AS dan sekutunya NATO mulai melakukan penarikan pasukan, dengan Presiden Joe Biden memberi tenggat waktu pada 11 September.
Banyak penerjemah dilaporkan meninggalkan negara konflik itu, dengan beberapa dibantu oleh pasukan yang mempekerjakan mereka.
Evakuasi dilakukan karena mereka takut bakal menjadi sasaran balas dendam Taliban jika mereka kembali menguasai Afghanistan.
Dalam rilis yang dikeluarkan, kelompok pemberontak itu menegaskan bahwa para juru bahasa itu tidak perlu ketakutan.
"Emirat Islam ingin memberi tahu mereka harus menyesal atas tindakan masa lalu mereka, dan tak boleh terlibat lagi di masa mendatang," jelas kelompok tersebut.
Menurut Taliban, para penafsir bahasa ini dianggap musuh karena bekerja bersama dengan pasukan negara lain.
"Tetapi ketika mereka meninggalkan musuh dan hidup sebagai warga biasa, mereka tidak akan akan dihukum dan karenanya, tak perlu khawatir."
Selama konflik yang berusia 20 tahun itu, puluhan penerjemah dilaporkan tewas atau disiksa oleh pemberontak.
Dilansir AFP Senin (7/6/2021), para juru bahasa itu berdemo di Kabul. Menuntut militer dan kedutaan asing yang mempekerjakan mereka membantu evakuasi.
"Mereka sudah melacak kami," kata Omid Mahmoodi, penerjemah yang bekerja bagi militer AS antara 2018 sampai 2020.
Mahmoodi mengaku dia takut jika Taliban menangkap mereka. Mereka takut tidak akan diampuni dan berakhir dipenggal.
Penerjemah lain, Omar yang bekerja bagi Kedutaan Besar AS selama 10 tahun, mengungkapkan dia tidak akan bisa lolos selama berada di Afghanistan.
Dia mengaku menyesal sudah bekerja bersama AS, karena paman dan keluarganya menjulukinya "Agen Amerika".
Pekan lalu, AS dan Inggris berujar mereka mempercepat relokasi warga Afghanistan yang bekerja untuk mereka.
Taliban juga berusaha menenangkan kedutaan asing, setelah Australia menutup misi mereka di ibu kota Kabul.
Kelompok tersebut menerangkan mereka tidak akan melukai diplomat asing meski pasukannya sudah angkat kaki.
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/07/153634570/taliban-bersedia-terima-penerjemah-afghanistan-asalkan-mereka-menyesal