Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Angka Kelahiran Rendah di Korsel Bisa Jadi Peluang Pendidikan bagi Indonesia

SEOUL, KOMPAS.com - Fenomena angka kelahiran yang semakin menurun di Korea Selatan dari tahun ke tahun membawa dampak dan tantangan untuk sejumlah sektor di negara tersebut.

Dikutip dari The Conversation (27/6/2023), misalnya, dalam 60 tahun terakhir, Negeri Ginseng disebut mengalami penurunan tingkat kesuburan tercepat dalam sejarah manusia.

Pada 1960, tingkat kesuburan Korea atau jumlah rata-rata anak yang dimiliki seorang perempuan pada masa reproduksi ada di bawah enam anak per perempuan.

Sementara pada 2022, angkanya turun menjadi 0,78 per perempuan.

Korea Selatan pun menjadi satu-satunya negara di dunia dengan tingkat kesuburan kurang dari satu anak per perempuan. Meskipun, angka dari beberapa negara lain hampir sama, misalnya Ukraina, China, dan Spanyol.

Padahal, di saat yang sama, Korea sudah mengeluarkan biaya sekitar 200 miliar dollar AS selama 16 tahun terakhir untuk mendorong pertumbuhan populasi, seperti dikutip dari Anadolu Agency.

Menurut data Statistik Korea yang dikelola negara dan dirilis Februari 2023, selama tiga tahun berturut-turut, Korea mencetak angka kelahiran terendah sepanjang masa pada 2022 dengan hanya 249.000 bayi yang lahir.

Ini menyebabkan penurunan populasi sebesar 4,4 persen dari rekor terendah sebelumnya, yakni pada 2021.

Kendati menjadi tantangan di dalam negeri, situasi ini rupanya bisa menjadi peluang pertukaran orang-ke-orang (people-to-people exchanges), bagi sejumlah negara, tidak terkecuali Indonesia.

Kepala Pusat Studi ASEAN-India dari The Institute of Foreign Affairs and National Security, Professor Choe Wongi mengatakan, dari tahun ke tahun, usia rata-rata penduduk Korea memang terus naik, sehingga Negeri Ginseng menghadapi tantangan populasi yang semakin menua. 

"Menurut saya pribadi, kami memang punya tantangan sangat serius untuk mengatasi isu ini, yang datang dari angka kelahiran rendah," ucap Choe Wongi dalam workshop bertajuk "Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Korea's Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations" di Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Kendati fenomena tersebut merupakan tantangan yang serius, tetapi Choe menilai ada banyak peluang yang dapat diraih di baliknya. 

Misalnya, peluang untuk pertukaran pekerja dan pelajar antara Korea dan negara lain, termasuk Asia Tenggara dan khususnya Indonesia. 

Ia menyebutkan, Korea memiliki banyak program pertukaran untuk vokasi dan pendidikan. 

Apalagi, Choe mencontohkan, saat ini banyak universitas di Korea yang menghadapi kesulitan merekrut mahasiswa-mahasiswa baru. 

Isu ini juga telah diangkat oleh beberapa pemberitaan media.

University World News, misalnya, pada 8 Desember 2021 pernah menulis tentang laporan dari Seoul National University dan Korea Institute for Health and Social Affairs bahwa Korea kehilangan hingga setengah dari jumlah universitasnya dalam kurun waktu 25 tahun karena penurunan demografis akut.

Laporan tentang perubahan populasi dan prospek masa depan untuk sektor universitas tersebut memprediksi hanya 190 dari 385 universitas di Korea yang akan tetap ada dalam waktu 25 tahun. Hal ini mempertimbangkan persaingan yang akan semakin ketat untuk bertahan hidup di wilayah non-metropolitan.

Prospek di luar Seoul bahkan lebih suram, dengan hanya 44 persen universitas atau 146 dari 331 universitas yang diperkirakan akan bertahan, sementara di Seoul 80 persen.

Pada Agustus 2023, seperti diberitakan University World News, Pemerintah Korea Selatan bahkan meluncurkan "Study Korea 300K Project (Proyek Study Korea 300K)", sebuah rencana untuk menarik 300.000 mahasiswa internasional hingga 2027 atau menaikkan angkanya menjadi 31 persen.

Hal ini untuk mengatasi penurunan populasi mahasiswa sekaligus menjaring mahasiswa berbakat.

Dari angka tersebut, rinciannya adalah 220.000 untuk program gelar dan 80.000 untuk program non-gelar.

"Dalam hal itu, Korea bisa menyediakan banyak kesempatan, terutama untuk generasi-generasi muda di Asia Tenggara, termasuk Indonesia."

"Jadi ini seperti win-win solution," ucap Choe.

Pentingnya pertukaran dua arah

Secara khusus, untuk mempererat relasi orang-ke-orang antara Korea Selatan dan Indonesia, Choe juga menyoroti pentingnya ada pertukaran dua arah dalam berbagai sektor, terutama di kalangan generasi muda.

"Menurut saya, pertukaran budaya orang-ke-orang seharusnya tidak satu arah. Penting untuk menjaganya tetap berjalan dua arah," ucap Choe.

Pertukaran dua arah, kata dia, dapat meningkatkan kesadaran publik (public awareness) antara kedua negara, sehingga meningkatkan angka interaksi dan pertukaran, terutama di kalangan muda yang akan menjadi pemimpin di generasi berikutnya.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, reporter dari Hankook Ilbo Media Group, Jaeyeon Moon mengatakan, peran pihak ketiga juga penting untuk meningkatkan pertukaran orang-ke-orang tersebut.

Ia memberi contoh program fellowship kerja sama Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

"Pemerintah Indonesia dan Korea penting untuk menguatkan itu dan bisa didukung oleh peran foundation."

"Seperti program ini, Korea Foundation mendukung dan menyediakan beasiswa untuk orang Indonesia sekolah di Korea," tuturnya.

Di sisi lain, Jaeyoon menilai penting agar pertukaran budaya terus didorong lewat berbagai program agar relasi mahasiswa kedua negara bisa semakin erat.

"Misalnya, dibuatkan banyak festival yang semua orang bisa bergabung. Penting agar orang-orang Korea bisa semakin erat dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia," kata Jaeyeoon.

Artikel ini ditulis oleh jurnalis Kompas.com, Nabilla Tashandra, sebagai peserta Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea 2023, yaitu program fellowship kerja sama Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

https://www.kompas.com/global/read/2023/09/28/140000270/angka-kelahiran-rendah-di-korsel-bisa-jadi-peluang-pendidikan-bagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke