Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suka Duka Pegawai Supermarket asal Indonesia di Jerman

Kompas.com - 10/05/2020, 19:42 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Di tengah situasi pandemi virus corona, pegawai supermarket asal Indonesia di Jerman menghadapi marabahaya yang tak terlihat.

Para pegawai asal Indonesia di Jerman membagi kisah suka dan duka mereka. “Tadi pagi ada seorang bapak yang marah-marah karena saya larang masuk ke supermarket tempat saya bekerja, gara-gara tidak pakai masker,” tutur Renata.

Renata perempuan asal Berastagi, Karo, Sumatera Utara bermukim di München dan bekerja di sebuah supermarket di kota di selatan Jerman tersebut.

“Lelaki itu berkilah berapi-api, katanya ia datang ke supermarket justru mau membeli masker dan saya jawab kami tidak menjual masker dan jika Anda tidak mengenakannya, Anda tidak bisa masuk,” lanjut Renata sambil mengelap keringat sepulang kerja.

“Bagaimana dong, aku pun kasihan padanya, tapi aturannya begitu di supermarket kami. Kalau tidak, ya kami yang dimarahi oleh atasan, dan atasan kami kena peringatan dari dinas kesehatan,” tutur Renata.

Di Jerman, orang wajib memakai masker di transportasi umum, di instansi mau pun kantor dan toko termasuk supermarket.

Renata merasa lelah berkali lipat bekerja di tengah pandemi virus corona. Sejak diberlakukan aturan batasan ke luar rumah pada pertengahan Maret lalu, supermarket menjadi tempat yang ditumpu dalam mendapatkan pasokan makanan.

Semua toko tutup, hanya supermarket yang masih buka.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melambat, Jerman Buka Lagi Negara Termasuk Bundesliga

“Ada orang-orang yang kebosanan saja mungkin ya, hampir tiap hari saya lihat jalan-jalan di supermarket, kan bahaya.

Pernah pula waktu awal pembatasan diberlakukan, ada dua pelanggan tidak mau antre menjaga jarak, ketika mau masuk ke supermarket. Diingatkan malah mengamuk,” Renata melanjutkan ceritanya, “Ada-ada saja yang terjadi tatkala wabah merebak.”

“Minggu lalu ada perempuan yang teriak, oh pahlawanku, oh pahlawanku ketika rekan saya menarik tiga palet tumpukan tisu toilet.

Perempuan itu ternyata sudah berpekan-pekan menunggu persediaan tisu toilet di supermarket dan kehabisan terus,” ungkap Renata.

Dia tersenyum melihat perempuan pengunjung supermarketnya berbahagia, menemukan barang yang dicari selama berminggu-minggu.

Tisu toilet sempat menjadi barang langka, juga pembersih tangan dan masker, pada awal wabah virus corona merebak. 

Selain tisu toilet, barang lain yang juga sempat sulit dicari adalah tepung terigu dan ragi.

“Sempat tidak ada barang di supermarket selama tiga minggu,” tutur Irene yang bekerja di supermarket di Kota Bonn, Nord Rhein Westfallen, Jerman.

"Tapi itu terjadi karena orang-orang melakukan hamsterkauf atau memborong gila-gilaan, padahal jumlahnya tetap seperti biasa pasokannya. Kalau saja mereka tidak memborong atau menimbun, tentu cukup untuk semua,” kata Irene.

Dia merasa jengkel atas kelakuan orang-orang yang gemar menimbun barang di saat kondisi sedang sulit.

Baca juga: Hezbollah Resmi Dilarang di Jerman

Pengamanan di supermarket

Selain kelangkaan barang, supermarket-supermarket di Jerman juga berusaha melakukan pengamanan agar virus tidak menyebar.

“Kita berhadapan dengan ribuan pengunjung supermarket. Oleh sebab itu pengamanan di supermarket menjadi ketat. Di pintu masuk ada alat pembersih tangan dan sarung tangan.

Bagi yang tangannya sensitif terkena cairan pembersih tangan, disediakan sarung tangan,” kata Irene, gadis yang besar di Balikpapan.

Beberapa supermarket juga menyediakan kereta belanja yang berfungsi untuk memastikan jarak antar pengunjung di supermarket dan membatasi jumlah pengunjung di supermarket berdasarkan pengukuran luas supermarket.

“Di supermarket kami dibatasi hanya tersedia 35 kereta belanja dan semua wajib memakainya sehingga gampang dihitung jumlah pengunjungnya. Lebih dari 35 orang, harus antre di pintu masuk,” jelas Irene.

“Selain itu semua karyawan wajib juga pakai masker. Antara meja penjual daging ke pembeli dibatasi dengan barang-barang agar baik pembeli dan yang menjual daging dan jarak sekitar hampir dua meter,” tambah Irene lagi.

Pada bagian kasir supermarket maupun toko-toko dan kios di Jerman juga dipasangi pembatas kaca atau plastik yang hampir menyentuh langit-langit.

Hanya terdapat lubang kecil yang memungkinkan pembeli membayar baik dengan kartu bank mau pun dengan uang tunai.

Di setiap kasir juga disediakan cairan pembersih tangan yang berukuran sekitar setengah liter.

Baca juga: Beban Kota Paling Terdampak Covid-19 di Jerman Perlahan Berkurang

Tidak sekadar menjajakan barang

Warga Jerman dibatasi ke luar rumah selama satu bulan. Supermarket menjadi satu-satunya tempat yang paling sering dikunjungi di tengah pandemi.

“Jika sebelumnya kami bisa mengobrol asyik dan dekat dengan pelanggan, sekarang jadi jaga jarak,” lanjut Irene.

“Jadi kurang ramah kelihatannya padahal kami harus ramah, tapi saat ini kondisi wabah memaksa kita demikian.”

“Pernah pula ada seorang perempuan tua yang menangis baru-baru ini karena suaminya meninggal dunia.

Saya hanya bisa mendengarkan dia menceritakan kesedihannya. Namun saya tidak bisa memeluknya, meski ingin sekali meringankan susah hatinya,” tutur Irene yang akhirnya hanya mendengarkan saja kisah-kisah keseharian para pelanggannya.

Renata, karyawan di Stuttgart bercerita, ia menyempatkan diri mendengarkan cerita pelanggannya yang diputus kekasih di tengah wabah corona.

“Padahal pinggang saya rasanya mau copot karena mengangkut barang dan berdiri seharian. Namun kasihan juga mereka kan tidak bisa bertemu siapa-siapa pada masa pembatasan atau karantina,” ujarnya.

Tak hanya menyediakan barang kebutuhan, tugas Irene juga bertambah dengan mendengarkan kesedihan serta keluhan pelanggan supermarket.

Baik Renata mau pun Irene berharap wabah ini segera berlalu. “Begitu reda wabah ini, saya ingin sekali pulang ke Berastagi memeluk mamak saya.”

Baca juga: Kanselir Jerman Minta China Transparan soal Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com