Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Makanan Halal Menurut Majelis Ulama Indonesia?

Kompas.com - 22/09/2021, 09:12 WIB
Krisda Tiofani,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Komisi Fatwa MUI memiliki tugas untuk menerbitan sertifikat halal pada produk pangan.

LPPOM MUI akan bertugas sebagai auditor yang melaporkan hasil penelitian produk pangan kepada Fatwa MUI untuk menetapkan sertifikasi halal suatu produk pangan.

Namun, bagaimana definisi produk pangan halal menurut MUI?

Dr Mulyorini Rahayuningsih, M.Sc selaku Advisor pada Direktorat Halal Audit Services LPPOM MUI mengatakan, produk halal menurut MUI adalah produk yang dibuat menggunakan bahan halal dan memenuhi persyaratan thayib di fasilitas yang tidak terkontaminasi barang haram atau najis.

Baca juga: 4 Tips Belanja Bahan Makanan Halal, Tidak Cuma Lihat Label

Mulyorini menyampaikan, produk halal yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diperbolehkan menutut ketentuan syariat Islam.

"Jadi, segala sesuatu itu halal, kecuali dilarang di Al Quran dan Hadist," tutur Mulyoroni dalam webinar “Food Fraud Prevention, dari Izin Edar hingga Label Halal" Food & Hotel Indonesia 2021 yang berlangsung pada Selasa (21/9/2021). 

Namun, tidak cukup hanya halal, menurut Mulyorini, produk pangan yang bersertifikat MUI juga harus masuk kategori thayib sehingga disebut halalan thayyiban. 

Thayib adalah sesuatu yang baik, suci atau bersih, dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

"Jadi, proses sertifikasi halal itu pasti digabungkan dengan pemastian bahwa bahan yang digunakan, produk yang dikeluarkan itu bersifat thayib, aman bagi kesehatan," pungkasnya.

Baca juga:

Ilustrasi kurma jenis Medjool. SHUTTERSTOCK/BRENT HOFACKER Ilustrasi kurma jenis Medjool.

Bukan sekadar tidak haram

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan LPPOM MUI untuk memberikan sertifikat halal pada produk pangan. Di antaranya adalah menghindari barang haram, najis, dan syubhat.

"Barang yang disebutkan haram di dalam Al Quran, Hadist, atau Fatwa itu sebenarnya sedikit ya, disebutkan babi, bangkai, bangkai ini termasuk hewan halal tetapi tidak jelas penyembelihannya, kemudian darah," ujar Mulyoroni.

Selain itu, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, bagian dari tubuh manusia (fatwa MUI), hewan buas atau bertaring, hewan menjijikan, dan hewan yang hidup di dua alam juga merupakan kategori barang haram.

Khusus untuk semua semua hewan dari laut atau yang hidup di air adalah halal meskipun tidak disembelih.

Kemudian, ada konsep yang disebut sebagai najis. Arti najis sendiri adalah suatu kotoran yang menyebabkan tidak sahnya ibadah.

Najis dibagi menjadi tiga kategori, yaitu berat sedang dan ringan.

Baca juga:

Selain tidak haram dan tidak najis, barang yang berhasil mendapatkan sertifikasi dari LPPOM MUI juga tidak termasuk kategori syubhat.

Menurut Mulyorini, perkembangan teknologi pangan masa kini, menyebabkan banyak produk statusnya menjadi syubhat atau produk yang masih kurang jelas status hukumnya.

Sebagai contoh, Mulyoroni menyebutkan salah satu produk pangan olahan nabati, yaitu pisang keju dan cokelat.

"Pisang jelas halal karena bahan nabati tetapi kalau sudah menjadi produk pisang goreng keju dan cokelat, maka statusnya bisa menjadi syubhat," jelasnya.

Bahan tambahan berupa vanili, keju, serta kandungan beragam vitamin dalam tepung terigu, juga pasta cokelat membuat olahan tersebut dikategorikan sebagai syubhat.

Beberapa tambahan vitamin dalam tepung terigu, seperti vitamin B3 B2 B1, asam folat, vitamin A, dan vitamin D3 dikategorikan sebagai bahan kritis.

"Nah, vitamin ini tergolong bahan kritis dari segi kehalalan karena sumbernya bisa jadi mikrobial proses, bisa dari hewan, atau bisa dari sintetik," ujar Mulyorini.

Selain itu, ada juga bahan tambahan vitamin, seperti coating agent, yang membuat vitamin menjadi syubhat.

"Untuk memperjelas hukumnya perlu sertifikasi halal," pungkasnya.

Baca juga:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com