Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar UGM: Ini Gejala Penyakit Hirschsprung pada Bayi Baru Lahir

Kompas.com - 15/09/2023, 08:42 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber UGM

KOMPAS.com - Dalam penyampaian pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Bedah Anak FKKMK UGM, Prof. dr. Gunadi, Ph.D., Sp.BA., Subsp.D.A.(K)., menjelaskan apa itu penyakit Hirschsprung.

Menurutnya, Hirschsprung (HSCR) adalah penyakit kongenital (bawaan) yang menjadi salah satu penyumbang signifikan angka kematian bayi baru lahir dan anak berusia di bawah lima tahun.

Adapun HSCR ini menyebabkan gangguan buang air besar pada bayi. Salah satu gejala yang biasa ditemukan pada bayi dengan HSCR yakni tidak bisa buang air besar dalam kurun waktu 24-48 jam setelah lahir.

Sementara pada balita gejala yang muncul seperti sembelit menahun, perut menggembung, serta terdapat gangguan pada pertumbuhan.

Baca juga: Ini Upaya FEB UGM Percepat Lulusannya Segera Dapat Pekerjaan

"Hirschsprung ini paling sering ditemukan pada bayi baru lahir dengan insidensi global diperkirakan 1:5.000 kelahiran hidup dan lebih sering ditemukan pada laki-laki," ujarnya dalam pidato pengukuhan guru besar di Balai Senat UGM, seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (15/9/2023).

"Namun, menariknya insidensi Hirschsprung di Indonesia lebih tinggi di banding populasi lain yaitu 1:3.250 kelahiran hidup," imbuh dia.

Ia memperkirakan bahwa kondisi ini terjadi berhubungan dengan frekuensi common variants RET rs2435357 dan rs2506030 pada populasi kontrol di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan populasi lain.

Tentu dari penelitian yang ia lakukan bahwa sebagian besar penderita HSCR di Indonesia masuk dalam klasifikasi short segment. Yakni segmen aganglion tidak melebihi kolon sigmoid (80 persen).

Sedang dari data di Yogyakarta menunjukkan frekuensi HSCR yang disertai dengan sindrom down sebesar 12 persen dan hanya dijumpai satu kasus familial dari 67 kasus.

Gunadi juga mengatakan bahwa HSCR merupakan penyakit genetik. Sejumlah bukti menunjukkan hal tersebut.

Salah satunya ialah angka kesintasan pasien HSCR menjadi lebih tinggi usai ditemukan teknik pull through pada 1984 sehingga tercipta kondisi untuk menemukan adanya transmisi HSCR familial.

Tidak hanya itu, bukti lain mencatat adanya peningkatan risiko pada saudara pasien untuk menderita HSCR dibandingkan populasi umum.

Serta adanya rasio HSCR yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan juga adanya hubungan HSCR dengan penyakit genetik lain seperti sindrom malformasi atau anomali kromosom.

Adapun konsep kompleksitas genetik pada HSCR ini bisa dipahami dengan mempelajari kejadian molekuler dan seluler selama perkembangan enteric nervous system (ENS) saat embriogenesis.

Setidaknya hingga saat ini ada 35 gen yang berhubungan dengan patogensis HSCR.

Dijelaskan, HSCR merupakan penyakit genetik kompleks yang bisa menimbulkan komplikasi Hirschsprung associated enterocolitis (HAEC) yang bersifat fatal.

Dengan data stratifikasi risiko berbasis genomik, kedokteran presisi sebagai manajemen HSCR bisa terwujud.

Baca juga: Warek I: Sudah Ada Praktik di UGM Tugas Akhir Film Dokumenter

"Dengan begitu, kesadaran orang tua pasien terhadap risiko HSCR menjadi lebih baik, HSCR pun bisa didiagnosis dan terapi lebih awal, serta terhindar dari komplikasi fatal," tandas Prof. Gunadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com