Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Biaya UKT Naik, Kemendikbud: Tidak Boleh Ada Komersialisasi di Kampus

Kompas.com - 16/05/2024, 14:24 WIB
Sania Mashabi,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie menegaskan tidak boleh ada komersialisasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN).

Hal ini dikatakan Prof. Tjitjik untuk merespons marak dibicarakannya kenaikan UKT di beberapa PTN.

"Walaupun pemerintah punya dana (untuk PTN) terbatas, pemerintah tegas mengatakan tidak boleh ada komersialisasi di perguruan tinggi," kata Prof. Tjitjik di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, Rabu (15/4/2024).

Baca juga: Banyak Dikritik, Unsoed Batalkan Kenaikan Biaya Kuliah UKT

Menurut Prof Tjitjik, aturan mengenai tidak boleh melakukan komersialisasi di perguruan tinggi utamanya PTN jelas tertuang dalam Undang-Undang.

Sehingga memang sudah seharusnya PTN bersifat inklusif harus dan dapat diakses oleh masyarakat yang punya kemampuan akademik tinggi, kurang mampu, ataupun mampu.

"Ini sudah kebijakan dan amanat," ujarnya.

Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua kalangan masyarakat, kata Prof. Tjitjik, pemerintah mewajibkan PTN membuat kelompok biaya UKT.

PTN wajib menerapkan biaya UKT paling kecil sebesar Rp 500.000 untuk kelompok satu dan Rp 1 juta untuk kelompok dua.

"Dari kelompok UKT dua ke ketiga biasanya tidak naik signifikan," tuturnya.

Sementara terkait kenaikan biaya UKT, menurut Prof. Tjitjik itu adalah adalah hal yang lumrah terjadi.

Baca juga: UI Umumkan Biaya Kuliah 2024, Ada yang Capai Rp 161 Juta

Menurut Prof. Tjitjik, ada beberapa faktor yang menyebabkan naiknya UKT di PTN. Pertama, kata dia, adalah peningkatan mutu pendidikan.

"Ini kebutuhan biaya untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi dalam upaya menjaga mutu untuk memenuhi standar mutu minimal," kata Prof. Tjitjik.

Faktor penyiaran lainnya adalah peningkatan biaya ekonomi, hingga adanya penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.

Prof. Tjitjik menjelaskan, pada tahun 2020 kebutuhan untuk belajar di perguruan tinggi hanya sebatas di kampus dan melakukan praktikum di laboratorium.

Namun kini, proses belajar di perguruan tinggi harus lebih kolaboratif dengan memanggil dosen praktisi, melakukan magang dalam waktu satu semester dan dapat diperpanjang, biaya ujian, hingga menyelesaikan proyek dalam suatu tugas.

Baca juga: UAD Buka Beasiswa S1 Kedokteran 2024, Kuliah Gratis dan Tunjangan

Oleh karena itu diperlukan bantuan dari masyarakat agar pelaksanaan belajar PTN bisa tetap berkualitas dengan melakukan gotong royong membayar biaya kuliah.

"Kalau kita ingin menjaga kualitas pendidikan tinggi ya pemerintah tidak bisa sendiri perlu gotong royong dengan masyarakat," pungkas Prof. Tjitjik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com