Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepang Diyakini Bakal Perpanjang Status Darurat Covid-19

Kompas.com - 30/04/2020, 19:08 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

TOKYO, KOMPAS.com - Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, diyakini bakal memperpanjang masa status darurat negaranya untuk memerangi Covid-19.

Kondisi itu awalnya hanya mecakup tujuh region yang dianggap paling terdampak pada 7 April, sebelum kemudian diterapkan di seluruh negara.

Masa status darurat selama sebulan itu bakal berakhir pada 7 Mei, atau ketika publik Jepang tengah menjalani liburan Pekan Emas.

Baca juga: Berjamur dan Ada Serangga, Ibu Hamil Jepang Keluhkan 300.000 Masker Gratis dari Pemerintah

Diprediksi, Abe bakal memperpanjang status itu paling tidak hingga akhir mei, atau kembali satu bulan sampai 6 Juni mendatang.

Dalam keterangannya di hadapan parlemen Kamis (39/4/2020), Shinzo Abe menyatakan bahwa sistem kesehatan negara terus menghadapi "situasi yang sangat sulit".

Sebelumnya pada Rabu (29/4/2020), dia menyatakan bahwa mereka masih terus mengalami kasus. Karena itu, dia ragu jika harus mengakhiri masa darurat.

"Bisakah kita semua mengatakan bahwa pada 6 Mei status ini akan berakhir? Saya rasa kasus parah akan terus terjadi," ucap Abe dikutip AFP.

Media lokal memberitakan, Tokyo bakal membentuk panel berisi para pakar pada Jumat (1/5/2020) untuk mendiskusikan Covid-19 dan status darurat.

Dikatakan bahwa pakar sudah memberikan dukungan mereka agar pemerintah Negeri "Sakura" memperpanjang masa darurat untuk melawan virus corona.

Tidak dijelaskan kapan masa itu bakal diumumkan. Hanya, Abe disebut tidak akan menunggu hingga momen terakhir sebelum bisnis dan sekolah dibuka kembali.

Deklarasi itu pun tak serta merta memberikan kewenangan kepada pemerintah Jepang, tak seperti di Eropa atau belahan Bumi lainnya.

Pemerintah memang mempunyai otoritas agar publik tetap di rumah saja. Namun, mereka tidak akan menghukum bagi yang melanggar.

Baca juga: Kenapa Sakura Jadi Bagian Penting Budaya Jepang? Dulu Penanda Waktu Tanam Padi

Menurut Tohhru Kakuta, Wakil Presiden Asosiasi Medis Tokyo, penerapan masa itu terbukti sukses menekan angka penyebaran dan membuat publik patuh.

Karena itu, Kakuta menerangkan tidak ada alasan bagi Tokyo untuk tak memperpanjang. Apalagi, ada ancaman gelombang infeksi lain di masa depan.

"Masyarakat Jepang percaya dan akan mematuhi segala instruksi dari atas. Begitu juga anjuran agar orang menghindari kerumunan," ujar dia.

Pemerintah regional menyetujui rencana pusat, di mana mereka sudah mulai mempertimbangkan memundurkan jadwal masuk sekolah dari April ke September.

Sejauh ini, Jepang masih mampu menekan penyebaran Covid-19, di mana mereka melaporkan 14.000 kasus dengan 415 di antaranya meninggal.

Tetapi kritikus menyebut pemerintah hanya melaksanakan sedikit tes, di mana mereka mengkhawatirkan angka kasusnya jauh dari yang sebenarnya.

Kakuta mengatakan, pemerintah seharusnya meningkatkan tes, yang mencakup kalangan rapuh seperti mereka yang punya riwayat penyakit lain.

Baca juga: Pengalaman WNI di Jepang Puasa saat Pandemi Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com