WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) memasukan Grup Wagner Rusia ke daftar hitam penganiaya agama, membuka peluang untuk pemberian sanksi baru.
“Di seluruh dunia, pemerintah dan aktor non-negara melecehkan, mengancam, memenjarakan, dan bahkan membunuh individu karena keyakinan mereka,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan pada Jumat (3/12/2922) dilansir dari Al Jazeera.
“Amerika Serikat tidak akan tinggal diam menghadapi pelanggaran (kebebasan beragama) ini.”
Kelompok Wagner dituduh terlibat terlibat dalam pelanggaran di Republik Afrika Tengah, di mana hampir 10 tahun pertumpahan darah terkait agama.
Tentara bayaran Rusia juga disebut terlibat di Mali dan dituduh melakukan pelanggaran HAM di Libya, Suriah, dan Ukraina.
Bersama dengan Wagner, AS juga memasukan Kuba dan Nikaragua sebagai “Negara dengan Perhatian Khusus” di bawah daftar yang ditinjau tiap tahun tersebut.
Artinya, dua negara dengan pemimpin otoriter itu dapat dikenai tindakan lanjutan meski sudah berada di bawah sanksi AS sebelumnya.
Presiden Nikaragua Daniel Ortega dinilai semakin otoriter karena menekan Gereja Katolik, yang dituduhnya mendukung protes anti-pemerintah pada 2018. Opresi ini dilaporkan telah mengorbankan ratusan nyawa.
Penunjukan Kuba memperlihatkan adanya tekanan baru dari pemerintahan Presiden Joe Biden kepada pemerintah di pulau itu.
Kebijakan itu berkebalikan dengan upaya Presiden Demokrat sebelumnya Barack Obama, yang berusaha mencari “jalan damai” dengan musuh bebuyutan AS.
Laporan tahunan terbaru tentang kebebasan beragama AS, menyorot kekerasan dan penangkapan tokoh agama Kuba yang diklaim berperan dalam protes publik, serta pembatasan terhadap gereja Protestan yang tidak mendapat pengakuan.
Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez menolak daftar hitam AS, dan menyebutnya "sewenang-wenang" dan "tidak jujur".
“Di Kuba diketahui ada kebebasan beragama,” cuit Rodriguez.
Blinken tetap memasukkan daftar hitam semua "Negara yang Menjadi Perhatian Khusus" mulai tahun 2021, yakni China, Eritrea, Iran, Myanmar, Korea Utara, Pakistan, Rusia, Arab Saudi, Tajikistan, dan Turkmenistan.
Tidak ada tindakan terhadap sekutu
Ironisnya daftar hitam penganiaya agama AS tidak memasukan India, yang dilihat oleh Washington berpotensi sebagai sekutu utama yang baru.
Keputusan tersebut mengabaikan rekomendasi dari Komisi Otonomi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional, yang mengatakan perlakuan terhadap minoritas "secara signifikan" memburuk di bawah pemerintahan nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi.
Dalam pernyataannya, Komisi itu mengaku "marah" karena Blinken gagal mencantumkan India atau Nigeria.
Padahal, laporan Departemen Luar Negeri sendiri menunjukkan "pelanggaran kebebasan beragama yang parah" di kedua negara.
India sempat menyuarakan kemarahan atas laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS, yang mendokumentasikan komentar-komentar provokatif dari para pejabat India dan catatan diskriminasi terhadap Muslim dan Kristen di negara itu.
Blinken menambahkan Republik Afrika Tengah ke dalam daftar pantauan. Dengan demikian, negara tersebut ditetapkan di antara negara-negara yang “Menjadi Perhatian Khusus” tanpa kemajuan.
Sementara negara yang juga baru masuk dalam daftar pantauan adalah Vietnam.
Laporan Departemen Luar Negeri AS menilai otoritas komunis negara itu melecehkan kelompok agama yang tidak diakui, termasuk gereja rumah Kristen, umat Buddha independen, dan anggota gerakan Cao Dai yang berusia seabad.
Aljazair dan Komoro tetap masuk dalam daftar pantauan mulai 2021.
https://www.kompas.com/global/read/2022/12/05/211600170/as-masukan-tentara-bayaran-wagner-rusia-ke-daftar-hitam-penganiayaan