Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Indonesia Peringatkan Keras Bahaya Kapal Selam Nuklir, Merujuk ke AUKUS dan Australia?

Pertemuan tersebut diperkirakan akan membahas rencana Australia untuk mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir di bawah pakta AUKUS antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Dalam pengajuan untuk tinjauan PBB bulan depan tentang perjanjian non-proliferasi nuklir, Pemerintah Indonesia mengatakan pihaknya "mencatat dengan khawatir adanya konsekuensi potensial" jika mentransfer teknologi nuklir ke kapal selam dapat berdampak pada tatanan global.

Dokumen yang dikeluarkan Indonesia tidak secara langsung merujuk Australia dan perwakilan Indonesia sudah menegaskan hal ini bukan sebuah tanggapan langsung terhadap pakta AUKUS.

Namun, Pemerintah Indonesia berulang kali menyampaikan kegelisahan kapal selam berteknologi nuklir milik Australia.

Dokumen yang diajukan PBB mengulangi beberapa argumen yang juga pernah dipakai oleh mereka yang menentang kapal selam nuklir Australia.

Tertulis dalam dokumen tersebut jika "Indonesia menilai setiap kerja sama yang melibatkan transfer bahan dan teknologi nuklir untuk tujuan militer dari negara-negara pemilik senjata nuklir ke negara-negara non-senjata nuklir akan meningkatkan risiko yang berhubungan dengan konsekuensi bencana kemanusiaan dan lingkungan."

Melakukan transfer uranium yang diperkaya untuk kapal selam bertenaga nuklir diizinkan berdasarkan perjanjian non-proliferasi nuklir dan Australia telah berulang kali mengatakan tidak berniat mengembangkan senjata nuklir.

Namun dalam dokumen yang diajukan ke PBB tersebut Indonesia memperingatkan pengecualian penggunaan nuklir yang berhubungan dengan angkatan laut dalam perjanjian "bisa dimanfaatkan untuk mengalihkan materi itu ke program senjata nuklir."

Menutup jalur proliferasi

Benjamin Zala dari Australian National University mengatakan kekhawatiran yang diangkat oleh Indonesia "menggemakan kegelisahan umum di antara pendukung non-proliferasi tentang preseden yang ditetapkan oleh proyek kapal selam AUKUS."

"Lebih banyak negara yang memiliki akses ke bahan-bahan yang, pada prinsipnya, dapat digunakan untuk senjata adalah berita buruk bagi tatanan non-proliferasi yang sudah rapuh. Materi di atas kapal selam sangat menantang untuk dilacak oleh IAEA," katanya kepada ABC.

Dr Zala mengatakan tidak ada bukti bahwa Indonesia menduga Australia benar-benar akan mengalihkan bahan nuklir dari kapal selam menjadi program persenjataan, tetapi Pemerintah Indonesia tampaknya khawatir AUKUS dapat menjadi preseden yang memprihatinkan.

"Belum tentu perhatian Indonesia adalah tentang Australia atau niat Australia, tetapi tentang bagaimana hal ini bisa melemahkan upaya internasional untuk menutup jalur proliferasi," katanya.

ABC telah mencoba menghubungi Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk memberikan komentar.

  • Menlu Malaysia Kembali Ungkap Kekhawatiran tentang Pakta AUKUS
  • Program AUKUS Resmi Dibuka, Pembuatan Kapal Selam Nuklir Australia Dimulai
  • China Respons Keras Pengembangan Rudal Hipersonik AUKUS

Dalam laporan Fairfax yang mengutip Achsanul Habib, direktur keamanan internasional dan perlucutan senjata di Kementerian Luar Negeri RI dikatakan bahwa dokumen Indonesia di PBB "sama sekali tidak dimaksudkan untuk menanggapi AUKUS".

"Kertas kerja Indonesia itu diajukan untuk mengisi gap regulasi NPT terkait propulsi nuklir angkatan laut yang masih kurang regulasinya," ujarnya.

Namun, Dr Zala mengatakan sangat jelas terlihat jika Australia dan AUKUS menjadi target utama pengajuan keberatan Indonesia.

"Tidak diragukan lagi dokumen dari delegasi Indonesia merupakan konsekuensi langsung dari keputusan AUKUS," katanya.

"Secara hipotetis, kekhawatiran ini telah ada untuk waktu yang lama dan biasanya Australia membagikannya, tetapi Indonesia sekarang meningkatkannya karena Australia berencana menjadi negara pertama yang benar-benar mengeksploitasi celah ini di NPT."

Potensi ketegangan hubungan Indonesia dan Australia

China sudah mengisyaratkan mereka akan menggunakan pertemuan bulan depan untuk menggalang penolakan pakta AUKUS.

Para pejabat Australia secara pribadi menuduh Pemerintah China munafik, dengan merujuk bahwa negara itu memiliki armada kapal selam bertenaga nuklir yang terus bertambah sambil dengan cepat membangun gudang senjata nuklirnya sendiri.

Delegasi yang terdiri dari enam belas pejabat pemerintah akan mewakili Australia pada waktu yang berbeda selama satu bulan dalam pertemuan peninjauan di New York, termasuk Duta Besar Australia untuk Pengendalian Senjata dan Kontra-Proliferasi, Ian Biggs, dan Duta Besar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa dan Duta Besar untuk Perlucutan Senjata, Amanda Gorely.

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan bahwa “Australia memiliki tradisi yang membanggakan dalam keterlibatan internasional yang konstruktif dan pragmatis untuk mendukung non-proliferasi dan perlucutan senjata nuklir.”

Dr Zala mengatakan meskipun dia tidak percaya rencana kapal selam nuklir akan menjadi “titik utama” dalam hubungan Indonesia-Australia, namun hal itu akan "menambah ketegangan".

Ia juga memperkirakan delegasi Australia akan "ditanyakan beberapa pertanyaan yang cukup tajam" pada konferensi di New York.

"Mengingat tantangan nyata dari kapal selam terkait antisipasi preseden yang kemungkinan terjadi, tidak akan selalu ada jawaban yang bisa memuaskan tetangga kita," katanya.

Diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News.

 

https://www.kompas.com/global/read/2022/07/29/213800670/indonesia-peringatkan-keras-bahaya-kapal-selam-nuklir-merujuk-ke-aukus

Terkini Lainnya

AS Tegas Peringatkan Israel, Pasokan Senjata Akan Disetop jika Lanjutkan Serang Rafah

AS Tegas Peringatkan Israel, Pasokan Senjata Akan Disetop jika Lanjutkan Serang Rafah

Global
[POPULER GLOBAL] PRT Dapat Warisan Rp 43,5 Miliar | Israel Serang Rafah

[POPULER GLOBAL] PRT Dapat Warisan Rp 43,5 Miliar | Israel Serang Rafah

Global
Israel Serang Rafah: Hamas Lawan Balik, AS Hentikan Pengiriman Senjata

Israel Serang Rafah: Hamas Lawan Balik, AS Hentikan Pengiriman Senjata

Global
Militer Taiwan Siap Hadapi Apapun Langkah China saat Presiden Lai Mulai Menjabat

Militer Taiwan Siap Hadapi Apapun Langkah China saat Presiden Lai Mulai Menjabat

Global
Ada Air Terjun di Kantor, Ternyata Ini Penyebabnya

Ada Air Terjun di Kantor, Ternyata Ini Penyebabnya

Global
Pria China Bangun dari Koma 10 Tahun Berkat Perawatan Tulus Istrinya

Pria China Bangun dari Koma 10 Tahun Berkat Perawatan Tulus Istrinya

Global
Ukraina Kemungkinan Mati Listrik di Seluruh Negeri Usai Serangan Besar Rusia

Ukraina Kemungkinan Mati Listrik di Seluruh Negeri Usai Serangan Besar Rusia

Global
India Tangkap 4 Orang yang Dituduh Selundupkan Orang untuk Jadi Tentara Rusia di Ukraina

India Tangkap 4 Orang yang Dituduh Selundupkan Orang untuk Jadi Tentara Rusia di Ukraina

Global
Kepala Propaganda yang Melayani Ketiga Pemimpin Korea Utara Meninggal

Kepala Propaganda yang Melayani Ketiga Pemimpin Korea Utara Meninggal

Global
Jika Pasukan Perancis Dikirim ke Ukraina, Rusia Anggap Sasaran Sah

Jika Pasukan Perancis Dikirim ke Ukraina, Rusia Anggap Sasaran Sah

Global
Israel Buka Lagi Penyeberangan Kerem Shalom untuk Bantuan ke Gaza

Israel Buka Lagi Penyeberangan Kerem Shalom untuk Bantuan ke Gaza

Global
Di Museum Australia, Ada Toilet Khusus Perempuan

Di Museum Australia, Ada Toilet Khusus Perempuan

Global
Israel Buru Hamas dalam Serangan Besar-besaran di Rafah

Israel Buru Hamas dalam Serangan Besar-besaran di Rafah

Global
Malaysia Akan Hadiahkan Orangutan kepada Negara Pembeli Minyak Sawit, Serupa Diplomasi Panda dari China

Malaysia Akan Hadiahkan Orangutan kepada Negara Pembeli Minyak Sawit, Serupa Diplomasi Panda dari China

Global
Gerakan Tenda Mahasiswa Pro-Palestina dan Paradoks Demokrasi AS

Gerakan Tenda Mahasiswa Pro-Palestina dan Paradoks Demokrasi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke