Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Konflik Israel-Palestina (3): Holocaust yang Berujung Pendirian Negara Israel

Praktik pemusnahan massal bangsa Yahudi itu dilakukan oleh Nazi Jerman. Sejarah mencatat, 6 juta orang Yahudi tewas dibantai di seluruh penjuru Eropa.

Kekejaman Nazi Jerman pimpinan Hitler ini tak ayal membuat semakin banyak warga Yahudi ingin meninggalkan Eropa menuju ke Palestina.

Namun, niatan itu terhalang karena kebijakan Inggris yang beberapa bulan sebelum perang dunia II pecah menerbitkan apa yang disebut dengan White Paper 1939.

Pada intinya, buku putih itu berisi keinginan Inggris mempersiapkan sebuah negara Palestina, yang akan dikelola warga Arab di kemudian hari. Ada juga aturan pembatasan jumlah dan imigrasi warga Yahudi ke Palestina.

Sesuai dokumen ini, jumlah imigran Yahudi ke Palestina akan dibatasi hanya 75.000 orang hingga 1944. Rinciannya adalah kuota 10.000 imigran per tahun dan bisa menjadi 25.000 orang jika dalam kondisi darurat pengungsi.

Dalam bagian lain dokumen itu juga dijelaskan bahwa di masa depan, imigrasi bangsa Yahudi harus mendapatkan izin penduduk mayoritas Arab. Imigran Yahudi juga membeli tanah dari bangsa Arab.

Terhimpit di tengah kebijakan baru kolonial dan ancaman pemusnahan massal yang sistematis terhadap bangsanya, sejumlah organisasi Yahudi pun mencoba melakukan imigrasi ilegal.

Setidaknya 100.000 orang Yahudi menggunakan 120 kapal dalam 142 pelayaran mencoba menyelundup ke Palestina.

Namun, Inggris yang menempatkan delapan kapal perangnya untuk memblokade perairan di sekitar Palestina, berhasil menggagalkan sebagian besar upaya imigrasi ilegal itu.

Para imigran yang gagal masuk Palestina itu kemudian dibawa dan ditahan di kamp pengungsi di Siprus. Beberapa ribu lainnya ditahan di Palestina dan Mauritius.

Sebanyak 50.000 imigran ditahan Inggris dan sekitar 1.600 imigran tewas tenggelam. Hanya beberapa ribu orang yang berhasil lolos ke Palestina di masa-masa itu.

Imigrasi ilegal

Pembatasan imigrasi Yahudi ke Palestina yang dituangkan dalam White Paper 1939, ditambah pembantaian atas bangsanya di Eropa, membuat Organisasi Zionis berang.

Para pemimpin Zionis berkumpul di New York pada 1942 tepatnya di Hotel Biltmore. Saat itulah secara resmi para pemimpin Zionis menetapkan Palestina sebagai wilayah Persemakmuran Yahudi.

Selain itu para pemimpin Yahudi kini menganggap Inggris sebagai musuh yang harus diperangi. Padahal sebelumnya karena Deklarasi Balfour 1917, bangsa Yahudi sempat berharap pada negara tersebut.

Berbagai kelompok bersenjata Yahudi seperti Haganah, Irgun, dan Lehi yang awalnya bersaing kini bersatu dengan tujuan sama yaitu mendongkel kekuasaan Inggris di Mandat Palestina.

Kelompok-kelompok bersenjata ini tak jarang melakukan aksi terorisme seperti pembunuhan dan penculikan para petinggi Inggris hingga meledakkan kereta api milik Inggris.

Salah satu insiden yang patut dicatat adalah pembunuhan Menteri Negara Urusan Timur Tengah, Lord Moyne pada 6 November 1944 di Kairo, Mesir, oleh dua anggota gerakan bawah tanah Yahudi, Eliyahu Bet-Zuri dan Eliyahu Hakim.

Lord Moyne dikenal sebagai salah seorang pejabat Inggris yang sangat anti-Zionis. Dia memegang teguh aturan pembatasan imigrasi Yahudi ke Palestina, seperti diatur dalam dokumen White Paper 1939.

Namun, pembunuhan Lord Moyne itu tidak mengubah kebijakan Inggris di Palestina. Justru, aksi itu malah berdampak buruk bagi gerakan Zionisme.

Pasalnya, Lord Moyne adalah sahabat dekat Perdana Menteri Inggris saat itu Winston Churchill. Alhasil, tangan kanan Ratu Inggris itu pun mempertimbangkan kembali dukungan terhadap Zionisme.

Akhir Mandat Palestina

Terpisah di Eropa, Perang Dunia II akhirnya berakhir dengan kekalahan Nazi Jerman. Tetapi masih ada sekitar 250.000 orang Yahudi tersebar di berbagai kamp konsentrasi milik Jerman.

Para pemimpin Zionis pun ingin membawa rekan-rekan sebangsanya itu ke Palestina. Masalahnya, Inggris masih membatasi imigrasi Yahudi ke Palestina sesuai mandat White Paper 1939.

Situasi ini membuat perlawanan kelompok-kelompok bersenjata Yahudi di Palestina semakin keras dan semakin menebar teror.

Mereka mengebom kereta api, stasiun kereta api bahkan markas militer Inggris di Hotel King David di Jerusalem pada 22 Juli 1946.

Aksi teror yang dilakukan kelompok sayap kanan Zionis, Irgun, tersebut menewaskan 91 orang dan 46 orang lainnya terluka.

Kondisi yang semakin buruk di Mandat Palestina, menjadi berita utama berbagai koran di Inggris.

Politisi Inggris kemudian mendesak pemerintahnya segera mengatasi konflik di Palestina, untuk menyelamatkan nyawa warga dan pasukan Inggris di Palestina.

Desakan terhadap Inggris juga datang dari Amerika Serikat dan sejumlah negara yang meminta Inggris segera membuka keran imigrasi Yahudi yang selama ini ditutup.

Berbagai investigasi pun digelar untuk memastikan kondisi sebenarnya di Palestina.

Komite Gabungan Inggris-AS bentukan PBB pada 20 April 1946, akhirnya merekomendasikan imigrasi 100.000 orang bangsa Yahudi, bisa dilakukan sesegera mungkin ke Palestina.

Tapi, rekomendasi ini ditolak para pemimpin Arab. Inggris segera menyadari mereka tidak lagi mampu mengatasi keadaan di Palestina.

Mandat mengelola Palestina yang dipegang sejak 1920, kemudian diberikan kepada PBB terhitung 14 Mei 1948.

Inilah yang kemudian berujung pada berdirinya Negara Israel. (bersambung)

Sumber: Kompas.com (Penulis: Ervan Hardoko | Editor: Ervan Hardoko)

https://www.kompas.com/global/read/2021/05/14/213616370/konflik-israel-palestina-3-holocaust-yang-berujung-pendirian-negara

Terkini Lainnya

Anarki Laut China Selatan dan Urgensi Strategi 'Zero Conflict'

Anarki Laut China Selatan dan Urgensi Strategi "Zero Conflict"

Global
Italia Buru 142 Tersangka Anggota Mafia 'Ndrangheta

Italia Buru 142 Tersangka Anggota Mafia 'Ndrangheta

Global
Rangkuman Hari Ke-811 Serangan Rusia ke Ukraina: 280 Warga Sri Lanka Ikut Perang | Menhan Baru Rusia Ungkap Prioritasnya

Rangkuman Hari Ke-811 Serangan Rusia ke Ukraina: 280 Warga Sri Lanka Ikut Perang | Menhan Baru Rusia Ungkap Prioritasnya

Global
AS: Boeing Bisa Dituntut atas Jatuhnya Lion Air dan Ethiopian Airlines

AS: Boeing Bisa Dituntut atas Jatuhnya Lion Air dan Ethiopian Airlines

Global
Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Internasional
Konflik Gaza Dominasi Kampanye Pilpres AS, Isu Ukraina Memudar

Konflik Gaza Dominasi Kampanye Pilpres AS, Isu Ukraina Memudar

Global
Taiwan Deteksi 45 Pesawat China Terbang Dekati Wilayahnya, Terbanyak Sejauh Ini

Taiwan Deteksi 45 Pesawat China Terbang Dekati Wilayahnya, Terbanyak Sejauh Ini

Global
AS Siap Kirim Senjata Lagi ke Israel, Kali Ini Senilai Rp 16,1 Triliun

AS Siap Kirim Senjata Lagi ke Israel, Kali Ini Senilai Rp 16,1 Triliun

Global
Dituding Israel Tak Izinkan Bantuan Masuk ke Gaza, Mesir: Kalian Putar Balikkan Fakta 

Dituding Israel Tak Izinkan Bantuan Masuk ke Gaza, Mesir: Kalian Putar Balikkan Fakta 

Global
Bebas Visa ke Korea Selatan, Mengapa Tak Kunjung Terwujud?

Bebas Visa ke Korea Selatan, Mengapa Tak Kunjung Terwujud?

Global
PBB: 56 Persen Korban Tewas di Gaza adalah Perempuan dan Anak-anak

PBB: 56 Persen Korban Tewas di Gaza adalah Perempuan dan Anak-anak

Global
[POPULER GLOBAL] Warga Israel Rusak Bantuan untuk Gaza | Jet Israel Bom Kamp Pengungsi Nuseirat

[POPULER GLOBAL] Warga Israel Rusak Bantuan untuk Gaza | Jet Israel Bom Kamp Pengungsi Nuseirat

Global
Erdogan: Lebih dari 1.000 Anggota Hamas Dirawat di RS Turkiye

Erdogan: Lebih dari 1.000 Anggota Hamas Dirawat di RS Turkiye

Global
Pemerintah Arab: Ibadah Haji Tanpa Izin akan Ditahan dan Kena Sanksi

Pemerintah Arab: Ibadah Haji Tanpa Izin akan Ditahan dan Kena Sanksi

Global
Tank Israel Terus Bergerak ke Rafah, Warga Sipil Kembali Mengungsi

Tank Israel Terus Bergerak ke Rafah, Warga Sipil Kembali Mengungsi

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke