Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Affan Ramli
Pengajar

Pengajar Berpikir Kritis di Komunitas Studi Agama dan Filsafat (KSAF) dan di Akademi Adat (AKAD)

Berbenah Nalar Guru, dari Logis Menuju Kritis

Kompas.com - 23/08/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Begitulah berpikir logis bekerja. Memberi penjelasan dan pembuktian dengan aturan-aturan yang sudah pakem.

Seluruh ilmu, dari filsafat, rumpun ilmu sosial, rumpun ilmu alam, dan rumpun ilmu agama tumbuh berkembang dalam aturan main berpikir logis.

Menuju berpikir kritis

Setelah semua guru menguasai kemampuan berpikir logis, maka sebagian guru harus didorong untuk mampu bernalar kritis.

Setelah membaca Kant sampai Habermas dan Freire, saya berkesimpulan paling tidak ada tiga kemampuan inti dalam berpikir kritis. Ialah perenungan (refleksi) kritis, penguraian (analisis) kritis, dan penegasan (justifikasi) emansipatoris.

Perenungan kritis untuk mempertanyakan ulang tradisi dan keyakinan lama. Seperti kata Heidegger, cara manusia memahami realitas, baik realitas dalam peristiwa maupun dalam teks, cenderung dikuasai oleh tradisi dan keyakinan otoritatif di mana manusia itu tumbuh dan hidup.

Maka, perenungan kritis diperlukan, bukan sekadar menggugat, tetapi mencarikan penjelasan baru dan pembuktian baru atas realitas yang sudah terlanjur diyakini lama dalam masyarakat.

Perenungan kritis dilanjutkan dengan analisis kritis. Suatu analisis dapat disebut kritis jika mampu membongkar relasi-relasi kuasa yang membentuk peristiwa dan pembentuk sebuah teks. Relasi kuasa, tidak melulu politik, ekonomi, atau ekonomi politik (ekopol).

Pengetahuan sendiri membentuk relasi kuasa. Kasih sayang, bantuan, afeksi, dan perhatian-
perhatian dalam relasi paling personal pun membentuk relasi kuasa. Di mana-mana, di ruang publik dan domestik, relasi kuasa pasti bekerja membentuk peristiwa, pikiran, dan teks.

Setelah analisis kritis dilakukan, berpikir kritis harus dilengkapi dengan pernyataan dan tindakan emansipatoris (pembebasan).

Relasi kuasa tak adil gender misalnya, dalam budaya patriarkhi bisa diungkap melalui analisis kritis, tapi harus dikurangi dan dihilangkan melalui penegasan dan tindakan emansipatoris.

Jika guru belum mampu berpikir kritis, bagaimana mungkin penalaran kritis dapat dibekali pada pelajar Pancasila?

Kemendikbud Ristek sepatutnya merancang program khusus lebih serius melatih guru Indonesia berpikir logis dan berpikir kritis. Dengan begitu, Indonesia benar-benar mencapai merdeka belajar!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com