasus infeksi.

Sebaliknya, China mendapat sorotan tajam terkait respons awal dalam menangani wabah ini, yang membuat Covid-19 menyebar ke seluruh dunia.

Baca juga: AS Kritik WHO, Anggap Hiraukan Peringatan Dini Virus Corona dari Taiwan

Mengapa kasus Taiwan bukan anggota WHO dipermasalahkan?

Taiwan dan para pendukungnya berpendapat, tidak adil mengucilkan 23 juta orang Taiwan dari badan kesehatan dunia, terutama saat pandemi seperti ini.

Mereka juga mengatakan, para pemimpin dunia dan dokter dapat belajar dari keahlian Taiwan dalam memerangi virus corona.

"Tidak ada seorang pun yang harus diperlakukan seperti anak tiri di jaringan kesehatan yang dijaga WHA," kata Wakil Presiden Taiwan Chen Chien-jen, yang juga merupakan ahli epidemiologi didikan AS.

"WHO terlalu mementingkan politik dan melupakan profesionalisme serta netralitasnya," tambah Chen dikutip dari AFP Sabtu (16/5/2020).

Tidak dimasukkannya Taiwan sebagai anggota WHO juga menimbulkan pertanyaan atas pengaruh Beijing terhadap induk kesehatan dunia itu.

Pekan ini pemerintahan Trump menuduh WHO lebih condong ke "politik daripada kesehatan masyarakat", dengan terlalu menghormati China.

Baca juga: Taiwan Tuntut Kepala WHO Minta Maaf, Ada Apa?

Apa kata WHO?

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, keikutsertaan Taiwan hanya dapat diputuskan oleh negara-negara anggota dengan persetujuan "pemerintah terkait". Pernyataan Tedros merujuk ke Beijing.

Ia juga menolak anggapan WHO terlalu menghormati Beijing di bawah kepemimpinannya.

Para pejabat WHO berujar, mereka rutin berkontak dengan Taiwan dan pejabat Taiwan sering dimasukkan dalam pertemuan teknis.

Akankah perjuangan Taiwan berhasil?

Kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Hanya 15 negara yang mengakui Taiwan atas China, kebanyakan dari mereka adalah negara perekonomian kecil di Amerika Latin dan Pasifik.

Hanya segelintir dari 194 negara di WHO yang tidak gentar jika Beijing marah, yang terbukti dengan gagalnya keanggotaan Taiwan di WHO pada 2007.

Akan tetapi pengakuan atas status negara berdaulat Taiwan secara de facto dipandang sebagai kemenangan bagi Taipei dan pukulan telak bagi Beijing.

Di sinilah Taiwan melihat keberhasilan yang signifikan selama pandemi virus corona.

Dalam beberapa minggu terakhir, Australia, Kanada, Jepang, dan Selandia Baru bergabung dengan AS untuk secara terbuka menyerukan Taiwan diberikan status pengamat di WHA.

Hal ini membuat Beijing geram. Mereka menuduh pemerintah Barat menggunakan Taiwan sebagai umpan untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan mereka sendiri dalam menangani wabah Covid-19.

Baca juga: Kisah Taiwan, Negara Non-Anggota WHO yang Sukses Atasi Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Global
Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Global
Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Global
Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Global
Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Global
Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Global
Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Global
Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Internasional
Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Global
Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Internasional
India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

Global
Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Global
Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Global
Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Global
Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com