Laporan baru-baru ini menyatakan bahwa pembuatan tembok dilakukan untuk mencegah penyeberangan ilegal dari Myanmar ke China.
Radio Free Asia (RFA) yang didanai pemerintah Amerika Serikat melaporkan bentuk tembok baru itu berdasarkan gambar yang diunggah ke media sosial.
Namun berbeda dengan The Great Wall di wilayah utara, tembok di perbatasan selatan ini hanya berupa pagar besi dengan kawat berduri di atasnya, seperti dilansir Newsweek pada Selasa (15/12/2020).
Foto yang diambil dari Wanding dan Ruili, dua kota di barat daya Provinsi Yunnan, juga menunjukkan bahwa pagar besi dengan kawat berduri itu memiliki tinggi 6 hingga 9 kaki (kurang lebih 2-3 meter).
Bulan lalu, situs berita Burma The Irrawaddy melaporkan militer Myanmar dan para pejabat di Kokang, telah mengajukan keberatan dengan Beijing atas kedekatan pagar dengan garis demarkasi.
“Infrastruktur dibangun tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada Yangon,” kata laporan itu.
“Sebagian besar wilayah itu dihuni oleh keturunan China,” kata seorang juru bicara kepada Newsweek.
Ia mengatakan protes oleh pemerintah Myanmar dan oleh para pemimpin lokal di Zona Pemerintahan Khusus Kokang telah diabaikan oleh otoritas China.
Sebuah unggahan twitter yang dikutip oleh RFA mengatakan proyek raksasa itu dimulai tahun ini. Fase pertama sudah selesai dilakukan sepanjang 410 mil.
Proyek ini diberi nama sandi "Tembok Besar Selatan."
China berencana untuk memagari seluruh perbatasan sepanjang 1.300 mil dengan Myanmar pada Oktober 2022.
“Pintu perbatasan akan diperkuat dengan pagar tegangan tinggi, kamera pengintai dan sensor inframerah,’ menurut akun twitter yang dikutip oleh RFA.
Laporan media China tentang tembok perbatasan mengatakan pembangunannya telah membantu mencegah kasus impor Covid-19. Tembok itu juga disebut bisa menekan kasus penyelundupan.
Sementara dua ahli yang dikutip oleh RFA mengatakan tembok perbatasan akan melayani tujuan lain selain pengendalian pandemi.
"Keputusan untuk membangun tembok perbatasan ini tidak diambil dalam satu hari. Ini hasil dari perencanaan yang detail," kata Siling, seorang pakar hubungan Myanmar-China.
Pakar tersebut mengatakan tembok itu akan menghentikan warga China untuk sering menyeberang ke Myanmar dan Vietnam untuk berbisnis. Beberapa mungkin memilih untuk tidak pernah kembali.
"Pembangunan tembok China ini juga akan menghentikan warga negara China melarikan diri. China tidak ingin tren ini berlanjut," kata Siling.
Pakar kedua, yang diidentifikasi dengan nama belakangnya Wang, mengatakan tembok perbatasan akan mencegah para pembangkang China melarikan diri ke Asia Tenggara.
"Sejak Xi Jinping berkuasa, dia tidak hanya mencegah warga pergi, dia juga mencoba untuk menculik orang China di luar negeri untuk membawa mereka pulang," kata Wang.
RFA, yang dimulai dengan hibah pemerintah AS pada 1996, telah melaporkan secara ekstensif tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang melalui Uyghur Service miliknya.
Pada bulan Oktober, layanan bahasa mandarinnya melaporkan bahwa Beijing juga sedang membangun tembok di sepanjang perbatasan selatannya dengan Vietnam.
Tujuannya untuk menghentikan arus pekerja migran Tiongkok yang menyelundupkan diri dengan melintasi perbatasan untuk mencari pekerjaan di puncak pandemi.
https://www.kompas.com/global/read/2020/12/16/194030870/china-bangun-the-great-wall-baru-di-perbatasan-selatan-seperti-apa