Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Terima Kerabat Meninggal karena Covid-19, Anggota Keluarga Pukul dan Tendang Dokternya

NEW DELHI, KOMPAS.com - Seorang dokter di India dipukuli dan ditendangi oleh satu keluarga yang tak terima kerabatnya meninggal karena Covid-19 pada awal Juni 2021.

Dr Seuj Kumar Senapati menceritakan kejadian pada sore di awal Juni, ketika dia hampir mati karena kekerasan keluarga pasiennya.

Saat itu, adalah pekerjaan pertamanya di hari kedua ia bertugas di pusat perawatan Covid-19 di distrik Hojai, Assam, negara bagian timur laut India.

Dia diminta untuk memeriksa pasien yang dirawat pada pagi hari. Ketika diperiksa, Senapati mendapati tubuh pasiennya sudah tidak responsif.

Keluarga pasien sangat marah mendengar bahwa kerabatnya itu telah tewas. Dalam kesempatan itu, dokter pria itu mulai dilempar kursi.

Anggota keluarga juga merusak jendela dan melukai staf medis lainnya.

Dr Senapati berusaha untuk melarikan diri dari kekacauan itu, tetapi segera lebih banyak orang bergabung dengan keluarga itu melakukan kekerasan.

Sebuah video beredar mempertontonkan kejadian yang berlangsung, di mana Dr Senapati kepalanya dipukul dengan pispot.

Mereka menyeretnya keluar dan terus memukulinya hingga ia berlumuran darah. Bajunya pun dirusak hingga dia hanya bertelanjang dada sambil berteriak kesakitan.

"Saya pikir saya tidak akan selamat," ujar Dr Senapati mengingat kejadian itu.

Melansir BBC pada Selasa (6/7/2021), saat kejadian itu berlangsung hampir tidak ada satu pun orang yang membantuanya karena petugas medis lainnya juga mendapatkan serangan dan berusaha bersembunyi.

"Pakaian saya sobek, gelang emas saya dirampas, handphone serta kacamata saya pecah. Tapi, sekitar 20 menit, saya berhasil kabur," ujar dokter tersebut.

Dia langsung pergi ke kantor polisi setempat dan mengajukan pengaduan.

Video penyerangan itu telah viral di media sosial dan menimbulkan kehebohan, sejak peristiwa terjadi. Pemerintah negara bagian pun berjanji untuk menindaklanjuti segera aksi itu.

Pemerintah negara bagian menjanjikan tindakan cepat dan 36 orang, termasuk 3 anak di bawah umur, telah didakwa atas serangan itu.

Sejak awal pandemi Covid-19 menyerang India pada 2020, beberapa dokter telah diserang oleh keluarga pasien.

Berulang kali alasannya adalah orang yang mereka cintai tidak diperlakukan dengan baik atau tidak diberikan tempat tidur tepat waktu.

Namun, sebagian besar kasusnya tidak sampai pada pengaduan atau penyelidikan polisi.

Jika pun diadukan, para tersangka sering kali dibebaskan dengan jaminan secara cepat dan kasusnya diselesaikan di luar pengadilan.

Di rumah sakit Appolo di ibu kota, Delhi, yang mana merupakan rumah sakit swasta terkemuka, aksi kekerasan juga pernah terjadi terhadap petugas medis yang menangani pasien Covid-19.

Kejadian di rumah sakit Appolo terjadi pada awal tahun ini, di keluarga korban merusak properti dan melukai para petugas medis, saat dinyatakan anggota keluarganya tewas karena Covid-19.

Namun, administrasi rumah sakit jarang turun tangan dalam kasus seperti itu. Para dokter mengatakan itu karena tidak ada undang-undang khusus yang melindungi mereka.

"Kami telah menemukan bahwa undang-undang yang ada tidak efektif dan itulah sebabnya mereka bukan pencegah. Undang-undang yang kuat sangat dibutuhkan agar orang mengerti bahwa akan ada konsekuensi dari memukuli dokter," kata Dr Jayesh Lele, sekretaris jenderal Asosiasi Medis India (IMA).

Lebih dari 330.000 dokter sebagai anggota IMA telah berkampanye keras untuk undang-undang yang ketat yang dapat mencegah serangan terhadap tenaga kesehatan.

"Kekerasan seperti itu tidak direncanakan, tetapi lebih merupakan hasil dari pemicu emosional yang disebabkan oleh kematian. Oleh karena itu, undang-undang tidak berfungsi sebagai pencegah," kata Shreya Shrivastava, yang telah melacak kekerasan terhadap dokter.

Shrivastava adalah bagian dari tim peneliti di Pusat Kebijakan Hukum Vidhi yang mempelajari laporan surat kabar tentang 56 serangan antara Januari 2018 dan September 2019, untuk berusaha memahami apa yang menyebabkannya dan bagaimana cara mengatasinya.

Dia mengatakan pemerintah memberlakukan hukuman penjara hingga 7 tahun sebagai hukuman atas serangan terhadap petugas kesehatan yang merawat pasien Covid-19. Namun, itu tidak membantu.

Dr Vikas Reddy, seorang dokter di Rumah Sakit Gandhi di kota selatan Hyderabad, diserang dengan kursi besi dan kursi plastik pada Juni pada 2020 oleh kerabat seorang pria yang telah meninggal karena Covid-19.

Dia mengajukan pengaduan polisi, tetapi belum ada yang ditangkap.

"Sulit untuk kembali bekerja," kata Dr Reddy.

"Saya berada di bangsal perawatan medis akut yang sama, melihat pasien kritis. Saya ingat serangan itu dalam pikiran saya," ucapnya.

Dia mengatakan dia menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan apa yang terjadi.

"Saya berada dalam dilema," katanya.

Dia ingin tahu bagaimana dapat menjelaskan diagnosis atau menyampaikan berita tragis dengan lebih baik untuk mencegah serangan itu kembali terjadi.

"Saya menyadari bahwa kami harus menghabiskan waktu dengan pasien dan keluarga mereka untuk menjelaskan hal-hal yang dapat dan tidak dapat kami lakukan," ujarnya.

"Jika mereka tidak setuju, mereka bisa membawa pasien ke rumah sakit lain. Tetapi, kami tidak memiliki cara seperti itu. Saya melihat 20-30 pasien dalam sehari," terangnya.

Rasio dokter-pasien di India mencapai titik terburuk secara global.

Menurut perkiraan Bank Dunia, pada 2018, ada 90 dokter per 100.000 pasien. Rasionya jauh lebih rendah dari China (200), AS (260), dan Rusia (400).

Kemudian, adanya pandemi Covid-19 semakin memperburuk keadaan.

Penelitian Shrivastava mengungkapkan bahwa serangan terhadap petugas kesehatan biasanya terjadi ketika pasien berada di bangsal darurat atau ICU, berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain atau ketika mereka meninggal. Dan semua ini menjadi lebih sering selama pandemi.

Penelitian Shrivastava mengungkapkan bahwa serangan terhadap petugas medis biasanya terjadi ketika pasien berada di bangsal darurat atau ICU, berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, atau ketika pasien meninggal.

Selama pandemi Covid-19 dimulai, serangan itu lebih sering terjadi.

"Berada di dalam bangsal Covid seperti sedang berperang," kata Dr Lele.

Shrivastava mengatakan orang-orang telah meninggal karena Covid-19, meskipun perawatannya mahal, tetapi melemahkan kepercayaan pada sistem.

Sementara, lebih banyak pemberitaan tentang kelalaian medis, yang cenderung melebihi jumlah cerita perjuangan dokter, sehingga membuat orang semakin curiga.

"Yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah memberikan yang terbaik untuk pasien," kata dr Reddy.

"Kami tidak bisa mengharapkan setiap pasien (atau keluarga) bersikap baik (kepada kami), hanya saja mereka dapat menghormati kami sebagai profesional dan menghormati bahwa kami memilih profesi ini untuk menyelamatkan nyawa," ungkap Reddy.

https://www.kompas.com/global/read/2021/07/06/135851870/tak-terima-kerabat-meninggal-karena-covid-19-anggota-keluarga-pukul-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke