Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sebenarnya AS Menyerang Unit Iran Bukan Negara Iran, Ini Penjelasannya

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) menyerang sasaran pasukan Iran di Irak dan Suriah pada Jumat (2/2/2024) kemarin.

Hal itu sebagai bentuk pembalasan atas serangan drone yang menewaskan tiga pasukan AS di Yordania dan melukai puluhan pasukan AS lainnya. AS mengklaim bahwa serangan itu dari drone Iran.

Tetapi, militer AS menyatakan bahwa serangan tersebut yang mengenai lebih dari 85 sasaran di Irak dan Suriah sebenarnya menargetkan unit tertentu dari Iran.

Yakni pasukan elit Quds dari Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) dan kelompok milisi yang berafiliasi dengannya.

Dikutip dari AFP pada Sabtu (3/2/2024), Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang memantau perang mengatakan setidaknya 18 milisi pro-Iran tewas dalam serangan di Suriah timur.

Kepala Observatorium Rami Abdel Rahman mengatakan, setidaknya 26 lokasi utama yang menampung kelompok pro-Iran dihancurkan, termasuk gudang senjata.

Presiden Joe Biden tidak memerintahkan serangan di wilayah Iran, seperti yang dianjurkan oleh beberapa pesaingnya dari Partai Republik.

Selain itu AS juga tidak menargetkan warga Iran secara individu, seperti yang dilakukan pendahulunya Donald Trump pada 2020 ketika ia memerintahkan pembunuhan komandan Quds Qasem Soleimani di Bagdad.

Biden mengatakan Amerika Serikat tidak menginginkan konflik di Timur Tengah, dan para pendukungnya sebelumnya telah menjelaskan bahwa mereka tidak menginginkan perang langsung dengan Iran.

Namun, Gedung Putih menyalahkan serangan tersebut pada Perlawanan Islam di Irak, sebuah aliansi para milisi pro-Iran yang berusaha untuk mendorong pasukan AS keluar dari Irak.

Pasukan AS dan koalisi telah diserang setidaknya 165 kali sejak pertengahan Oktober, menurut seorang pejabat AS.

Namun serangan hari Minggu adalah yang pertama dan menyebabkan kematian warga AS akibat tembakan musuh, di tengah laporan kebingungan karena pesawat tak berawak AS kembali ke pangkalan pada saat yang bersamaan.

Ketegangan dimulai dari perang Israel-Hamas

Ketegangan meningkat sejak Hamas yang menerima dukungan dari Iran, melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober 2023 di wilayah Israel, yang dibalas dengan pemboman tanpa henti terhadap Jalur Gaza yang dikuasai Hamas oleh Israel.

AS telah berulang kali berupaya membendung konflik baik melalui diplomasi maupun unjuk kekuatan.

Namun ini bukan pertama kalinya Amerika Serikat melakukan tindakan militer dalam konflik tersebut.

Kelompok Houthi Yaman yang menguasai sebagian besar wilayah negara itu, telah melancarkan gelombang serangan terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah, dan mengklaim tindakan mereka sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.

Setelah peringatan berulang kali gagal menghalangi kelompok Houthi, Amerika Serikat dan Inggris melancarkan serangan udara terhadap sasaran Houthi di Yaman.

Akankah konflik berlanjut?

Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa respons akan berlanjut pada waktu dan tempat yang dipilih, dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengatakan presiden telah mengarahkan serangan tambahan untuk meminta pertanggungjawaban Garda Revolusi dan milisi yang berafiliasi dengan Iran.

Salah satu kelompok terkemuka pro-Iran di Irak, Kataeb Hezbollah, mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka akan menghentikan serangannya terhadap pasukan AS, namun para pejabat AS mengatakan mereka akan terus melakukan pembalasan.

Sebelum 7 Oktober 2023, serangan terhadap pasukan AS hampir terhenti setelah pembicaraan tenang antara para pejabat AS dan Iran.

Banyak pakar Amerika percaya bahwa negara ulama Iran tidak mencari konflik yang lebih luas dengan Amerika Serikat yang lebih kuat.

Tetapi, Iran mendapat dukungan baru di dunia Arab atas dukungannya terhadap kelompok Hamas.

https://www.kompas.com/global/read/2024/02/03/100431470/sebenarnya-as-menyerang-unit-iran-bukan-negara-iran-ini-penjelasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke