Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen FKH UGM: Waspadai Gejala Awal Rabies pada Manusia

Kompas.com - 18/09/2023, 17:38 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, ditemukan 11 kasus kematian akibat rabies yang 95 persen di antaranya dikarenakan gigitan anjing.

Angka ini tentu menunjukkan kedaruratan penanganan virus rabies di Indonesia. Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) drh. Heru Susetya mengatakan, kasus rabies sudah lama muncul.

Sampai sekarang, menurut catatan WHO, rabies ini dapat menyebabkan kematian 60.000 orang per tahunnya.

Menurut Heru, rabies ini sebenarnya adalah virus yang bisa dikendalikan melalui vaksinasi, tapi implementasinya tidak gampang.

Baca juga: Biaya Kuliah Kedokteran di 15 PTS: UII, Trisakti, Untar, dan UPH

Gejala rabies sering dianggap penyakit biasa

Faktanya, persebaran virus rabies pada manusia sebenarnya termasuk kebetulan, bukan penularan utama.

drh. Heru menerangkan, ketika virus rabies berada di tubuh hewan, maka umurnya akan jauh lebih panjang daripada saat berada di tubuh manusia.

Ketika terserang virus rabies, seseorang akan mengalami gejala awal seperti demam, lesu dan tidak nafsu makan, pusing, insomnia, sakit kepala hebat, hingga timbul rasa panas di area gigitan.

"Gejala yang timbul ini banyak disalahartikan sebagai penyakit biasa pada umumnya. Sehingga banyak pasien yang enggan menuju rumah sakit atau Puskesmas untuk mendapat penanganan," kata Dosen FKH UGM, drh. Heru Susetya dalam Seminar Nasional bertajuk "Kolaborasi Lintas Sektor dalam Pengendalian Rabies dan Anthrax: Tantangan Pengendalian PHMS (Rabies dan Anthrax) di Era Kemudahan Akses Transportasi" seperti dikutip dari laman UGM, Senin (18/9/2023).

Heru menerangkan, kasus kematian akan rabies sendiri ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, utamanya benua Afrika dan Asia.

Tempat bersarangnya virus tidak hanya pada anjing dan kucing, namun juga banyak ditemukan di hewan liar.

Baca juga: Dosen UMM Sebut 2 Hal yang Harus Diperhatikan di Produk Kemasan

Penyebaran rabies sangat beragam

Penyebaran rabies sangat beragam, ada hewan liar, hewan domestik, bahkan campuran. Lalu ada siklus epidemiologinya tadi.

Paling tidak dua, atau tiga hewan yang siklusnya dibawa oleh hewan yang dekat dengan manusia, atau hewan domestik.

Sedangkan untuk hewan liar, siklusnya disebut rabies silvatik. Apabila sebuah negara persebaran virusnya ada dua, yaitu urban dan silvatik, maka pengendaliannya akan lebih susah.

"Hambatan utama dalam penanganan rabies di Indonesia adalah kurangnya kesadaran akan bahaya rabies di masyarakat," beber Heru.

Vaksinasi, khususnya untuk rabies urban sudah tersedia dan diimplementasikan di berbagai daerah.

"Sayangnya, dari 34 provinsi yang ada, hanya 11 provinsi yang dinyatakan bebas rabies," imbuh Heru.

Target Indonesia bebas rabies di 2030

Menurut paparan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi, Kemenkes memiliki target Indonesia bebas rabies di 2030 dengan menciptakan herd immunity yang mengharuskan setidaknya 70 persen populasi anjing telah divaksin.

Kasus rabies paling tinggi itu ada Pulau Bali, tapi kalau kasus kematiannya paling banyak ada di NTB, Kalimantan, dan Pulau Timor.

Utamanya Pulau Timor, sebelum tahun 2023, mereka tidak pernah ada kasus rabies, sehingga tidak pernah mengenal rabies itu seperti apa.

"Ini juga masih kami selidiki penyebarannya asalnya dari mana," jelas Imran.

Karena penanganannya tidak mudah, seperti terlambat di bawa ke fasilitas kesehatan, alhasil kasus kematiannya mencapai 16 kasus hingga saat ini. Imran menjelaskan tata cara penanganan gigitan hewan rabies pada seseorang, yakni:

  • Area luka harus segera dibersihkan dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit.
  • Beri antiseptik, berupa alkohol atau sejenisnya untuk mengantisipasi penyebaran virus.
  • Ketika mengalami gejala tidak biasa setelah gigitan, seperti demam tinggi, maka dianjurkan untuk segera mendapatkan penanganan di fasilitas kesehatan terdekat.

"Upaya penanganan persebaran rabies ini juga dilakukan secara regional, ya. Jadi setiap pemerintah daerah itu harus memiliki kebijakan terkait pengendalian dan penanganan rabies sesuai kebijakan nasional," imbuhnya.

Menurut Imran, masalah utama kenapa penanganan rabies ini tidak bisa optimal adalah karena dana operasional yang kurang.

Vaksin ini sumber dayanya juga masih minim. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk vaksinasi rabies ini juga perlu didorong.

Baca juga: Deretan Kampus Swasta di Yogyakarta dan Akreditasinya

Ke depannya, dia berharap kolaborasi antar sektor dan elemen masyarakat dapat membantu mewujudkan Indonesia Bebas Rabies di tahun 2030.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com