Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yohanes Enggar
Editor dan Konten Marketer

Editor Kompas.com, memiliki minat bidang pendidikan, parenting, dan juga seputar dunia marketing komunikasi. Saat ini menggawangi konten marketing KG Media. Penganut #enggarisme; menikmati hal-hal sederhana dalam hidup dan membuka diri terhadap berbagai perspektif baru. 

Belajar dari Kehebohan Seragam Sekolah Baru 2024 Pasca-Lebaran

Kompas.com - 16/04/2024, 15:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika mengacu frase "aturan seragam sekolah baru", hal mana yang baru atau diperbarui?

Menjadi pertanyaan kritis kita bersama: apakah ini ketidaksengajaan? Ketidaksadaran? Ketidaktahuan? Menggampangkan? Atau ingin mengejar keterbacaan (page view) dan abai pada kebenaran?  

Mengejar page view atau kredibilitas?

Di era banjir informasi, terdapat tantangan yang dihadapi media daring, yaitu mengejar target pembaca (page views/PV) dengan tetap menjalankan kaidah jurnalistik.

Di satu sisi untuk eksistensi, media daring dituntut menarik perhatian pembaca sebanyak mungkin. Hal ini melahirkan godaan untuk memproduksi konten sensasional, dan bahkan, tidak terverifikasi atau (dalam kasus ini) menyembunyikan kebenarannya.

Konten seperti ini memang mampu menarik banyak pembaca apalagi di-boosting pencarian alogaritma Google untuk ditemukan banyak pembaca. 

Namun pastinya mengorbankan kredibilitas dan kualitas jurnalistik.

Di sisi lain, media daring juga memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan objektif. Prinsip-prinsip jurnalistik ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dilema ini semakin kompleks dengan adanya algoritma pencarian dan media sosial yang memprioritaskan konten yang banyak dibagikan dan disukai. Hal ini mendorong ada media memproduksi konten viral, meskipun tidak berkualitas jurnalistik.

Baca juga: Aturan Seragam Sekolah dari Kemendikbud Ristek, Ada Seragam Pramuka

Menjawab dilema ini tidaklah mudah. Media daring perlu menemukan keseimbangan antara mengejar target pembaca dan menjalankan kaidah jurnalistik.

Salah satu solusinya adalah dengan memproduksi konten berkualitas tinggi dan informatif, serta menerapkan standar jurnalistik ketat. Media daring juga perlu edukasi publik tentang pentingnya literasi media dan konsumsi informasi bertanggung jawab.

Transformasi ke media sosial

Belum selesai dengan persoalan PV (jumlah pembaca), media dihadapkan pada tantangan lain di mana sebagian besar pembacanya beralih atau berhenti mencari informasi di media sosial mulai dari Instagram, Tiktok, Youtube, atau X.

Transformasi kali ini rasanya jauh lebih dahsyat dan menantang dibandingkan transisi dari era cetak ke dotcom.

Persoalannya, hegemoni informasi kini tidak lagi semata menjadi privilege media yang dulu memiliki akses-akses khusus terhadap sumber informasi. Saat ini menjadi era di mana setiap orang bisa membuat konten.

Belum lagi bicara soal model bisnis media. Meski saat ini pembacanya sudah bergeser ke media sosial, namun duitnya belum mengikuti ke sana.

Kalau toh iya, media memperoleh porsi potongan kue yang tidak lagi sebesar dulu, berbagi dengan kreator konten dan pemengaruh atau influencer.

Lepas dari berbagai berbagai tantangan berat tersebut, ada harapan baru bagi media saat ini: menjadi suar kebenaran di tengah tsunami informasi.

Tidak semua kreator konten dan influencer menjalankan kerja, kaidah, dan etika jurnalistik. Media, jurnalis, wartawan, terpanggil mengabdi untuk menjalankannya.

Baca juga: Empat Media Naungan KG Media Gelar Forum Berkelanjutan Lestari Summit

Inilah yang menjadi pembeda. Inilah yang menjadi keunggulan. Inilah yang menjadi eksistensi media di platform mana pun dan perubahan zaman apa pun: menjadi verifikator dan penjaga kebenaran lewat kerja-kerja jurnalistik.

Rasanya Lebaran kali ini bukan hanya menjadi panggilan keimanan untuk kita fitrah, namun juga menjadi pengingat bagi media untuk juga fitrah pada panggilan dan keutamaan sebagai pencari kebenaran, bukan pembenaran. Selamat Idul Fitri.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com