Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Seperti Ini Perjalanan Konflik AS dan Iran, padahal Dulu Berteman

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, tentara Amerika Serikat (AS) di Yordania diserang oleh milisi hingga menewaskan tiga tentara AS.

Pihak AS menuduh bahwa kematian tentaranya dilakukan oleh milisi yang didukung Iran, sehingga membuat persaingan sengit kembali berlanjut di antara AS dengan Iran.

Tapi ternyata kedua negara ini dulunya pernah berteman. Seperti apa hubungannya dulu?

Dulu pernah berteman

Dilansir dari Sky News pada Selasa (30/1/2024), pada 1953, intelijen Inggris dan AS berperan penting dalam membantu militer Iran menggulingkan perdana menteri Iran, Mohammad Mossadeq.

Campur tangan seperti di Iran mengembalikan kekuasaan monarki Shah Mohammad Reza Pahlavi yang berhaluan barat dan sangat bergantung pada dukungan AS untuk kekuasaannya.

Sebenarnya, inti dari dukungan ini adalah janji akses terhadap sumber daya alam negara, khususnya minyak. Tetapi, hubungan ini juga terganggu.

Pada 1979, keadaan mulai berubah di seluruh negeri dengan gelombang kerusuhan sipil dan adanya protes rakyat.

Pemberontakan ini akan membuat Ayatollah Ruhollah Khomeini, kembali dari pengasingan selama bertahun-tahun, tempat dan kekuasaannya dipicu oleh penolakan keras terhadap apa yang ia anggap sebagai monarki pro-Barat.

Ketika bisa mengambil alih kekuasaan, pemimpin tertinggi yang baru akan mengubah negara ini menjadi teokrasi Islam radikal.

Inti dari transformasi ini adalah keinginan untuk menyebarkan revolusi ke negara-negara tetangga, sebuah proyek yang berlanjut hingga hari ini.

Pada tahun 1985, kelompok Hezbollah yang baru muncul berjanji setia kepada Khomeini hingga hubungan tersebut jadi semakin kuat.

Dan berkat dukungan Iran, Hezbollah kini menjadi kelompok militan paling kuat di dunia, yang sering digambarkan sebagai negara dalam negara di Lebanon.

Penyebaran pengaruh Iran terus tumbuh selama empat dekade mendatang, sehingga semakin menempatkan negara tersebut pada jalur yang bertentangan dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

Bentrokan besar pertama muncul setelah 52 diplomat dan warga Amerika disandera di kedutaan AS oleh mahasiswa radikal Iran.

Mereka ditahan selama 444 hari sejak 4 November 1979 hingga dibebaskan pada tahun 1981.

AS memandang hal ini sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional, namun di Iran hal ini dipandang sebagai pukulan terhadap pengaruh AS yang berlebihan dan campur tangan terhadap negara tersebut.

Hal ini juga memperkuat kredibilitas rezim baru, yang menentang normalisasi hubungan dengan negara-negara barat, khususnya Amerika, yang dicap sebagai musuh besar oleh Ayatollah dalam pidato mereka yang semakin berapi-api mengenai kebijakan luar negeri.

Upaya Amerika dengan Operasi Cakar Elang yang membawa bencana untuk membebaskan para sandera menyebabkan sebuah helikopter menabrak pesawat angkut, menyebabkan kebakaran yang menewaskan delapan prajurit.

Selama masa itu, AS telah memutus hubungan diplomatik dengan Iran dan melarang sebagian besar perdagangannya.

Pada 1980 Irak menginvasi Iran, negara-negara tersebut pernah menjadi rival besar namun kini berperang. Amerika Serikat memberikan dukungan besarnya kepada Irak yang dipimpin oleh Saddam Hussein.

Pertempuran yang berlangsung hingga 1988 ini memakan banyak korban jiwa di kedua belah pihak, namun diperkirakan sebanyak satu juta warga Iran tewas dalam konflik tersebut.

Hubungan dengan AS masih buruk

Pengeboman Barak Beirut, Operasi Belalang Sembah, Iran-Contra Affair adalah tanda bagi dua negara yang secara ideologis berseberangan, dan selalu atau hampir berkonflik.

Hal ini terjadi hingga 1998 ketika muncul secercah harapan bahwa hubungan kedua negara akan membaik.

Menteri Luar Negeri Madeleine Albright bertemu dengan wakil menteri luar negeri Iran, ini merupakan kontak tingkat tertinggi sejak revolusi namun tidak akan bertahan lama.

Beberapa tahun kemudian pada 2002 dan dalam pidatonya yang penting, Presiden George Bush menyebut Iran sebagai bagian dari "poros kejahatan".

Para pejabat AS juga mengklaim Iran menjalankan program nuklir rahasia dengan tujuan membuat bom.

Upaya untuk mencapai kesepahaman diplomatik sejak saat itu selalu berakhir dengan kegagalan.

Sementara itu, Presiden Barack Obama mencoba memanfaatkan keringanan sanksi untuk menjinakkan program nuklir Iran.

Perjanjian tersebut pada akhirnya akan muncul sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Ketika AS dipimpin Donald Trump, ia membatalkan perjanjian tersebut ketika ia menarik Amerika dari JCPOA.

Iran dan Amerika kembali ke dalam spiral eskalasi. Presiden Trump kemudian menunjuk Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) sebagai organisasi teror.

Sedangkan peristiwa yang membuat hubungan makin jauh ialah terjadi serangan pesawat tak berawak AS pada 3 Januari 2020.

Qasem Soleimani, komandan pasukan Quds IRGC dan salah satu orang paling berkuasa di Iran tersebut tewas dalam serangan di Bagdad.

Tindakan Amerika itu mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Timur Tengah dan Iran bersumpah akan membalas dendam.

Bahkan hingga saat ini, hubungan kedua negara masih tidak baik. Terlebih ketika perang berkecamuk di Gaza dan milisi yang didukung Iran di seluruh wilayah tersebut melancarkan serangan terhadap pasukan AS, keadaan menjadi semakin buruk.

https://www.kompas.com/global/read/2024/02/01/174859870/seperti-ini-perjalanan-konflik-as-dan-iran-padahal-dulu-berteman

Terkini Lainnya

Swedia Janjikan Bantuan Militer Rp 20,26 Triliun ke Ukraina

Swedia Janjikan Bantuan Militer Rp 20,26 Triliun ke Ukraina

Global
Tank-tank Israel Terus Menuju Jantung Kota Rafah, Perang Bisa Berlanjut Sepanjang Tahun

Tank-tank Israel Terus Menuju Jantung Kota Rafah, Perang Bisa Berlanjut Sepanjang Tahun

Global
Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Global
Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Global
 Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Global
Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Global
WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

Global
Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Global
Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Global
Kredibilitas Biden Dipertanyakan Setelah Serangan Brutal Israel ke Rafah

Kredibilitas Biden Dipertanyakan Setelah Serangan Brutal Israel ke Rafah

Global
Melihat Dampak dari Mengakui Palestina sebagai Negara

Melihat Dampak dari Mengakui Palestina sebagai Negara

Internasional
Israel Klaim Senjatanya Sendiri Tak Mungkin Picu Kebakaran Besar yang Tewaskan 45 Orang di Rafah

Israel Klaim Senjatanya Sendiri Tak Mungkin Picu Kebakaran Besar yang Tewaskan 45 Orang di Rafah

Global
Bagaimana Rencana 'The Day After' Bisa Bantu Mengakhiri Perang di Gaza

Bagaimana Rencana "The Day After" Bisa Bantu Mengakhiri Perang di Gaza

Internasional
Jelang Pemilu, Meksiko Akan Kerahkan 27.000 Tentara dan Garda Nasional

Jelang Pemilu, Meksiko Akan Kerahkan 27.000 Tentara dan Garda Nasional

Global
Saat Politikus AS Nikki Haley Tulis 'Habisi Mereka' di Rudal Israel...

Saat Politikus AS Nikki Haley Tulis "Habisi Mereka" di Rudal Israel...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke